Benny Arnas (lahir 8 Mei 1983) adalah penulis 31 buku lintas genre—novel, cerpen, puisi, esai, catatan perjalanan, dan naskah lakon. Baginya, persiapan menulis yang sabar dan terukur adalah jalan pembuka bagi penulisan yang cepat, bernas, produktif, dan kreatif.
Ia menyukai petualangan, bertemu orang baru, procoffeenated, dan mewajibkan dirinya menulis esai tiap kali dalam perjalanan. Meskipun baru menulis pada usia 25 tahun (tahun 2008), Benny berakselerasi lewat cerpen dan esainya yang tersebar di Kompas, Tempo, Republika, Jawa Pos, Media Indonesia, Horison, dll. dalam dua tahun proses kreatifnya.
Sejauh ini, ia telah menulis tiga versi novel atas film-film layar lebar;
Benny Arnas lahir di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, 8 Mei 1983. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, Benny mengambil keputusan berani dengan menjadi seorang penulis, sutradara teater, hingga produser pementasan, sebagai jalan hidupnya. Di kampung halamannya, apa yang dilakukan anak pertama kerap dijadikan contoh bagi adik-adiknya. Langkah itu sempat tidak mendapat respons positif keluarga, sebelum ia mengumrohkan kakeknya pada 2009 lewat hadiah lomba menulis yang diadakan Mizan dan Republika. Sebagaimana dirinya yang bergelut dengan dunia kreatif, adik keduanya menempuh jalur musik dan adik ketiganya memilih film sebagai pilihan masa depan. Tak satu pun dari mereka yang mengikuti jalan sang ayah sebagai (pensiunan) PNS. Seiring waktu, keluarganya menerima jalur kreatif yang dipilih anak-anaknya—tentu saja dengan Benny Arnas sebagai pembuka jalannya.
Kehidupan masa kecil hingga saat ini
Masa kecil Benny cukup berwarna. Tinggal di lingkungan dengan penduduk yang berasal dari berbagai suku dan agama di bantaran Sungai Kelingi, Benny dan keluarga bisa menjalani kehidupan dengan rukun. Ketika duduk di angku SD, Benny menjadi pemulung demi bisa menyewa lebih banyak buku di kios penyewaan buku di Ulaksurung. Bacaan favorit masa kecil-remajanya adalah komik Petruk-Gareng, seri novel Wiro Sableng, Bong Bini, dan seri novel silat karya Asmaraman S. Kho Ping Ho. Ketika remaja ia sempat menuliskan hasil perjalanannya keliling kampung dengan berjalan kaki tiap pulang sekolah hingga menjelang Magrib, namun tak pernah ia publikasikan.
Keluarga dan karier
Tahun 2008, pada tahun awal menulisnya, Benny mendirikan sekaligus menjadi ketua pertama Forum Lingkar Pena (FLP) di Lubuklinggau.[ https://flpsumut.wordpress.com/2010/06/23/fenomena-benny-arnas-antara-produktivitas-dan-kreativitas/ ] Tahun 2009, amanah itu diteruskan Desy Arisandi, seorang guru bahasa Indonesia di pedalaman Musirawas. Tahun 2010 Benny dan Desy memutuskan menyatukan kekuatan mereka dengan memasuki babak baru yang bernama rumahtangga. Sejak 2012 mereka berdua mengelola Benny Institute, komunitas kebudayaan yang membuka taman bacaan terbuka, kelas menulis dan seni peran gratis, dan rutin menyelenggarakan diskusi, lokakarya, dan pertunjukan di Lubuklinggau.[ www.bennyinstitute.com
] Di rumahnya, bersama mesin tik tua, ilustrasi isi dan sampul bukunya yang dibingkia dalam ukuran besar, buku-buku disusun menyerupai menara, menjadi hiasan di atas meja dan lemari, di sudut ruangan, hingga menjadi penyekat ruangan. Hal itu dilakukan, sebab bagi mereka, buku bukan hanya sumber ilmu, tapi juga peranti kenyamanan hidup seseorang. Semakin sering seeorang dijejali (pemandangan) buku, semakin terpantik rasa penasarannya. Kini, ia dan istrinya sedang mengerjakan proyek untuk ketiga putri mereka; menulis-terbitkan buku cerita anak.
Benny Institute
Lewat komunitas kebudayaan yang ia dirikan pada 2012, Benny Arnas menjadi penggerak literasi di Lubuklinggau. Lubuklinggau Writing Festival, Lubuklinggau Short Movie Festival, Benny Institute Writing Class, Benny Institute Acting Class, Benny Institute Goes to School, penerbitan karya-karya (penulis) lokal, pementasan teater dan pertunjukan kebudayaan, serta sejumlah kelas kreatif (fotografi, videografi, wicara publik, seni peran, dan tentu saja menulis kreatif) yang merupakan kegiatan rutin yang membuat literasi di Lubuklinggau terus bergeliat.[ https://www.youtube.com/@BennyInstituteYT ] Kiprahnya di bidang kebudayaan, dunia kreatif, dan literasi, dapat diakses di www.bennyinstitute.com atau Youtube Benny Institute. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan membawanya dalam perjalanan dan residensi kreatif di 22 negara (data per Mei 2023).
Prestasi dan penghargaan
Atas dukungan sponsor, Benny Arnas melakukan lawatan ke Uni Emirat Arab (2015 & 2022), Australia, Selandia Baru (2016), Perancis, Jerman, Austria, Slovenia, Kroasia, Hungaria, Slovakia, Ceko, Belanda, Belgia, Spanyol, dan Portugal, dalam rangka riset novel-perjalanan (April-Mei 2019), Malaysia (2019 & 2020), Thailand dan Pakistan (2019), Turki (2022);
Juara I Naskah Kajian Literasi Berbasis Konten Lokal lewat naskah Dian Linggau: Dari Belalau hingga Milan (Perpusnas Press, 2022);
Juara I Lomba Menulis Novel Tingkat Nasional tentang Kanjeng Nabi Muhammad lewat novel Kayu Lapuk Membuat Kapal (Diva Press, 2021);
Pemenang Lomba Menulis Artikel Pendidikan dan Kebudayaan di Media Massa oleh Kemendikbud lewat esai “Transformasi Perpustakaan Tupperware” (2020);
Sastrawan Terpilih dalam Program Badan Bahasa Sastrawan Berkarya di Wilayah 3T; Seram Bagian Barat (2018) dan melahirkan buku catatan perjalanan Berburu Suami (Badan Bahasa, 2018);
Sastrawan Terpilih dalam Program Direktorat Kesenian Seniman Mengajar (2017) dan melahirkan buku Panca Mukti Setelah Petang (Benny Institute-Kemdikbud, 2017
Sastrawan Terpilih dalam Cultural Activist to New Zealand (2016) dengan menghasilkan 21 catatan perjalanan yang diterbitkan di Harian Berita Pagi (sepanjang 2017) dan terangkum dalam bunga rampai tulisan dwibahasa Semua Burung Berjalan Kaki di Auckland/The Birds Walking in Auckland (manuskrip)
Pemenang Unggulan Sayembara Novel DKJ lewat novel Curriculum Vitae: Seratus Enam Urusan, Sembilan Puluh Perumpamaan, Sebelas Tokoh, Sepasang Kegembiraan (2016)
Nominasi Kusala Sastra Khatulistiwa sebagai Karya Prosa Terbaik lewat Novel Tanjung Luka (2016)
Nominasi Kusala Sastra Khatulistiwa sebagai Karya Prosa Terbaik lewat Kumpulan Cerpen Cinta Tak Pernah Tua (2015)
Anugerah Sastra Balai Bahasa Sumatera Selatan untuk cerpen Bunga Kecubung Bergaun Susu (2014)
Anugera Pena Kategori Penulis Cerpen Terpuji lewat kumpulan cerpen Bulan Celurit Api (2013)
Penulis Fiksi Terbaik Kemenparekraf lewat cerpen Air Akar (2012)
Penulis Cerpen Terpilih JILFEST lewat cerpen Palung Bunga dan Jackarta de Marselamah (2011)
Emerging Writers dalam Ubud Writers & Readers Festival (2010)
Krakatau Award lewat cerpen Taman Pohon Ibu (2010)
Krakatau Award lewat puisi Perempuan yang Dihamili oleh Angin (2009)
Anugerah Kebudayaan Batanghari Sembilan dari Gubernur Sumatera Selatan (2009)
Penulis Kisah Inspiratif Terbaik – MIZAN & Republika lewat cerita “11 Potong Cerita Neknang” (2009)
Anugerah Sastra Melayu Radar Pat Petulai lewat cerpen “Perempuan Bukit Batu” (2009)
Penulis Esai Terbaik FLP Sumsel lewat esai “Masih Ado Sah Mah Urang Bantuak Itu” (2008)
Telah menulis 175 cerpen, esai, puisi, dan catatan perjalanan yang tersebar di Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Jawa Pos, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Post, Padang Ekspress, Koran Jakarta, Berita Pagi, Sumatera Ekspress, dll. (Kliping karya-karya di atas dapat dilacak di portal media bersangkutan atau portal sastra lakonhidup.com, tukangkliping.com, sriti.com, galerikaryaflp.blogspot.com, lampungpost.com, dll.)
Story by 5
Sebagai penulis murni otodidak, Benny tidak pernah merasa perlu mengikuti kelas menulis, apalagi menulis dengan formula ini-itu.
Pada 2012-2013, Benny merasa, “bersinar sendirian” di kampung halaman (Lubuklinggau) ternyata tidak semenyenangkan pada mulanya. Ia kesulitan menemukan rekan-rekan, baik penulis ataupun mereka yang suka membaca, yang bisa diajak berdiskusi. Kalau keadaan tersebut berlarut-larut, Benny yakin, energi menulisnya akan terkuras sia-sia karena lingkungan yang jauh dari literat.
Tahun 2013 (sampai sekarang), ia merilis Linggau Writing Class (pada 2017, berubah nama menjadi Benny Institute Writing Class). Benny pun banyak berbagi tentang kepenulisan di sana. Tentang proses kreatif, termasuk tips dan trik dalam menghadapi kesulitan menulis, menembus media massa, dan lain sebagainya. Hasilnya? Ada yang “jadi”. Tapi yang “tidak jadi” jauh lebih banyak.
Saat itulah, Benny menyadari, bahwa tak semua orang seberbakat dirinya dalam menulis. Tak semua orang bisa menulis dengan sekadar mendengarkan cerita proses kreatif yang sifatnya sangat personal.
Tahun 2019, Benny berpikir keras. Menurutnya, harus ada formula yang bisa dipelajari dan diikuti oleh mereka yang “kurang berbakat” atau yang kesulitan menulis karya bagus secara otodidak. Tahun 2020, setelah uji coba satu tahun, Story by 5-, demikian formula menulis itu ia namai, dirilis dalam kelas yang diselenggarakan secara daring di masa pandemi.
Kelas ini ternyata mendapatkan antusiasme peserta yang sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan beragamnya latar belakang peserta, baik secara usia (13–70 tahun), pekerjaan, hingga asal (geografis) seperti Selandia Baru, Qatar, Turki, Taiwan, Malaysia, Australia.
Hingga angkatan ke-6 (Februari 2022), banyak peserta yang sudah terbantu oleh kelas yang kemudian lebih popular disebut Kelas Menulis ala Benny Arnas atau Kelas Story by 5, di antaranya South East Asia Qitep in Language (Seaqil) yang mempercayakan dirinya mengampu kelas menulis kreatif bagi mahasiswa-mahasidswa pilihan di Asia Tenggara sejak tahun 2020 dan Taman Budaya Sumatera Barat yang menghadirkannya sebagai narasumber utama lokakarya menulis novel setiap tahunnya sejak tahun 2021.
Esai-esai alumni kelas tersebut berhasil menembus penerbit mayor, memenangkan kompetisi tingkat nasional, hingga dimuat Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, dan media massa daring seperti detik.com dan basabasi.co. Informasi lengkap tentang kelas ini terdokumentasi di Instagram @story.by5.