Banjir di JakartaBanjir di Jakarta terjadi di pantai barat laut Jawa, di muara Sungai Ciliwung di Teluk Jakarta, yang merupakan sebuah inlet dari Laut Jawa dan telah terjadi pada tahun 1918, 1960, 1979, 1996, 2002, 2007, 2013, 2015, 2018, dan 2020. Geografi JakartaDaerah Khusus Ibu kota Jakarta meliputi 662 km2 wilayah daratan dan 6,977 km2 wilayah lautan.[1] Jakarta terletak di daratan yang datar, rata-rata 7 meter (23 ft) di atas permukaan laut;[butuh rujukan]yang mana 40% wilayah Jakarta, terutama daerah utara, berada di bawah permukaan laut,[2] sedangkan bagian selatan relatif berbukit-bukit. Kebanyakan Sungai di Jakarta mengalir dari Daerah Jonggol dan Puncak, melewati seluruh kota ke utara menuju Laut Jawa; Sungai Ciliwung, adalah sungai yang membagi kota ke barat dan timur. Sungai-sungai lain seperti Pesanggrahan, dan Suntnd. Faktor lain seperti tersumbat pipa pembuangan dan saluran air yang melayani penduduk Jakarta, selain deforestasi dekat urbanisasi cepat Bogor dan Depok di Jakarta hinterland. Jakarta adalah kawasan perkotaan dengan masalah sosial-ekonomi kompleks yang secara tidak langsung berkontribusi untuk memicu bencana banjir.[3] Banjir tahun 1960Pada bulan Februari 1960, banjir terjadi di pinggiran kota Jakarta. Daerah pinggiran kota Grogol, mengalami kebanjiran hingga lutut dan pinggang. Ini adalah krisis pertama untuk Presiden Soekarno.[4] Banjir tahun 1996Banjir besar terjadi pada tahun 1996[5][6] yang mana 5,000 hektar lahan terendam banjir.[7] Banjir tahun 2007Banjir besar juga terjadi pada tahun 2007, Banjir disebabkan oleh berkurangnya wilayah penadah hujan khususnya daerah Jonggol, Bogor dan Puncak, Bogor yang banyak lahannya telah dialih fungsikan menjadi perumahan, hotel, villa hingga pertokoan.[8] Kerugian dari kerusakan infrastruktur dan pendapatan negara setidaknya 5.2 triliun rupiah (572 juta dolar AS) dan setidaknya 190.000 orang jatuh sakit akibat banjir yang berhubungan dengan penyakit. Sekitar 70% lahan di Jakarta terendam banjir dengan air setinggi empat meter di sebagian wilayah kota.[9][10] Banjir tahun 2013Banjir tahun 2015Banjir tahun 2018Banjir tahun 2020Masalah polusiPada Mei 2011, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jakarta mengkategorikan semua sungai di Jakarta tercemar; 71% sungai tercemar berat, 20% sebagian tercemar dan 9% tercemar ringan.[11] PenanggulanganKanal BanjirBanjir Kanal Timur (BKT) di Jakarta timur adalah proyek nasional dimulai pada tahun 2003, pada tahun 2009 proyek ini telah mencapai laut Jawa dan akan selesai pada tahun 2011. Panjang kanal ini 23,5 kilometer dan menghubungkan lima sungai, yakni; Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat dan Cakung. Kanal ini akan mengurangi banjir dan 2 kilometer venue olahraga dayung.[12] Untuk menngurangi risiko banjir, Jakarta Emergency Dredging Innitiave (JEDI) akan membangun kanal bawah tanah (siphon) dari kali Ciliwung ke kali Cipinang dan kemudian melewati Kanal Banjir Timur. Hal ini akan menurunkan risiko banjir di Cawang, Kampung Melayu, Bukit Duri dan Kebon Baru. Panjang siphon ini satu kilometer dan telah selesai pada tahun 2016.[13] Menggunakan pemetaan partisipatif untuk menjaga kesiapsiagaan bencana di JakartaUntuk mengelola risiko secara efektif, perlu data luas untuk membuat keputusan dalam kesiapsiagaan, mitigasi, dan respon. Informasi rinci pada situasi bencana (banjir) tidak tersedia di tingkat lokal. Pilot project di Jakarta dipimpin oleh BPBD Provinsi DKI Jakarta dan data resolusi tinggi dikumpulkan untuk menginformasikan kesiapsiagaan banjir dan kontingensi. Kemudian, data-data, yang dapat diakses oleh masyarakat dan masyarakat umum, digunakan dalam latihan kontingensi perencanaan darurat Jakarta 2011/2012. Informasi yang dihasilkan sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam kesiapsiagaan, pengembangan dan perencanaan investasi.[14] Masalah berkelanjutanTenggelamnya JakartaSelain banjir dari sungai-sungai, Jakarta juga tenggelam sekitar 5 sampai 10 sentimeter setiap tahun dan hingga 20 sentimeter di Jakarta bagian utara. Dari tahun 2000 sampai sekarang potensi banjir pesisir sejauh ini diperkirakan meningkat hingga 110.5 km2 karena penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut.[15] Untuk mengatasi hal itu, Belanda akan memberikan $4 juta untuk studi kelayakan pembangunan tanggul di Teluk Jakarta. Cincin tanggul akan dilengkapi dengan sistem pemompaan dan daerah retensi, yang akan mengatur dan mengontrol air laut dan digunakan juga sebagai tambahan jalan tol. Proyek ini akan dibangun pada tahun 2025.[16] Pembangunan 8 km sea wall di sepanjang pantai secara resmi diluncurkan pada Oktober. 9, 2014.[17] Referensi
Sumber lainnya
|