Suku Lepki

Lepki
Bridal
Jumlah populasi
302 (2007)
Daerah dengan populasi signifikan
Papua Pegunungan
Bahasa
Lepki
Kelompok etnik terkait
Yetfa • Kembra • Murkim

Suku Lepki atau Bridal adalah sebuah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan terutama di pinggir Sungai Sobger.

Etimologi

Nama Lepki merupakan nama panggilan eksonim suku ini dari suku Ketengban. Dalam bahasa Ketengban artinya "orang yang tinggal di dataran rendah" karena tinggal di pinggiran sungai Sobger. Sedangkan masyarakat asli suku Lepki menyebut diri mereka Bridal, yang merupakan gabungan dari kata bri artinya "dataran rendah" dan dalme artinya "bahasa kita". [1]

Sungai Sobger dalam bahasa Yetfa dan Lepki disebut Armasi[1] yang mempunyai arti "sungai yang mengalir jauh ke arah utara" sungai tersebut mengalir dari arah wilayah Okmay (suku Ketengban) hingga bermuara di sungai Mamberamo. Karena bertempat tinggal dekat dengan Sungai Armasi, maka orang Lepki juga menyebut diri mereka "orang Armasi".[2]

Bahasa

Menurut legenda setempat, suku Lepki diberikan bahasa oleh Ait Aba Kibitrum (Sang Maha Pencipta) yang disebut bahasa Rani untuk berkomunikasi. Pada awalnya bahasa ini masih belum diklasifikasi oleh para linguis, walau akhirnya dianggotakan ke dalam rumpun bahasa Pauwasi Selatan bersama bahasa Yetfa-Biksi, Kimki, Kembra, dan Murkim. Dalam pengucapan bahasa Rani terdapat dua dialek/aksen yang terbagi antara dua wilayah, yakni wilayah yang terdiri dari Luban, Wei, dan Yuaban dan wilayahnya terdiri dari Aboy, Murme, dan Teiraplu. Dialek dari wilayah yang pertama lebih dominan menggunakan huruf [R], sedangkan untuk wilayah kedua dominan menggunakan huruf [L].[2] Suku ini mengucapkan salam khas dengan ucapan Yelako.[3]

Klan

Nama-nama klan suku Lepki berupa: Belbora, Bera, Borgertora, Bukdamtora, Dalidam, Dalitora, Deira, Digiseira, Diyapra, Kedapra, Kremtestora, Kromtisra, Kuatnyera, Kwelkwapra, Lora, Lukaipra, Mapkertora, Nukaipra, Nyanyera, Tefra, Timisnyera, Toborgertora, Tuapra, Widibera, dan Winma. Kebanyakan nama klan suku Lepki berakhiran dengan -ra, karena ra berarti "orang". Kebiasaan ini juga bisa ditemukan di beberapa suku sekitar Lepki seperti klan Sumatra, Udamesra dalam suku Kosare, dan klan dari suku Kembra.[1]

Wilayah Adat

Mengutip langsung dari buku Budaya Dan Sejarah Peradaban Suku Lepki yang ditulis oleh Melkior N.N. Sitokdana & Nukaipra (2018), menjelaskan bahwa keberadaan suku ini tepat di bagian utara Kabupaten Pegunungan Bintang. Wilayah yang didiami suku ini termasuk kedalam wilayah adat Okmekmin (La Pago), dan dibatasi oleh empat suku, Yetfa, Kimki, Ketengban, dan Kosadle/Kosare. Wilayah tersebut termasuk kecil dibandingkan suku sekitarnya dan hanya sekitar 400 Km².[1][2]

Awalnya suku Lepki tidak tinggal di dalam perkampungan dan hanya perumahan kecil di wilayah klan berdasarkan kedekatan dengan sumber daya alam seperti sagu. Wilayah-wilayah klan biasanya dipanggil berdasarkan nama-nama bukit, sungai, dan sumber daya lainnya, contohnya: Askei, Iorger, Itarger, Yalembri, Dali, dan Raskilo. Setelah dibukanya perkampungan seperti Kampung Teiraplu yang dibangun dekat lapangan terbang, kampung menjadi pusat perdagangan dan komunikasi. Walaupun sebagian besar suku Lepki masih tinggal di wilayah klan. Kampung-kampung yang dibangun di wilayah adat Lepki adalah Kampung Teiraplu di pinggir Sungai Dakerto, Kampung Yuaban di pinggir Sungai Yua, Kampung Luban di pinggir Sungai Lau, dan Kampung Aboy di pinggir Sungai Kelnje/Ngeme.[1]

Rumah Adat

Rumah tradisional suku Lepki disebut Tinmin dan dalam bahasa Indonesia sering disebut "rumah payung" karena memiliki bentuk menyerupai payung. Rumah tersebut biasanya dibangun dimana adanya batang kayu besar sehingga digabungkan menjadi struktur rumah. Tinmin juga menyerupai rumah panggung walau tidak memiliki dinding. Menurut kepercayaan lokal dinding menyebabkan mereka sulit untuk melihat serangan musuh. Lantai dasar bisa digunakan untuk memelihara ternak, dan atap yang menyerupai payung terbuat dari daun sagu yang sudah dikeringkan. Satu rumah berkapasitas besar sekitar 30 orang dan akan dibangun perapian untuk setiap keluarga sekitar 7-12 buah. Kaum perempuan dan anak-anak akan tidur di salah satu ujung rumah, dan kaum lelaki akan tidur di ujung lainnya. Lantai dansa biasanya juga akan dibangun lebih rendah dan fleksibel lalu diikat oleh tali rotan, sehingga bisa bergerak horizontal. Selain itu suku Lepki juga membangun dua jenis rumah lain, yaitu rumah yunim yang memiliki kemiripan dengan tinmin tetapi lebih kecil dan tidak memiliki atap seperti payung, dan rumah seperti suku Ketengban yang menyerupai rumah honai terutama yang tinggal di perkampungan.[1]

Busana tradisional

Pakaian tradisional lelaki suku Lepki berupa penutup penis yang berbentuk bola kecil, dan bukan berbentuk koteka. Disebut nega dan terbuat dari buah kecil yang dilubangi lalu dikeringkan di abu panas. Nega tidak diikat dan hanya ditaruh di atas kepala penis. Pada saat ini, walau lelaki Lepki lebih banyak menggunakan celana, mereka masih ada yang menggunakan nega di bawah celana. Pakaian tradisional perempuan berupa rok rumput atau alang-alang yang disebut net. Mereka menanam alang alang sendiri dan kemudian dipotong dan diikat berlapis pada tali. Aksesoris lain berupa dapat cat tubuh yang berwarna kuning, hitam, abu-abu, dan putih dari tanah, dan warna merah dari tanah dan kulit kayu. Tindik badan pada telinga dan hidung yang terbuat dari tulang hewan, terutama taring babi pada hidung saat akan perang. Lalu kalung dari cincin kerang yang disebut kipfan dalam bahasa lepki atau telaga dalam bahasa yetfa. Suku Lepki juga mulai mentato tubuhnya, tradisi yang baru dan berasal dari timur biasanya menggunakan jarum dan isi baterai.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Andersen, Øystein Lund (July 2007). "The Lepki people of Sogber River, New Guinea" (PDF). Cenderawasih University. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2025-01-05. 
  2. ^ a b c Sitokdana, Melkior N.N.; Nukaipra, Sebai Wilem (2018). Budaya Dan Sejarah Peradaban Suku Lepki. Salatiga: Satyawacana University Press. 
  3. ^ Sitokdana, Melkior N.N. (2018-11-07). "Makna Salam Khas "Yepmum"". Suara Papua. Diakses tanggal 2025-01-05. 

 

Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia