Benteng Inong Balee adalah terletak di sebuah bukit kecil di sepanjang Teluk Krueng Raya yang menghadap ke Samudra India. Benteng ini dibangun pada tahun 1599 oleh Malahayati, seorang perempuan pejuang Aceh, untuk menampung tentara Inong Balee. Selain sebagai sebuah benteng, Benteng Inong Balee juga berfungsi sebagai akomodasi bagi janda yang suaminya terbunuh dalam pertempuran, dan juga sebagai fasilitas pelatihan militer bagi Malahayati melatih tentara wanita Kerajaan Aceh, dan sebagai sebuah pusat logistik militer. Lokasinya yang strategis diatas bukit - sekitar 100 meter di atas permukaan laut - benteng tersebut memiliki pandangan tanpa hambatan terhadap semua kapal yang masuk ke pelabuhan Kesultanan Aceh. Oleh karena itu, tentara Inong Balee dapat dengan mudah menyerang kapal perang Portugis dan Belanda.[1]
Saat benteng baru dibangun, tentara Inong Balee hanya terdiri dari sekitar 1.000 janda yang suaminya meninggal dalam pertempuran melawan Portugis di Laut Haru. Kemudian tentara janda ini ditambah oleh Keumalahayati menjadi sekitar 2.000 tentara, termasuk gadis-gadis muda yang ingin memperjuangkan Aceh.
Menurut perkiraan yang dibuat oleh Badan Arkeologi Medan, benteng ini memiliki struktur persegi panjang berukuran sekitar 60 m x 40 m dengan dinding batu melingkar setebal 2 meter dan tinggi 2,5 meter. Pada dinding terdapat lubang setengah lingkaran yang langsung menghadap teluk. Saat ini terdapat sisa-sisa dinding barat dengan 4 loop, bagian dinding utara dan bagian fondasi struktur timur. Walaupun saat ini bentuknya hanya berupa sisa-sisa reruntuhan, pengunjung tetap bisa menikmati pemandangan Teluk Krueng Raya dan Pelabuhan Malahayati yang mengesankan. Di samping Benteng Inong Balee dan makam Laksamana Malahayati, sisa sisa tentara Inong Balee di sekitar benteng adalah desa Inong Balee, atau dikenal dengan Desa Janda.