Bunglon adalah sinetron Indonesia produksi Rapi Films yang ditayangkan perdana 20 Juni 2004 di SCTV. Sinetron ini dibintangi oleh Fauziah Alatas, Doly Indra Permana dan Cynthia Apsari.[1][2]
Sinopsis
Nina (Fauziah Alatas) berasal dari sebuah keluarga harmonis yang cukup berada. Ibu Nina (Berliana Febrianti) figur seorang ibu yang sempurna, penyayang dan penuh perhatian pada ketiga anaknya, Dodi, Nina dan Danang. Dia hanya tidak mengetahui kalau Nina memiliki perangai yang bertolak belakang, alim di rumah tetapi ‘ratu gaul’ di luar.
Sekolah Nina kedatangan seorang murid baru berwajah tampan yang bernama Bagus Raditya (Doly Indra Permana). Selain wajah tampannya, sikapnya yang cool langsung menyita perhatian murid-murid perempuan di sekolah tersebut, tak terkecuali Nina. Nina jatuh hati tetapi belaga sok jaim dihadapan semua orang kecuali sahabat-sahabatnya, Cecil (Widaningsih), Tari (Arini Astari) dan Lusi (Cynthia Apsari). Sementara di tempat lain, Bianca, saingan Nina di sekolah, juga sibuk mencari cara mendapatkan Adit. Bianca tak mau kalah bersaing dengan Nina.
Kehadiran Adit mengganggu Robin yang selama ini mengincar Nina sejak kelas satu. Peluangnya mendapatkan Nina tentu semakin kecil dengan adanya Adit. Bianca yang menyadari hal ini memanfaatkan situasi dengan mengajak Robin bertaruh, ia mengincar Adit sementara Robin harus mendapatkan Nina. Robin jelas gengsi dan menerima tantangan tersebut.
Satu malam Nina kembali membuat ulah. Berlagak hendak mengerjakan PR, ia menolak ajakan orang tuanya untuk makan malam di luar rumah. Padahal itu hanya alasan agar ia bisa pergi bersama genk-nya menonton premiere film bintang favoritnya. Sepeninggalan orang tuanya, Nina pun berdandan funky dan menyelinap keluar rumah. Di bioskop tempatnya menonton, satu hal tak terduga terjadi. Keesokan harinya Nina pucat melihat wajahnya dengan dandanan modis terpampang jelas di sebuah surat kabar yang sedang dibaca ayahnya.[3]
Pemeran
Kontroversi
Bunglon memperoleh kecaman dari masyarakat karena ceritanya yang terlalu mengada-ada, menjungkirbalikkan norma kehidupan dan pola pengasuhan, dan menonjolkan nilai-nilai antisosial. Di dalam sinetron ini, remaja perempuan digambarkan sebagai pelaku dan korban kekerasan, dan kekerasan yang ditunjukkan menjurus ke arah tindak kriminal serta terjadi di dalam rangkaian kekerasan yang tidak ada putusnya.[4] Terdapat adegan pelecehan seksual yang ditampilkan tanpa resistansi dan bahkan digambarkan sebagai perilaku yang layak.[4] Enam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anak dan remaja, yaitu Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Aliansi Masyarakat Anti Pornografi (AMAP), Kritis Media untuk Anak (KIDIA), Media Ramah Keluarga (Marka), Media Watch and Consumer Center (MWCC), dan Yayasan Kita dan Buah Hati mengeluarkan pernyataan untuk menghentikan penayangan sinetron ini.[5] Ini merupakan salah satu kasus resistensi masyarakat yang jarang terjadi pada industri sinetron di Indonesia.[4] Oleh karena itu, penayangan sinetron ini telah dihentikan.
Referensi
Pranala luar