Bulakparen adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Wilayah Bulakparen dilintasi jalur Pantai Utara Jawa serta dua jalur lintasan rel kereta api Cirebon - Semarang.
Desa Bulakparen memiliki wilayah yang luasnya 229,04 Ha.
Batas Wilayah
> Utara : Desa Kluwut
> Selatan : Desa Kemurang
> Barat : Desa Cimohong
> Timur : Desa Kluwut
Demografi Desa
Sebagian besar penduduk Desa Bulakparen adalah petani dan peternak dimana peternakan yang ada di Desa Bulakparen adalah kambing, sapi, dan ayam.
Jumlah penduduk yang ada di Desa Bulakparen adalah sebagai berikut :
- Laki-laki : 2,430 jiwa
- Perempuan : 2,277 jiwa
- Usia 0-15 : 950 jiwa
- Usia 15-65 : 2,426 jiwa
- Usia >65 : 203 jiwa
- Total Penduduk : 4,707 jiwa
Mayoritas pekerjaan masyarakat Desa Bulakparen adalah wiraswasta.
Iklim Desa Bulakparen sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai Iklim Kemarau dan Penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Bulakparen, Kecamatan Bulakamba. (Sumber : https://bulakparen.desa.id/demografi)
Asal Usul
Pada awalnya Desa Bulakparen merupakan hutan belantaran , pada tahun kurang lebih 1808 M datanglah seorang bernama Gayor pemuda asal Moga (Pemalang), yang sedang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu di cirebon,namun dalam perjalanan istirahat di kawadanan Tanjung tepatnya di Desa Sidakaton karena kehabisan bekal.
Karena kembali pulang ke Moga juga tak mungkin akhirnya menikah dengan seorang gadis bernama Nur Awes dan di karuniai dua orang putri bernama Pariyah dan Darmiyah.
Suatu ketika Gayor teringat pada kedua orang tuanya yang di tinggalkan di Moga dan bermaksud untuk mengunjungi orang tuanya, maka pamitlah Gayor kepada istri dan kedua anaknya untuk mengunjungi orang tuanya di Moga.
Dalam perjalanan merasa kelelahan dan beristirahat di sebuah tempat di sebuah tempat Bulakan ( Tanah Lapang ) yang di kelilingi hutan belantaran dan di Bulakan tersebut di tumbuhi Paren ( Sejenis Pare yang tidak bisa di konsumsi ), akhirnya Gayor mempunyai inisiatif untuk mencoba mengolah lahan dengan di tanami jagung serta sejenis Palawija lainnya dan ternyata tumbuh subur.
Terpikirlah Gayor untuk menetap di lahan tersebut serta pada akhirnya di buatlah Gubug untuk tempat istirahat/tidur yang konon dari cerita-cerita orang tua gubug tersebut terletak di sebelah barat daya Makam.
Singkat cerita Gayor tak kunjung pulang ke anak istrinya ataupun ke rumah orang tuanya karena bercocok tanam selama tiga musim tanam. Karena Gayor tak kunjung pulang terpikirlah sang istri Gayor (Nur Awes) untuk menyusul Gayor ke rumah orang tuanya di Moga bersama anaknya. Dalam perjalanan bersama kedua anaknya Nur Awes menemukan sebuah gubug dan bermaksud untuk numpang istirahat di gubug tersebut, diketuklah pintu gubug tersebut dengan mengucap salam, betapa terkejutnya Nur Awes beserta kedua anaknya saat tahu yang membukakan pintu ternyata suaminya, terjadilah pertemuan yang membahagiakan satu keluarga, akhirnya keluarga Gayor memutuskan untuk menetap di gubug tersebut.
Karena menetap di lahan yang subur maka di ajaklah saudara saudara Nur Awes sebanyak enam keluarga untuk ikut menetap di tanah Bulakan tersebut untuk bercocok tanam, dan pada akhirnya Gayor memberi nama tersebut dengan nama Bulakparen.
Konon yang sekarang wilayah RT 01 RW 01 ada tanah gundukan untuk pertapaan orang-orang Bulakmelati (sebuah desa yang terletak di sawah gragas) dan keluarga Gayor, karena sering bolak balik ke tanah gundukan tersebut Gayor membuat rumah di sekitar tanah gundukan tersebut untuk beristirahat keluarga Gayor dan orang-orang Bulakmelati.
Singkat cerita terjadi penggabungan antara tiga wilayah yaitu Desa Bulakmelati dengan wilayah gundukan dan wilayah tempat tinggal Gayor dan gabungan wilayah tersebut di namai Bulakparen.
Gayor adalah orang terkaya di wilayah tersebut sehingga disepakati untuk dijadikan kuwu, beliau mempunyai dua pekerja untuk membantu bekerja di rumah yang bernama Sabrini dan Mertayudha (Paman dan Ponakan) yang berasal dari Dukuh Salam kabupaten Tegal yang pada saat itu juga ceritanya sama yaitu bertujuan menuntut ilmu di Cirebon namun sesampai di desa Kluwut kehabisan bekal, beruntung Sabrini dan Mertayudha bertemu dengan kasim yang bekerja sebagai tukang anco, di ajaklah keduanya untuk bermalam di rumah Kasim. Dalam obrolan malam itu kedua pemuda berniat mencari pekerjakan di wilayah tersebut. Kasim memberikan jalan keluar untuk membawa kedua pemuda tersebut bekerja di Gayor, diterimalah keduanya bekerja sebagai pembantu di rumah Gayor. Sebelum meninggal dunia beliau mengankat kedua pembantunya tersebut untuk menjadi menantunya, kedua anaknyapun menerima keputusan Bapaknya. Terjadilah pernikahan kedua anak mbah Gayor yaitu Darmiah menikah dengan Sarbini serta anak kedua yaitu Priyah dengan Mertayudha.
Beberapa tahun kemudian Mbah Gayor meninggal dunia jabatan kepala desa pun kosong, sedangkan kedua menantunya bersama disepakatilah untuk mengangkat kasim sebagai kepala desa karena jasa beliau menolong Sabrini dan Mertayudha.
Walaupun tidak berpendidikan tapi berkat kejujuran dan keikhlasan kasim dalam menjalankan tugas Bulakparen mengalami perkembangan dan bisa bersaing dengan Desa-desa lainnya pada saat itu. (Sumber : https://bulakparen.desa.id/demografi)
Pranala luar