Benny Arnas
Benny Arnas (lahir 8 Mei 1983) adalah penulis 31 buku lintas genre—novel, cerpen, puisi, esai, catatan perjalanan, dan naskah lakon. Baginya, persiapan menulis yang sabar dan terukur adalah jalan pembuka bagi penulisan yang cepat, bernas, produktif, dan kreatif. Ia menyukai petualangan, bertemu orang baru, procoffeenated, dan mewajibkan dirinya menulis esai tiap kali dalam perjalanan. Meskipun baru menulis pada usia 25 tahun (tahun 2008), Benny berakselerasi lewat cerpen dan esainya yang tersebar di Kompas, Tempo, Republika, Jawa Pos, Media Indonesia, Horison, dll. dalam dua tahun proses kreatifnya. Sejauh ini, ia telah menulis tiga versi novel atas film-film layar lebar;
Dan sebuah cerpen yang dialihwana ke film pendek, yaitu:
Semua karya sastra dan esai kebudayaannya dapat diakses di www.bennyarnas.com[ www.bennyarnas.com ] atau Youtube Benny Arnas.[ https://www.youtube.com/channel/UCNhjXf6Y97r9NPmSeD4yUtw ] Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan membawanya dalam perjalanan dan residensi kreatif di Selandia Baru, Uni Emirat Arab, Australia, Prancis, Jerman, Austria, Slovenia, Hungaria, Kroasia, Spanyol, Portugal, Malaysia, Thailand, Pakistan, Turki, Ceko, Belanda, Belgia, Swiss, dan Italia. Selayang pandangBenny Arnas lahir di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, 8 Mei 1983. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, Benny mengambil keputusan berani dengan menjadi seorang penulis, sutradara teater, hingga produser pementasan, sebagai jalan hidupnya. Di kampung halamannya, apa yang dilakukan anak pertama kerap dijadikan contoh bagi adik-adiknya. Langkah itu sempat tidak mendapat respons positif keluarga, sebelum ia mengumrohkan kakeknya pada 2009 lewat hadiah lomba menulis yang diadakan Mizan dan Republika. Sebagaimana dirinya yang bergelut dengan dunia kreatif, adik keduanya menempuh jalur musik dan adik ketiganya memilih film sebagai pilihan masa depan. Tak satu pun dari mereka yang mengikuti jalan sang ayah sebagai (pensiunan) PNS. Seiring waktu, keluarganya menerima jalur kreatif yang dipilih anak-anaknya—tentu saja dengan Benny Arnas sebagai pembuka jalannya. Kehidupan masa kecil hingga saat iniMasa kecil Benny cukup berwarna. Tinggal di lingkungan dengan penduduk yang berasal dari berbagai suku dan agama di bantaran Sungai Kelingi, Benny dan keluarga bisa menjalani kehidupan dengan rukun. Ketika duduk di angku SD, Benny menjadi pemulung demi bisa menyewa lebih banyak buku di kios penyewaan buku di Ulaksurung. Bacaan favorit masa kecil-remajanya adalah komik Petruk-Gareng, seri novel Wiro Sableng, Bong Bini, dan seri novel silat karya Asmaraman S. Kho Ping Ho. Ketika remaja ia sempat menuliskan hasil perjalanannya keliling kampung dengan berjalan kaki tiap pulang sekolah hingga menjelang Magrib, namun tak pernah ia publikasikan. Keluarga dan karierTahun 2008, pada tahun awal menulisnya, Benny mendirikan sekaligus menjadi ketua pertama Forum Lingkar Pena (FLP) di Lubuklinggau.[ https://flpsumut.wordpress.com/2010/06/23/fenomena-benny-arnas-antara-produktivitas-dan-kreativitas/ ] Tahun 2009, amanah itu diteruskan Desy Arisandi, seorang guru bahasa Indonesia di pedalaman Musirawas. Tahun 2010 Benny dan Desy memutuskan menyatukan kekuatan mereka dengan memasuki babak baru yang bernama rumahtangga. Sejak 2012 mereka berdua mengelola Benny Institute, komunitas kebudayaan yang membuka taman bacaan terbuka, kelas menulis dan seni peran gratis, dan rutin menyelenggarakan diskusi, lokakarya, dan pertunjukan di Lubuklinggau.[ www.bennyinstitute.com ] Di rumahnya, bersama mesin tik tua, ilustrasi isi dan sampul bukunya yang dibingkia dalam ukuran besar, buku-buku disusun menyerupai menara, menjadi hiasan di atas meja dan lemari, di sudut ruangan, hingga menjadi penyekat ruangan. Hal itu dilakukan, sebab bagi mereka, buku bukan hanya sumber ilmu, tapi juga peranti kenyamanan hidup seseorang. Semakin sering seeorang dijejali (pemandangan) buku, semakin terpantik rasa penasarannya. Kini, ia dan istrinya sedang mengerjakan proyek untuk ketiga putri mereka; menulis-terbitkan buku cerita anak. Benny InstituteLewat komunitas kebudayaan yang ia dirikan pada 2012, Benny Arnas menjadi penggerak literasi di Lubuklinggau. Lubuklinggau Writing Festival, Lubuklinggau Short Movie Festival, Benny Institute Writing Class, Benny Institute Acting Class, Benny Institute Goes to School, penerbitan karya-karya (penulis) lokal, pementasan teater dan pertunjukan kebudayaan, serta sejumlah kelas kreatif (fotografi, videografi, wicara publik, seni peran, dan tentu saja menulis kreatif) yang merupakan kegiatan rutin yang membuat literasi di Lubuklinggau terus bergeliat.[ https://www.youtube.com/@BennyInstituteYT ] Kiprahnya di bidang kebudayaan, dunia kreatif, dan literasi, dapat diakses di www.bennyinstitute.com atau Youtube Benny Institute. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan membawanya dalam perjalanan dan residensi kreatif di 22 negara (data per Mei 2023). Prestasi dan penghargaan
Pendidikan
Karya-karya Tulis
Story by 5Sebagai penulis murni otodidak, Benny tidak pernah merasa perlu mengikuti kelas menulis, apalagi menulis dengan formula ini-itu. Pada 2012-2013, Benny merasa, “bersinar sendirian” di kampung halaman (Lubuklinggau) ternyata tidak semenyenangkan pada mulanya. Ia kesulitan menemukan rekan-rekan, baik penulis ataupun mereka yang suka membaca, yang bisa diajak berdiskusi. Kalau keadaan tersebut berlarut-larut, Benny yakin, energi menulisnya akan terkuras sia-sia karena lingkungan yang jauh dari literat. Tahun 2013 (sampai sekarang), ia merilis Linggau Writing Class (pada 2017, berubah nama menjadi Benny Institute Writing Class). Benny pun banyak berbagi tentang kepenulisan di sana. Tentang proses kreatif, termasuk tips dan trik dalam menghadapi kesulitan menulis, menembus media massa, dan lain sebagainya. Hasilnya? Ada yang “jadi”. Tapi yang “tidak jadi” jauh lebih banyak. Saat itulah, Benny menyadari, bahwa tak semua orang seberbakat dirinya dalam menulis. Tak semua orang bisa menulis dengan sekadar mendengarkan cerita proses kreatif yang sifatnya sangat personal. Tahun 2019, Benny berpikir keras. Menurutnya, harus ada formula yang bisa dipelajari dan diikuti oleh mereka yang “kurang berbakat” atau yang kesulitan menulis karya bagus secara otodidak. Tahun 2020, setelah uji coba satu tahun, Story by 5-, demikian formula menulis itu ia namai, dirilis dalam kelas yang diselenggarakan secara daring di masa pandemi. Kelas ini ternyata mendapatkan antusiasme peserta yang sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan beragamnya latar belakang peserta, baik secara usia (13–70 tahun), pekerjaan, hingga asal (geografis) seperti Selandia Baru, Qatar, Turki, Taiwan, Malaysia, Australia. Hingga angkatan ke-6 (Februari 2022), banyak peserta yang sudah terbantu oleh kelas yang kemudian lebih popular disebut Kelas Menulis ala Benny Arnas atau Kelas Story by 5, di antaranya South East Asia Qitep in Language (Seaqil) yang mempercayakan dirinya mengampu kelas menulis kreatif bagi mahasiswa-mahasidswa pilihan di Asia Tenggara sejak tahun 2020 dan Taman Budaya Sumatera Barat yang menghadirkannya sebagai narasumber utama lokakarya menulis novel setiap tahunnya sejak tahun 2021. Esai-esai alumni kelas tersebut berhasil menembus penerbit mayor, memenangkan kompetisi tingkat nasional, hingga dimuat Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, dan media massa daring seperti detik.com dan basabasi.co. Informasi lengkap tentang kelas ini terdokumentasi di Instagram @story.by5. Referensi
Pranala luar |