Bendung Katulampa saat kemarau Agustus 2013 (kiri) dan penghujan Januari 2014 (kanan).
Bendung Katulampa adalah bangunan yang terdapat di Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat. Bangunan ini dibangun pada tahun 1911 dengan tujuan sebagai peringatan dini atas air yang sedang mengalir ke Jakarta serta sarana irigasi lahan seluas 5.000 hektare yang terdapat pada sisi kanan dan kiri bendung.[1] Pada saat musim hujan, bendung ini bisa dilewati air dengan rekor debit 630 ribu liter air per detik atau ketinggian 250 centimeter yang pernah terjadi pada tahun 1996, 2002, 2007, dan 2010.[2]
Sejarah
Proyek pembangunan bendung ini dimulai pada 16 April1911 dan selesai pada awal Oktober 1912, sebelum akhirnya diresmikan penggunaannya pada 11 Oktober1912. Total biaya yang dikeluarkan 80.000 gulden. Bendung yang juga hasil karya Ir. Hendrik van Breen ini memiliki panjang total 74 m, dengan 5 inlaatsluis (pintu untuk mengalirkan arus ke kawasan di bawah), 3 spuisluis (pintu untuk menahan air, jika volume air berlebihan dan mengancam kawasan bawah), dengan lebar masing-masing pintu 4 m. Disebutkan, selain untuk pengendalian banjir bendung ini juga memiliki fungsi sampingan sebagai sistem irigasi. Berkat bendung ini sebanyak 10.000 bouw sawah (orang Jawa menyebutnya bau, 1 bouw ekuivalen dengan 0,7 hektar) dapat diairi melalui Oosterslokkan (Kali Baru).
Kanal Oosterslokkan ini sebelumnya telah dibangun pada abad ke-18 atas prakarsa Gubernur Jenderal Baron van Imhoff. Saluran air ini mengalir dari sini melintasi Weltevreden (Menteng). Sebelumnya kanal ini dimaksudkan untuk lalu lintas pelayaran ke pedalaman (ke arah Bogor). Bukan hanya Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, tetapi juga Gubernur Jenderal Daendels telah mempunyai rencana untuk menggali kanal untuk pelayaran ke pedalaman. Namun untuk itu diperlukan banyak sekali schutsluizen (konstruksi kanal yang memungkinkan kapal bisa naik ke kawasan lebih tinggi, dengan cara membendung air sampai kapal terangkat setingkat demi setingkat, dan sebaliknya).
Bendung Katulampa mulai dioperasikan pada tahun 1911, akan tetapi, pembangunannya sudah dimulai sejak 1889, sejak banjir besar melanda Jakarta pada 1872. Banjir saat itu dikabarkan membuat daerah elit Harmoni ikut terendam air luapan Sungai Ciliwung. Dari Katulampa, sebagian air Ciliwung dialirkan lewat pintu air ke Kali Baru Timur, saluran irigasi yang dibangun pada waktu yang sama. Dari Bogor bagian timur, sungai buatan itu mengalir ke Jakarta, di sepanjang sisi Jalan raya Bogor, melalui Cimanggis, Depok, Cilangkap, sebelum bermuara di daerah Kali Besar, Tanjung Priok, Batavia. Air Kali Baru Timur dulu dipakai untuk mengairi sawah yang banyak terdapat di daerah antara Bogor dan Jakarta.
"Het was hoogst noodig dat deze permanente dam tot stand kwam, nu kan Weltevreden geregeld spuiwater krijgen en de kans op groote overstroomingen te Batavia is vrijwel uitgesloten. Adalah sangat perlu bendung permanen ini direalisasikan, kini Weltevreden (Menteng) bisa secara teratur memperoleh pengairan dan peluang banjir besar di Batavia nyaris tertutup," (Bataviaasch Nieuwsblad, 12 Oktober1912).
Sampai tahun 1990, areal persawahan di Bogor dan Jakarta masih banyak, yakni 2.414 hektare. Namun kini sawah hampir habis. Hanya Bogor dan Cibinong yang masih memiliki 72 hektar sawah, sementara Jakarta sama sekali habis. Sehingga fungsi irigasi Bendung Katulampa bisa dikatakan sudah berakhir akibat punahnya areal persawahan di Bogor dan Jakarta.[3]
Fungsi irigasi dan sistem informasi dini banjir
Fungsi Irigasi
Sistem irigasi Oosterslokkan ini merupakan sistem irigasi tertua yang dibangun oleh Belanda di bumi Nusantara, khususnya Pulau Jawa, sekaligus sebagai sistem irigasi sangat signifikan. Sebelumnya, raja-raja yang berkuasa di Nusantara belum ada yang membangun sistem irigasi sedemikian rupa. Hanya ada saluran-saluran air kecil dari sumber air di pegunungan atau perbukitan yang dibuat untuk mengairi sejumlah terbatas sawah-sawah di lembah dan sepanjang kaki pegunungan.
Dalam literatur dan inskripsi Jawa juga tidak pernah disebutkan mengenai karya irigasi pada skala sangat bermakna. Semua saluran air yang signifikan berasal dari era Belanda memantapkan kekuasaannya, terutama dari zaman Cultuurstelselatau sistem tanam paksa. Saluran irigasi dari bendung ini mempunyai kapasitas maksimum sekitar 6.000 liter per detik.
Fungsi sistem informasi dini banjir
Fungsi lain dari bendung Katulampa adalah sebagai sistem informasi dini terhadap bahaya banjir Sungai Ciliwung yang akan memasuki Batavia/Jakarta. Data mengenai ketinggian air di bendung Katulampa ini memperkirakan bahwa sekitar 3 - 4 jam kemudian air akan sampai di daerah Depok. Selanjutnya di Bendung Depok ketinggian air dipantau dan dilaporkan ke Jakarta sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar aliran Sungai Ciliwung sudah dapat mengantisipasi sedini mungkin datangnya air banjir yang akan melewati daerah mereka.
Semua catatan ini lalu dilaporkan lewat telepon ke berbagai pihak yang berkepentingan. Mereka antara lain Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, pos pemantau ketinggian air Ciliwung di Depok, dan petugas Pintu Air Manggarai, dan Pemerintah Kota Bogor. Selanjutnya informasi tersebut disebarluaskan melalui media elektronik, seperti televisi, radio dan online (internet).
Katulampa tidak memiliki kemampuan menahan dan membuka-tutup pintu air yang rentan disalahpahami dan menimbulkan kepanikan.[4] Saat banjir Jakarta 2013, beberapa kabar buruk beredar mengenai pembukaan pintu air Katulampa karena kelebihan kapasitas yang langsung dibantah dengan keras oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.[5]
Kerusakan Fasilitas Pemantau
Awalnya telah dibangun sistem pemantauan kondisi Bendung Katulampa melalui pesan singkat di telepon genggam, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi mengenai Katulampa dengan cepat. Namun sistem ini mengalami kerusakan selama Banjir Jakarta 2013. Hal ini diperparah lagi dengan rusaknya fasilitas CCTV sehingga harus dilakukan pengamatan pandangan mata langsung untuk bisa mengetahui ketinggian air.[6]