Prakarsa Sabuk dan Jalan
Prakarsa Sabuk dan Jalan atau Inisiatif Sabuk dan Jalan adalah strategi pembangunan global yang diadopsi oleh pemerintah Tiongkok yang melibatkan pembangunan infrastruktur dan investasi di 152 negara dan organisasi internasional di Asia, Eropa, Afrika, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika.[2][3] . Projek ini mendapat tentangan kuat kerana proyek-proyek BRI di bersifat "eksploitatif dan canggung Banyak negara menentang Inisiatif Jalur dan Sabuk (Belt and Road Initiative, BRI) China karena beberapa alasan utama. Salah satu kekhawatiran utama mengenai BRI adalah risiko "jebakan utang". China menawarkan pinjaman besar kepada negara-negara berkembang untuk membiayai proyek infrastruktur, tetapi suku bunga dan syarat pembayaran sering kali memberatkan. Jika suatu negara gagal membayar utangnya, mereka mungkin terpaksa menyerahkan aset strategis kepada China. Contohnya, Sri Lanka harus menyerahkan Pelabuhan Hambantota kepada China dalam bentuk sewa selama 99 tahun karena gagal membayar utang yang digunakan untuk membangun pelabuhan tersebut. Beberapa pemimpin negara telah menyuarakan kekhawatiran mengenai syarat perjanjian yang dianggap tidak adil dan lebih menguntungkan China. Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengkritik proyek BRI sebagai beban yang terlalu berat bagi negara-negara kecil dan menyatakan bahwa Malaysia mungkin jatuh ke dalam jebakan utang jika melanjutkan proyek tersebut. Hal yang sama dikatakan oleh Presiden Tanzania, John Magufuli, yang menyebut perjanjian BRI sebagai bentuk "eksploitasi" dan "berat sebelah," di mana China menetapkan syarat pinjaman yang sulit diterima. Salah satu kritik utama terhadap BRI adalah kurangnya transparansi dalam perjanjian yang dibuat antara China dan negara penerima. Banyak proyek BRI dikaitkan dengan tuduhan korupsi, di mana kontrak diberikan kepada perusahaan China tanpa melalui proses tender yang adil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa proyek-proyek tersebut lebih menguntungkan elit politik lokal dan perusahaan China dibandingkan dengan rakyat di negara penerima. SejarahPada tanggal 2 Oktober 2013, Presiden Xi Jinping menjadi tokoh (kepala negara) asing pertama yang menyampaikan pidatonya yang historis terkait Jalur Sutra Maritim di DPR RI,[4][5] ketika melakukan lawatan Asia Tenggara pertamanya. Sebelumnya, ketika mengunjungi Asia Tengah pada bulan September, ia juga mengumumkan prakarsa Jalur Sutra Darat di hadapan Presiden Nur-Sultan dari Kazakhstan. Proyek ini bertujuan untuk memperluas jaringan perdagangan Tiongkok dengan melibatkan tiga perempat negara dari seluruh dunia. Proyek ini mendapat perhatian khusus di era Pemerintahan Presiden Xi Jinping karena memang merupakan inisiatif global terbesar Presiden Xi Jinping, bahkan diabadikan dalam konstitusi Tiongkok Referensi
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Latvia" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai One Belt, One Road. |
Portal di Ensiklopedia Dunia