NotosukardjoNotosukardjo (terkadang disebut sebagai Notosukardjo a/l Sukardjo) (Aksara Jawa = ꦤꦺꦴꦠꦺꦴꦱꦸꦏꦂꦗꦺꦴ, Donoharjo, Ngaglik, Sleman, 15 Desember 1923-1990/1991 ?) adalah mantan Anggota DPR /MPR RI pada era Orde Baru (hasil Pemilihan Umum 1971 hingga 1987) yang pernah menjadi Anggota DPR RI pada era Orde Lama (hasil Pemilihan umum 1955).[1] Selain itu, ia juga dikenal aktif di kegiatan organisasi penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.[2][3] Selain sebagai politikus, Ia juga dikenal sebagai salah satu perintis Universitas Janabadra yang ada di Kota Yogyakarta.[4] Kini namanya diabadikan sebagai salah satu ruas jalan yang ada di Ngaglik, Sleman.[5] Riwayat HidupIa adalah politikus dari Partai Nasional Indonesia (dari unsur underbouw pertanian yaitu Petani) dan Partai Demokrasi Indonesia.[6][7] Sebelum menjadi politikus, Ia pernah menjadi lurah di Donoharjo, Ngaglik, Sleman sekaligus ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia bersama dengan (alm) dr. Poestika Sastroamidjojo, Sp.PD-Sp.JP atau Poestika Kusuma Sujana (istri dari M.S.A Sastroamidjojo dan ibu dari Sastrawan Seno Gumira Ajidarma) selain ikut mengurus Tentara Pelajar (Pelajar Pejuang Kemerdekaan) pimpinan Radius Prawiro.[8][9] Pasca KemerdekaanSaat peralihan kekuasaan di Indonesia (pasca G 30 S), Ia pernah menjadi wakil dari PNI untuk memperbincangkan serta memberikan pandangannya terkait masalah ekonomi, keuangan dan industri (ekuin) bersama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada sidang bersama Menteri Ekuin per tanggal 10 Juli 1967.[10] DPR RISelama di DPR RI, Ia pernah berbicara mewakili Fraksi PDI untuk memberikan pemandangan umum mini dalam Pembicaraan Tingkat III RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan pada tanggal 22 April 1985.[11] Seusai Pemilihan umum 1987, sebenarnya ia memiliki peluang (kans) untuk terpilih kembali sebagai Anggota DPR RI periode 1987-1992. Akan tetapi, beliau lebih memilih untuk menyerahkan jabatannya kepada Soetardjo Soerjogoeritno dengan alasan regenerasi dan mematuhi kesepakatan DPP PDI saat itu yang melarang ketua DPD PDI merangkap jabatan sebagai anggota DPR serta anggota yang telah duduk di DPR RI sebanyak dua periode menduduki posisinya kembali.[12] Kini rumah joglo miliknya yang berada di Tanjung, Donoharjo, Ngaglik, Sleman telah ditetapkan sebagai warisan budaya.[13][14] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia