Benedikta Hyon Kyong-nyon

Benedikta Hyon Kyong-nyon (1793-1839) adalah martir Katolik Korea. Ia merupakan putri dari Hyon Kye-hum yang menjadi martir pada tahun 1801, dia juga menantu perempuan dari Choe Chang-hyon yang menjadi martir pada tahun 1801, dan kakak perempuan dari Karolus Hyon Song-mun yang menjadi martir pada tahun 1846.

Pada tahun 1811, Benedikta menikah dengan seorang putra dari Choe Chang-hyon, seorang martir, namun suaminya meninggal tiga tahun kemudian. Karena dia tidak mempunyai anak, dia kembali kepada ibunya dan mencari nafkah dengan menjahit, dia bersyukur kepada Allah atas kehidupannya yang damai.

Orang-orang di sekitarnya mengagumi dia karena kesalehan dan kedamaian hidupnya, dedikasi dalam doa, merenung, dan membaca hal rohani. Benedikta mendapatkan nafkah dari menjahit, namun dia memberikan uangnya itu. Dia juga berusaha keras demi pengudusan orang lain, mengajar katekumen yang buta huruf, menguatkan umat Katolik yang suam-suam kuku, menghibur orang yang sedih, merawat orang yang sakit, dan membaptis anak-anak pagan yang dalam bahaya kematian. Selama kunjungan para misionaris, dia mengumpulkan umat Katolik di rumahnya dan mempersiapkan mereka untuk menerima sakramen.

Pada tahap awal penganiayaan, Benedikta yang adalah seorang katekis, dalam persembunyian, namun dia ditangkap pada bulan Juni atau Juli. Ketika para pejabat pemerintahan mengetahui bahwa Benedikta adalah saudari dari Karolus Hyon Song-mun yang berperan penting untuk para misionaris, para pejabat pemerintahan itu menyiksa dia dengan lebih berat lagi dalam rangka untuk menemukan saudaranya yang dalam persembunyian. Dia dinterogasi sebanyak delapan kali. Polisi menyiksa dia dengan sangat kejam untuk mendapatkan informasi tantang para misionaris, karena mereka ingin mendapatkan penghargaan yang telah ditetapkan dengan menangkap para misionaris. Namun usaha mereka yang serakah menjadi sia-sia karena kehendak yang kuat dari Benedikta. Setelah dia dipindahkan ke pengadilan yang lebih tinggi, dia dipukuli dengan sangat kejam sehingga untuk menggerakan kakinya saja sangat sulit. Luka-luka di tubuhnya begitu dalam sehingga darah dan nanah keluar tanpa henti. Dia juga menderita kolera di penjara.

Kemudian Benedikta mengirimkan surat untuk saudaranya yaitu Karolus. Surat itu tidak diawetkan sampai saat ini, namun banyak umat Katolik yang membacanya merasa sangat terkesan. Beberapa jam sebelum dia dieksekusi, dia tidur lelap. Dia merasa bahagia karena dibawa ke bagian luar Pintu Gerbang Kecil Barat untuk dipenggal bersama dengan enam orang umat Katolik lainnya pada tanggal 29 Desember 1839. Benedikta menjadi martir pada usia 46 tahun.[1]

Referensi