Calung renteng
Calung Renteng adalah alat musik tradisional terbuat dari bambu yang tersebar di wilayah Banten dan Jawa Barat. Disebut calung renteng karena bilah-bilah bambu yang menjadi instrumen utamanya disusun secara horizontal dengan cara diikat menggunakan tali dari kulit pohon waru (lulub). Saat ini, calung sering kali diikat menggunakan tali tambang. Bilah-bilah calung disusun dari yang terbesar hingga terkecil. Alat ini terdiri dari tujuh bilah atau lebih dan dapat terdiri dari satu atau dua deret oktaf, yang disebut calung indung dan calung anak. [1] SejarahEksistensi alat musik ini terekam dalam ilustrasi yang dibuat oleh Jannes Theodorus Bik sekitar tahun 1816-1846, yang sekarang disimpan di Rijksmuseum, Belanda. Ilustrasi tersebut menggambarkan seorang laki-laki Baduy yang sedang memainkan alat musik calung renteng. Dokumentasi visual ini menggarisbawahi pentingnya calung sebagai bagian dari tradisi musik masyarakat agrarisi tradisional Sunda, khususnya di wilayah Banten Selatan.[2] Dalam kajiannya tentang masyarakat agraris di Banten Selatan, J.J. Meijer menyebut alat musik calung renteng sering dimainkan oleh petani sebagai sarana menghibur diri di saung huma saat masa penanaman padi. Biasanya calung renteng dimainkan untuk mengiringi nyanyian susualan, puisi Sunda dengan rima. Susualan dan alat musik calung renteng sangat populer pada saat kajian itu dibuat di tahun 1930.[3] Eksistensi calung renteng mulai menyusut saat teknologi mulai masuk dan mempengaruhi perubahan sosial di wilayah masyarakat agraris. Calung renteng yang sebelumnya populer hanya dapat ditemukan di beberapa kampung saja. Seperti di wilayah selatan Pandeglang yang hanya tercatat memiliki tiga pelestari calung renteng di tahun 2012.[4] Pada tahun 2021, Abah Kalimi mendapatkan Anugerah Kebudayaan Indonesia dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai maestro calung renteng yang telah melestrikan calung renteng di Cibaliung, Pandeglang.[5]. EnsambelCalung renteng dapat dimainkan dalam kelompok musik dipadukan dengan beragam instrumen tradisional maupun modern. Salah satu ensambel yang tercatat adalah ensambel alat musik bambu yang umumnya dimainkan di wilayah Cibaliung, dengan gong lodong, kosrék bambu, dan toléat.[4] Referensi
|