Qabil dan HabilQabil dan Habil (Arab: قابيل وهابيل, Latin: Qābīl wa Hābīl) adalah dua orang anak laki-laki dari Adam dan Hawa. Kedudukan sebagai kakak dimiliki oleh Qabil dengan Habil sebagai adik dalam persaudaraan keduanya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Qabil dilahirkan di Surga sedangkan Habil dilahirkan di Bumi. Namun pendapat lainnya menyatakan bahwa keduanya dilahirkan di Bumi. Pekerjaan Qabil di Bumi sebagai petani, sedangkan Habil sebagai peternak dan penggembala. Qabil dan Habil dikisahkan di dalam Al-Qur'an mulai terlibat perseteruan akibat ketetapan Allah kepada Adam sebagai nabi untuk melaksanakan perkawinan silang di antara anak-anak kembar yang dimilikinya. Perseteruan awalnya berakhir dengan penerimaan kurban oleh Habil kepada Allah dan penolakan Allah atas kurban yang dipersembahkan oleh Qabil. Namun perseteruan kembali dilanjutkan oleh Qabil yang berakibat kepada terbunuhnya Habil. Kisah Qabil dan Habil merupakan konflik pertama di dunia menurut ajaran Islam. Pengisahannya mengajarkan tentang tabiat manusia terutama kedengkian yang menghasilkan kezaliman terbesar atas kemanusiaan yakni pembunuhan. Selain itu, terdapat pengajaran berupa perintah berkurban dan belajar dengan meniru. Hubungan keluargaKedudukan sebagai saudaraQabil dan Habil adalah dua putra dari Adam.[1] Hawa sebagai istri dari Adam selalu melahirkan sepasang anak kembar dengan satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Kelahiran Qabil dan Habil tidak bersamaan.[2] Usia Qabil lebih tua dibandingkan dengan Habil. Qabil memiliki seorang saudari yang lahir bersamaan dengannya, dan Habil juga memiliki seorang saudari yang lahir bersamaan dengannya.[3] Qabil dan saudarinya yang bernama Iqlima merupakan anak kembar pertama yang dilahirkan oleh Hawa. Sedangkan Habil dan saudarinya yang bernama Labuda merupakan anak kembar kedua yang dilahirkan oleh Hawa.[4] Sehingga Qabil merupakan anak tertua dari Adam sekaligus kakak dari Habil.[5] Tempat lahir dan tampilan fisikAda pendapat ulama yang menyatakan bahwa Qabil dan saudarinya termasuk anak-anak Adam yang dilahirkan ketika Adam dan Hawa masih tinggal di Surga dan belum diturunkan ke Bumi. Namun pendapat ulama lainnya menyatakan bahwa anak-anak Adam dan Hawa semuanya dilahirkan di Bumi.[2] Pendapat bahwa Qabil dan Iqlima dilahirkan di Surga mengaitkan pandangan bahwa Hawa telah mengalami kehamilan sejak masih berada di Surga. Pandangan ini muncul karena ada minoritas ahli tafsir yang menafsirkan bahwa larangan Allah kepada Adam dan Hawa untuk mendekati pohon artinya larangan melakukan hubungan seksual. Pada pendapat ini, kehamilan Hawa di Surga membuat Qabil menjadi tampan dan Iqlima menjadi cantik. Sedangkan keturunan Adam yang lainnya termasuk Habil dan Labuda dilahirkan di Bumi sehingga wajah mereka tidak setampan Qabil dan tidak secantik Iqlima.[6] Pekerjaan dan karakteristikQabil bekerja sebagai petani. Sedangkan Habil bekerja sebagai penggembala dan peternak.[7] Qabil menyediakan keperluan berupa buah dan sayur bagi keluarganya. Sedangkan Habil beternak sapi dan kambing.[8] Ketika berusia remaja, Qabil memiliki sifat yang egois karena ia cenderung kepada nafsu dan syahwat. Ia bersifat kikir sebagai petani.[9] Sementara itu, Habil ketika remaja telah memiliki sikap yang saleh dan lemah lembut. Ia memiliki sifat mencintai kebaikan terhadap orang lain dan menaati perintah Allah dengan beribadah. Habil bersifat dermawan sebagai peternak.[10] Qabil memiliki kekayaan berupa hasil pertanian, sedangkan Habil memiliki kekayaan berupa hasil ternak.[11] Pengisahan perseteruanPerseteruan antara Qabil dan Habil merupakan konflik pertama di permukaan Bumi.[12] Pengisahan perseteruan antara Qabil dan Habil disebutkan di dalam Al-Qur'an tanpa menyebutkan nama keduanya. Penyebutan nama Qabil dan Habil hanya ditemukan dalam sunah.[13] Pengisahan Qabil dan Habil di dalam Al-Qur'an berkaitan dengan kehidupan nabi.[14] Seluruh kisah mengenai Qabil dan Habil disebutkan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 27–32.[15] Perselisihan atas perintah perkawinanAllah menghendaki agar manusia berkembangbiak melalui perkawinan. Namun pada masa hidup Adam dan Hawa, jumlah manusia masih sangat terbatas. Karena itu, Allah memerintahkan Adam untuk menikahkan anak-anak kembarnya secara silang.[5] Sebuah hadis yang diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib menyebutkan bahwa perkawinan silang dilakukan dengan menikahkan anak laki-laki dari kehamilan yang lebih awal dengan anak perempuan pada kehamilan berikutnya. Kondisi ini juga berlaku sebaliknya.[10] Anak kembar pertama dinikahkan dengan anak kembar kedua. Berikutnya, anak kembar ketiga dikawinkan dengan anak kembar keempat. Ketetapan ini berlaku seterusnya untuk anak kembar berikutnya.[5] Perkawinan silang menjadi syariat yang ditetapkan oleh Allah pada masa kenabian Adam. Karena itu, Adam menyampaikan hukum ini kepada kedua putranya yakni Qabil dan Habil.[16] Qabil diperintahkan untuk menikahi saudara perempuan Habil yaitu Labuda. Sedangkan Habil diperintahkan menikahi saudara perempuan Qabil yaitu Iqlima. Qabil tidak terima dengan ketentuan Allah dengan alasan bahwa Labuda kurang cantik.[17] Sementara itu, Iqlima merupakan seorang perempuan yang cantik jelita sehingga Qabil ingin menikahi saudari kembarnya sendiri.[3] Penerimaan dan penolakan kurban oleh AllahAdam menerima petunjuk Allah dan segera memerintahkan kepada Qabil dan Habil untuk masing-masing mempersembahkan kurban kepada Allah.[18] Tujuannya untuk menyelesaikan perselisihan mereka tentang perkawinan. Persembahan ini dilakukan untuk memohon keputusan dari Allah dan telah disepakati oleh keduanya.[15] Siapapun yang kurbannya diterima oleh Allah, maka hak untuk menikahi Iqlima akan diberikan kepadanya.[19] Bentuk persembahan kurban yang dianjurkan oleh Adam kepada Qabil dan Habil ialah hasil pertanian, hasil perkebunan atau hewan ternak.[20] Setelah memerintahkan pemberian kurban, Adam melakukan perjalanan menuju ke Makkah untuk melaksanakan haji. Qabil mendapatkan tugas untuk menjaga adik-adiknya.[21] Qabil dan Habil kemudian mempersiapkan kurbannya masing-masing. Keduanya meletakkan kurban di atas bukit yang tinggi. Kurban yang dipersembahkan Qabil berupa seikat gandum yang merupakan hasil panen terburuk yang dimilikinya. Sedangkan Habil mempersembahkan kambing yang gemuk sebagai persembahan kurbannya.[22] Setelah meletakkan kurbannya masing-masing, sebuah petir menyambar kurban yang dipersembahkan oleh Habil.[23] Sementara itu, korban Qabil masih dalam keadaan utuh.[24] Ini menandakan bahwa kurban yang diterima adalah kurban milik Habil.[22] Sebaliknya, Allah menolak kurban yang dipersembahkan oleh Qabil.[25] Karena itu, Habil berhak untuk melakukan perkawinan dengan Iqlima.[15] Kisah penerimaan kurban dari Habil dan penolakan kurban dari Qabil oleh Allah disebutkan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 27.[26] Pembunuhan Habil oleh QabilSetelah korbannya ditolak oleh Allah, Qabil menjadi semakin benci dengan Habil. Karena itu, Qabil mengucapkan bahwa ia akan membunuh Habil. Sebaliknya, Habil mengucapkan bahwa ia tidak akan akan membunuh Qabil meskipun Qabil berniat membunuhnya. Ucapan ini dikisahkan di dalam Surah Al-Ma'idah ayat 28–29.[27] Akhirnya, Habil terbunuh oleh Qabil.[28] Kisah pembunuhan Habil oleh Qabil dijelaskan di dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Ma'idah ayat 30–31.[29] Setelah Qabil membunuh Habil, Qabil merasa menyesal atas kematian adiknya. Qabil menjadi kebingungan karena tidak mengetahui cara menyembunyikan mayat Habil. Karena itu, Allah mengirimkan dua ekor burung gagak untuk berkelahi di dekat Qabil. Perkelahian ini mengakibatkan salah satu burung gagak mati. Burung gagak yang masih hidup kemudian menggali lubang di tanah dan memasukkan jasad burung gagak yang mati ke dalam tanah. Qabil kemudian mengikuti tindakan burung gagak tersebut dan menguburkan mayat Habil ke dalam tanah.[30] PengajaranPengisahan Qabil dan Habil di dalam Surah Al-Ma'idah ayat 27–30 mengajarkan tentang dampak buruk dari kejahatan, kedengkian dan kezaliman. Keikhlasan Habil atas keniikmatan yang diberikan oleh Allah membuat kurbannya diterima oleh Allah dan diberikan karunia dari Allah. Sementara itu, karunia ini mengakibatkan timbulnya kejahatan dan kedengkian pada Qabil sehingga membunuh Habil. Qabil sebagai pembunuh memperoleh kerugian di dunia dan akhirat. Sedangkan Habil sebagai yang terbunuh memperoleh Surga dan dihapuskan dosa-dosanya oleh Allah.[31] Kedengkian sebagai tabiat manusiaKisah Qabil dan Habil pada intinya mengajarkan tentang kedengkian sebagai tabiat manusia. Kedengkian merupakan sifat membenci atas nikmat yang diperoleh orang lain dan mengupayakan agar nikmat tersebut tidak dimiliki oleh orang lain. Pengisahan Qabil dan Habil juga mengajarkan bahwa kedengkian dapat dihilangkan pada diri manusia dengan beriman secara benar.[32] Pembunuhan manusia merupakan kezaliman terbesarPembunuhan Habil oleh Qabil dalam ajaran Islam diyakini sebagai peristiwa pembunuhan pertama di dunia.[33] Kisah pembunuhan Habil oleh Qabil disampaikan oleh Muhammad kepada orang Yahudi. Tujuan penyampaiannya untuk memperingatkan orang Yahudi bahwa pembunuhan merupakan kejahatan terbesar yang pernah dilakukan oleh manusia. Peringatan ini diberikan karena ajaran Islam meyakini bahwa orang Yahudi telah sering melakukan pembunuhan terhadap nabi dan rasul utusan Allah tanpa alasan yang benar.[34] Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil atas Habil termasuk kezaliman yang paling ekstrem. Penetapan ini berlaku karena ajaran Islam hanya membolehkan pembunuhan dalam keadaan qisas dan peperangan untuk pembelaan atas agama dan negara.[35] Pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil atas Habil dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang yang menghilangkan hak hidup orang lain secara paksa.[36] Belajar dapat dilakukan dengan meniruKisah peniruan perilaku gagak oleh Qabil untuk menguburkan jenazah Habil termasuk salah satu peristiwa belajar.[37] Kejadian ini merupakan contoh belajar dengan meniru.[38] Dimulainya perintah berkurbanQabil dan Habil menjadi dua manusia pertama yang melaksanakan perintah Allah yaitu kurban. Namun satu kurban diterima oleh Allah sementara satu kurban lainnya ditolak oleh Allah. Kurban yang diterima ialah dari Habil, sedangkan yang ditolak dari Qabil. Peristiwa ini diisyaratkan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 27. Kejadiannya menjadi pelajaran bahwa kurban yang dilakukan oleh manusia setiap tahunnya ada yang diterima oleh Allah dan ada pula yang ditolak.[39] Selain itu, penerimaan kurban Habil dan penolakan kurban Qabil oleh Allah menandakan bahwa Allah tidak akan menerima suatu amalan yang tidak ikhlas dan tidak disertai takwa kepada-Nya.[40] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|
Portal di Ensiklopedia Dunia