Biopestisida ialah agen biologi atau produk-produk alam yang digunakan untuk mengontrol hama pada tanaman, yaitu sebagai antimikroba, antioksidan, antivirus, dan antijamur. Biopestisida atau pestisida organik dibuat menggunakan bahan alami. Biopestisida bekerja dengan menghambat pertumbuhan organisme patogen dan menghambat proses replika virus pada tanaman. Alternatif penggunaan biopestisida mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan lingkungan, dan bahaya kesehatan tubuh[1][2][3]
Sejarah
Penggunaan pestisida kimia atau bahan kimia lain banyak dikurangi berkaitan dengan efek negatif yang dapat berakibat fatal terhadap manusia dan juga lingkungan ditimbulkan akibat penggunaannya. Biopestisida diperkenalkan sebagai alternatif cara baru menangani hama yang lebih ekologis, murah, serta dapat diterima oleh para petani, yang tidak memiliki dampak negatif seperti pestisida kimia. Dalam pembuatan pestisida pengganti pestisida kimia, ilmu bioteknologi banyak berperan untuk membuat pestisida dari tanaman, pestisida dari mikrob, biokontrol, penggunaan feromon dan atraktan dalam pengontrolan hama, tanaman terproteksi/ plant-incorporated protectants (PIPs)/ GMO crops.[4]
Macam-macam biopestisida
Pestisida dari tanaman
Pestisida dari tanaman adalah pestisida yang berasal dari ekstrak tumbuhan. Pestisida jenis ini hanya terbatas dalam membunuh beberapa jenis hama, seperti belalang, kutu daun dan ulat. Selain itu, terdapat batasan penggunaan dari pestisida ini karena efek yang lambat dari penggunaan pestisida ini. Sehingga banyak petani yang mencampurkannya dengan pestisida kimia dan bila ini terjadi, tujuan kita untuk mengurangi pestisida kimia tidak terjadi dan dampak negatif dari pestisida kimia tetap akan ada. Selain itu, penggunan ekstrak tumbuhan sebagai pestisida banyak dilakukan tetapi di lain pihak masih terdapat kekurangan pengembangan tumbuhan tersebut sebagai komersial produknya dan sering kali ekstrak dari tumbuhan kurang stabil sedangkan dibutuhkan yang stabil.
Pestisida dari Mikroba
Mikrob yang biasa digunakan sebagai pestisida adalah cendawan, bakteri, virus, dan protozoa yang mampu membunuh penyakit spesifik yang disebabkan oleh mikrob, nematoda, dan hama serangga. Selain itu, mampu meningkatkan pertumbuhan dari tanaman sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan dari pestisida ini potensial untuk mendapatkan pertanian yang ramah lingkungan. Entomopatogenik virus, bakteria, fungi dan protozoans banyak digunakan untuk melawan hama lepidopteran. Contohnya:
Agen Biokontrol
Salah satu cara biokontrol adalah dengan memberikan musuh alami.
- Penggunaan Feromon dan Atraktan dalam Pengontrolan Hama
Feromon dalam pengontrolan hama adalah dengan mengganggu dari perkawinan serangga dengan cara memperlakukan tanaman dengan feromon yang tepat dan hal ini akan menyebabkan serangga jantan tak dapat memanggil serangga betina sehingga perkawinan akan ditekan. Prinsip utamanya adalah menjaga agar feromon yang ada tetap dalam konsentrasi tinggi dan waktu kawain dari serangga juga perlu diketahui agar hasil lebih maksimal.
Materi genetik yang berkaitan dengan produksi dari zat pestisida dimasukkan ke dalam genom dari tanaman target yang dapat menghancurkan hama tanaman. Sebagai contoh adalah gen yang memproduksi protein Bacillus thuringiensis (BT), pestisida yang diperkenalkan di kapas yang akan membuat tanaman tersebut tahan terhadap serangan hama.[5]
Keuntungan penggunaan
Keuntungan menggunakan biopestisida diantaranya, menjaga kesehatan tanah dan mempertahankan hidupnya dengan meningkatkan bahan organik tanah, spesies tertentu yang digunakan aman baik sebagai musuh alami dan organisme non target, biopestisida tidak terlalu beracun seperti pestisida kimia sehingga aman untuk lingkungan, pestisida mikrob mengandalkan senyawa biokimia potensial yang disintesis oleh mikrob, hanya dibutuhkan dalam jumlah terbatas, dan mudah membusuk sehingga dapat mengurangi pencemaran[4]
Batasan
Biopestisida memiliki beberapa batasan diantaranya, dampak manfaatnya tidak terlihat langsung, tidak ada standar yang dianjurkan, kurang tahan lama, distribusi yang lambat dari penelitian terbaru, masalah harga/permintaan/pasokan[4]
Terdapat kebutuhan dalam mengembangkan teknologi baru dalam mengurangi penggunaan bahan kimia. Pendekatan bioteknologi dapat dilakukan dengan menggunakan data-data yang tersedia.
Penggunaan organisme tertentu harus diidentifikasi, teknologi produksi dan formulasi yang cocok dikembangkan dan dikomersilkan. Penggunaan P. fluorescens dan P. lilacinus dalam mengontrol nematode harus ditingkatkan karena lebih aman dan tidak tersedianya nematisida di negara-negara. Diperlukan penelitian juga mengenai pengontrolan nematoda serta teknologinya.
Augmentasi dari agen biokontrol seperti Trichoderma adalah teknologi yang telah teruji dan tanggapan petani juga meningkat. Laboratorium biokontrol harus bisa mendorong untuk lebih memperkenalkan manfaatnya dan menjamin pasokannya. Meskipun spesies musuh alami dari hama beras telah dikenal dalam program biokontrol, masih diperlukan pendekatan praktis terhadap petani.
Penggunaan feromon sebagai agen biokontrol perlu dikembangkan lagi dengan mempertimbangkan zona iklim dan masa kawin. Data mengenai feromon dapat berguna untuk waktu dari reproduksi dan pelepasan telur parasit.
Laboratorium bioteknologi telah mengembangkan tanaman Genetically Modified Organism (GMO) untuk mengatasi hama tetapi masih kurang diterima dan didukung secara legal. Oleh karenanya diperlukan penelitian lebih saksama baik terhadap lingkungan, masalah keanekaragaman hayati, dll. Pertanian skala kecil yang dilakukan dalam jangka waktu lama dapat dilakukan untuk meyakinkan biosafety dari tanaman GMO tersebut.
Referensi
- ^ Yusup, Iwan Ridwan; Kurniawan, Dwi; Julianti, Dwi Ratna; Fakhriah, Lia; Awalliyah, Lita Nurul (2021). "BIOPESTISIDA DARI EKSTRAK DEDAUNAN UNTUK MEMBASMI HAMA TANAMAN DI JAWA BARAT". AGROTEK: Jurnal Ilmiah Ilmu Pertanian (dalam bahasa Inggris). 5 (2): 24–29. doi:10.33096/agrotek.v5i2.164. ISSN 2581-3021.
- ^ "Bailey A, Chandler A, Grant WP, Greaves J, Prince G, Tatchell M. 2010. Biopesticides: Pest Management and Regulation. Oxford: CABI".
- ^ Budiman, Arief; Suyono, Eko Agus; Dewayanto, Nugroho; Dewati, Putri Restu; Pradana, Yano Surya; Widawati, Teta Fathya (2023). Biorefinery Mikroalga. Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786233591201.
- ^ a b c d "David BV. 2008. Biotechnological approached in IPM and their impact on environment. J Biopest. 1:1-5" (PDF).
- ^ "Joshi SR. 2006. Biopesticides: A Biotechnological Approach. New Delhi: New Age".
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|
Lain-lain | |
---|