Cachaça (dalam Bahasa Portugis dieja [kaˈʃasɐ]),[1] alias pinga atau disebut pula caninha[2] adalah minuman beralkohol hasil distilasi dari Brazil yang dibuat dari jus tebu yang difermentasi yang sangat populer di negara tersebut.[3] Di luar Brazil, minuman ini digunakan sebagai membuat minuman beralkohol tropis, seperti caipirinha atau batida.[4]
Sejarah
Berlebihannya produksi gula di Kepualauan Madeira, Brazil, oleh koloni Portugis pada abad ke 16 membuat upaya pembuatan alkohol menjadi marak. Karena itu muncul aguardente de cana yang berarti minuman hasil distilasi alkohol dari gula tebu. Minuman ini pada hari ini dikenal sebagai cachaça.[5]
Pembuatan cachaça pertama tercatat pada tahun 1532, saat petani tebu Portugis pertama kali membawa produk mereka dari Madeira ke Brazil. Cachaça hanya boleh diproduksi di Brazil, yang menurut perkiraan tahun 2007, konsumsi tahunannya sekitar 1,5 miliar liter, sementara 15 juta liter lainnya diekspor ke luar negeri.[6][7] It is typically between 38% and 48% alcohol by volume.[8][9]
Biasanya kandungan alkohol minuman ini dibatasi di angka 38% - 48%. Namun Cachaça buatan rumah bisa saja lebih kuat. Gula yang boleh ditambahkan hanya 6 gram per liter.[8]
Sinonim
Karena sudah dibuat ratusan tahun, wajar cachaça meendapat perbagai penamaan yang sebenarnya menunjuk kepada minuman yang sama oleh orang Brazil sendiri. Beberapa di antaranya untuk mengakali pelarangan pemerintah saat dulu cachaça pernah dilarang, karena berkompetisi dengan minuman alkohol dari Eropa, grappa. Setidaknya ada 2000 kata yang merujuk kepada minuman alkohol hasil distilasi di Brazil. Beberapa di antaranya adalah abre-coração (sang pembuka hati), água-benta (air suci), bafo-de-tigre (napas harimau), dan limpa-olho (pembasuh mata).
Produksi
Cachaça, seperti juga rum, memiliki dua varietas, yang tidak disimpan, alias putih atau perak, dan yang disimpan, alias amarela atau kuning, atau keemasan. Yang tidak disimpan biasanya langsung dibotolkan setelah distilasi selesai. Produk ini lebih murah.
Beberapa produsen menyimpannya hingga 12 bulan untuk mendapatkan rasa yang lebih lembut dan harganya lebih mahal. Cachaça yang berwarna gelap dianggap memiliki kualitas premium dengan setidaknya disimpan tiga tahun. Penyimpanan hingga 15 tahun menghasilkan Cachaça kualitas ultra premium. Rasanya akan sangat dipengaruhi oleh bahan tong kayu yang digunakan.[10]
Salah satu daerah yang dianggap sebagai yang terbaik dalam menghasilkan cachaça adalah Chã Grande di Pernambuco dan Salinas di Minas Gerais, Paraty di Rio de Janeiro, Monte Alegre do Sul di São Paulo, dan Abaíra di Bahia.
Perbedaan dengan rum
Pada awal abad 17, prousen gula dari berbagai koloni Eropa di Amerika memanfaatkan sisa-sisa produksi gula yang masih bisa dimanfaatkan, seperti molase dan scumming sebagai bahan baku alkohol jenis spirit. Hasilnya di berbagai negara bisa memiliki nama yang berbeda-beda. Di koloni Inggris, dinamai rum. Di koloni Perancis dinamai tafia. Di koloni Spanyol dinamai aguardiente de caña. Sementara di koloni Portugis dinamai aguardente da terra, aguardente de cana lalu kemudian cachaça.[8]
Perbedaan mendasar dengan rum adalah rum biasanya dibuat mayoritas dari molase sementara cachaça dibuat dari keseluruhan jus tebu, difermentasi dan didistilasi. Namun beberapa rum juga memiliki proses yang mirip, misalnya rhum agricole dari Kepulauan Karibia. Cachaça sendiri banyak dikenal sebagai rum Brazil.[8]
Sejak tahun 2013, cachaça di Amerika Serikat digabungkan dalam kelompok rum dengan asal muasal dari Brazil.[11]
Budaya
Cachaça menjadi ikut terkenal seiring pelaksanaan Piala Dunia Sepakbola 2014 di Brasil. Menjadi minuman penyegar saat menonton pertandingan, caipirinhas yang merupakan cocktail dengan campuran cachaça di dalamnya, akhirnya ikut populer. Hanya saja untuk tidak membuatnya jadi memabukkan, kandungan cachaça dikurangi digantikan air soda.[12]