Benteng Tujuh Lapis

Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Cagar budaya Indonesia
PeringkatProvinsi
KategoriSitus
No. RegnasRNCB.20190918.04.001658
Lokasi
keberadaan
Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Riau
Tanggal SK2017
PemilikPemda Rokan Hulu
PengelolaPemda Rokan Hulu
Benteng Tujuh Lapis di Indonesia Riau
Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu
Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu
Lokasi Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu di Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu

Benteng Tujuh Lapis merupakan sebuah benteng yang berada di Desa Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Benteng Tujuh Lapis ini dibangun pada tahun 1835 oleh Tuanku Tambusai yang berfungsi sebagai basis pertahanan terhadap perlawanan penjajahan Belanda. Mulanya, benteng ini dinamakan Kubu Aur Duri, karena parit dan tanggul pertahanan benteng ini diperkuat dengan aur berduri (jenis bambu berduri). Kubu[1] yang dimaksud diartikan sebagai tempat pertahanan yang diperkuat dengan pagar-pagar pertahanan.

Sejarah

Sejarah pembangunan hingga pertempuran di Benteng Tujuh Lapis ini terkait dengan Tuanku Tambusai, salah satu tokoh Perang Paderi bersama dengan Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, Haji Miskin, Haji Piobang, serta Haji Sumanik. Selain itu, bersamaan pula dibangun beberapa benteng lainnya seperti Kubu Baling-baling, Kubu Gedung dan Kubu Talikemain. Semua kubu ini dipersiapkan sebagai kubu pembantu dalam persiapan melawan penjajah. Masing-masing kubu saling mendukung satu sama lainnya. Khusus Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu, telah berkali-kali diserang oleh pihak Belanda, namun selalu gagal untuk ditaklukan.[2]

Pertempuran Memperebutkan Benteng Tujuh Lapis

Pada tanggal 27 November 1837, Kolonel Michiels diangkat menjadi Gubernur Militer baru untuk menghadapi Tuanku Tambusai. Kuatnya pertahanan Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu, maka Kolonel Michiels meminta bantuan pasukan dari Batavia. Pasukan bantuan ini terdiri dari empat kompi dari pasukan Batalyon ke-6 dan dibantu pasukan pribumi yang berpihak kepada Belanda. Beberapa perwira lainnya ikut membantu Koloel Michiels adalah Mayor Bethoven yang bergerak dari Lubuk Sikaping sebanyak 1.500 pasukan, serta Mayor Westenberg bergerak ke arah Portibi beserta dua kompi yang dibantu pasukan pribumi.[3]

Dalam surat laporan Kolonel Michiels kepada atasannya tertanggal 12 Februari 1839, korban-korban dipihak mereka sendiri dalam penyerangan ke Dalu-dalu adalah tewasnya Mayor Bethoven dan Kapten Schaen, lalu Mayor Westenberg dan Mayor Hoevel yang terluka. Kolonel Michiels akhirnya berhasil merebut Benteng Dalu-dalu pada 28 Desember 1838, namun Tuanku Tambusai berhasil melarikan diri dan pergi menuju Semenanjung Malaya. Beliau meninggal dunia di Malaysia pada tahun 1882 dan dimakamkan di Resah, Seremban, Malaysia.[3]

Bentuk Fisik & Sistem Pertahanan

Kawasan benteng ini berbentuk persegi empat. Didalam benteng merupakan tempat tinggal para pejuang untuk melawan penjajah. Pintu gerbang benteng dibangun tiga lapis yang terbuat dari papan tebal, dan papan tersebut diberi lubang pengintaian sebagai tempat untuk menembak sasaran. Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu memiliki kawasan pertahanan dengan luas 105.000 meter kubik serta memiliki ukuran panjang 350 meter dan lebar 300 meter.[4]

Secara fisik, benteng ini terdiri dari tujuh lapis gundukan tanah dengan ketinggian 3 sampai dengan 5 meter. Terdapat juga kubu yang diisi dengan aliran air dengan kedalaman parit kurang lebih 8 hingga 10 meter. Tiap kubu atau gundukan tanah terdapat parit yang memiliki lebar bervariasi dengan lebar 5 hingga 20 meter. Parit-parit tersebut bertujuan untuk menghalangi pergerakan musuh yang menyerang. Antar parit atau kubu juga dihubungkan jalan pintas agar memudahkan pergerakan pejuang saat bertahan.

Secara geografis, benteng ini terletak diantara aliran sungai dan lereng bukit. Disekeliling benteng ditanami bambu berduri dan sebagiannya juga dibangun gardu-gardu penjaga yang berguna untuk menghalau benteng dari pengintaian luar. Bagian belakang benteng berhadapan dengan Sungai Batang Sosah yang sekaligus menjadi jalur alternatif penyelamatan diri bila terdesak.

Benteng Tujuh Lapis dipertahankan oleh 14 meriam, 300 bedil (senapan api), 500 pound peluru dan persedian beras yang banyak. Diketahui dari catatan laporan, Benteng Tujuh Lapis disebut sebagai benteng yang kuat, sebagaimana berikut:[5]

Benteng yang ada di Dalu-dalu adalah benteng yang paling baik dan paling teratur kepunyaan orang Indonesia yang pernah dijumpai pada zaman itu

— Kolonel Michiels, H. Moh. Said berdasarkan penulis E.B. Kielstra, diambil dalam catatan laporan Kolonel Michiels

Cagar Budaya

Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu hingga saat ini berstatus objek yang terdaftar lolos verifikasi untuk situs cagar budaya, dan sedang dilanjutkan dalam tahap kajian dan penilaian oleh tim ahli.

Lihat pula

Referensi

Catatan Kaki

  1. ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2019-02-20. 
  2. ^ Benteng Tujug Lapis Dalu-Dalu (PDF) (Laporan). Batusangkar, Sumatera Barat: Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. 2014. hlm. 3. Diakses tanggal 19 Februari 2019. 
  3. ^ a b Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu (PDF) (Laporan). Batusangkar, Sumatera Barat: Balai Pelestarian Cagar Budaya. 2014. hlm. 04. Diakses tanggal 19 Februari 2019. 
  4. ^ "Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya". cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2019-02-20. [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Perang Tuanku Tambusai, Sang Harimau Rokan melawan penjajahan Belanda : dalam perspektif kebangsaan Indonesia (edisi ke-Cetakan pertama). Jagakarsa, Jakarta Selatan. 2015. hlm. 18. ISBN 9789790652460. OCLC 931505542.