Iguanodon
Iguanodon (/ɪˈɡwɑːnədɒn/ memiliki arti 'gigi iguana'), adalah sebuah genus dinosaurus iguanodontia yang dinamai pada 1825. Meski telah ditemukan banyak spesies dari seluruh dunia yang sudah diklasifikasikan kedalam genus Iguanodon, ditanggalkan dari periode Jura Akhir hingga Kapur Awal, revisi taksonomi yang dilakukan pada awal abad ke-21 mendefinisikan Iguanodon bedasarkan satu spesies yang sudah terdukung dengan baik: I. bernissatensis, yang hidup pada kala Barremium hingga Aptium awal pada Periode Kapur Awal di Belgia, Jerman, Britania Raya dan Spanyol, di antara sekitar 126 hingga 122 juta tahun lalu. Iguanodon merupakan herbivor yang tangguh dan bertubuh besar, dengan panjang 9–11 meter (30–36 ft) dan berat 4,5 ton metrik (5,0 ton pendek). Ciri tubuh karakteriknya mencakup duri ibu jari yang barangkali digunakan sebagai alat perlindungan diri dari predator, digunakan bersaaan dengan jari kelima prehensil yang panjang, mampu untuk mencari makanan. Genus ini dinamai pada 1825 oleh geolog Inggris Gideon Mantell, bedasarkan spesimen-spesimen fosil yang ditemukan di Inggris dan diberi naam I. anglicus. Iguanodon menjadi jenis dinosaurus kedua yang dinamai secara formal bedasarkan spesimen-spesimen fosil, setelah Megalosaurus. Bersamaan dengan Megalosaurus dan Hylaeosaurus, Iguanodon menjadi salah satu dari tiga genera yang dahulunya digunakan untuk mendefinisikan Dinosauria. Genus Iguanodon dimasukkan kedalam kelompok Iguanodontia yang lebih besar, bersamaan dengan hadrosauria berparuh bebek. Taksonomi genus ini terus berlanjut sebagai topik studi seiring spesies-spesies baru dinamai atau spesies yang bertahan lama direvisi posisi taksonomisnya. Pada 1878, sisa-sisa Iguanodon yang lebih lengkap ditemukan di Belgia dan ditelaah oleh Luis Dollo. Sisa-sisa tersebut diberi nama sebagai spesies baru I. bernissartensis. Pada awal abad ke-21 telah dipahami bahwa sisa-sisa yang dirujuk sebagai Iguanodon di Inggris termasuk kedalam empat spesies berbeda (termasuk I. bernissartensis) yang tidak berkerabat dekat dengan satu sama lainya, yang setelahnya dipisah menjadi genus Mantellisaurus, Barilium dan Hypselospinus. Juga ditemukan bahwa spesies tipe yang aslinya dideskrispikan untuk Iguanodon, I. anglicus sekarang adalah sebuah nomen dubium, dan tidak valid. Oleh karena itu, nama "Iguanodon" hanya terpaku disekitar spesies terkenal yang didasari oleh spesimen-spesimen Belgia. Pada 2015, sebuah spesies valid kedua, I. galvensis, diberi nama, didasari oleh fosil-fosil yang ditemukan di Semenanjung Iberia. Pemahaman ilmiah mengenai Iguanodon telah berkembang seiring waktu, seiring informasi baru ditemukan dari fosil-fosil. Spesimen-spesimen genus ini yang banyak, yang mencakup kerangka-kerangka hampir sempurna dari dua lapisan tulang yang terkenal, telah memungkinkan ahli untuk membuat hipotesis-hipotesis terinformasi mengenai berbagai aspek dari kehidupan Iguanodon, termasuk cara makan, cara bergerak, dan perilaku sosialnya. Sebagai salah satu dinosaurus yang dikenal baik secara ilmiah, Iguanodon telah menempatkan dirinya pada sebuah tempat kecil namun penting dalam persepsi publik mengenai dinosaurus, representasi artistiknya berubah secara signifikan sebagai respons interpretasi-interpretasi baru dari sisa-sisanya. Penemuan dan SejarahGideon Mantell, Sir Richard Owen, dan Penemuan DinosaurusPenemuan Iguanodon telah sejak lama diiringi dengan sebuah legenda populer. Alkisah istri Gideon Mantell, Mary Ann, menemukan gigi pertama[4] Iguanodon pada strata Hutan Tilgate di Whitemans Green, Cuckfield, Sussex, Inggris, pada 1822 saat suaminya sedang menjenguk seorang pasien. Namun, tidak ada bukti bahwa Mantell membawa istrinya dengannya saat menjenguk pasien-pasien. Terlebih lagi, ia mengakui pada 1851 bahwa Gideon sendiri yang menemukan giginya,[5] meski ia sebelumnya telah menyatakan pada 1827 dan 1833 bahwa Nyonya Mantell telah benar-benar menemukan pertama dari gigi yang belakangan diberi nama Iguanodon.[6][7] Penulis-penulis lainnya belakangan setuju bahwa kisah ini tidak jelas salah.[8] Diketahui dari buku catatan-catatan Gideon Mantell bahwa ia pertama kali tulang-tulang fosil besar dari tambang di Whitemans Green pada 1820. Karena gigi theropoda juga ditemukan, sehingga milik theropoda, ia awalnya menginterpretasikan tulang-tulang ini, yang ia coba gabungkan menjadi sebuah kerangka parsial (sebagian) seekor buaya raksasa. Pada 1821 Mantell menyebut penemuan sebuah gigi herbivora dan mulai mempertimbangkan keberadaan reptil herbivor di stratanya. Namun, pada terbitan 1822-nya Fossils of the South Downs, ia masih belum berani menyarankan adanya hubungan diantara gigi tersebut dan kerangka-nya yang sangat tidak lengkap, berasumsi bahwa penemuannya mewakili dua hewan besar, satu seekor karnivor ("seekor hewan pada Suku Kadal berukuran besar"), satunya lagi herbivor. Pada Mei 1822 ia pertamakali mempresentasikan gigi herbivor itu ke Royal Society of London namun anggota-anggotanya, diantaranya William Buckland, menganggapnya sebagai gigi ikan atau gigi seri badak dari stratum Tersier. Pada 23 Juni 1823 Charles Lyell menunjukan beberapa kepada Georges Cuvier pada sebuah pertemuan di Paris. Cuvier awalnya menganggap gigi tersebut sebagai milik badak, namun keesekoan harinya Cuvier menarik kembali keputusannya, Lyell memberi tahu hanya penarikan keputusannya ke Mantell, membuatnya malu mengenai perihal ini. Pada 1824 Buckland mendeskripsikan Megalosaurus dan pada saat itu diundang untuk mengunjungi koleksi Mantell. Melihat tulang-tulangnya pada 6 Maret ia setuju bahwa tulang-tulang tersebut milik sejenis kadal besar—meski masih menolak bahwa kadal tersebut adalah seekor herbivor. Terdorong keberaniannya bagaimanapun, Mantell sekali lagi mengirim beberapa gigi ke Cuvier, yang membalas pada 22 Juni 1824 bahwa ia telah menentukan bahwa gigi tersebut milik seekor reptil dan barangkali milik seekor herbivor besar. Pada edisi baru Recherches sur les Ossemens Fossiles tahun itu, Cuvier mengakui kesalahannya sebelumnya, mengarah ke penerimaan secara langsung Mantell, dan kadal barunya, dalam lingkup ilmiah. Mantell mencoba untuk menguatkan teorinya lebih lanjut dengan menemukan kesamaan masa kini diantara reptil-reptil hidup.[9] Pada September 1824 ia mengunjungi Royal College of Surgeons namun awalnya gagal untuk menemukan gigi yang serupa. Namun, kurator-asisten Samuel Stutchbury mengenali bahwa gigi tersebut mirip gigi seekor iguana yang ia baru saja siapkan, meski dua puluh kali lebih panjang.[10] Karena kemiripan gigi tersebut dengan gigi iguana, Mantell menamai hewan barunya Iguanodon atau "gigi iguana", dari iguana dan kata bahasa Yunani ὀδών (odon, odontos atau 'gigi').[11] Bedasarkan pembesaran isometrik, ia memperkirakan bahwa makhluk ini barangkali dapat tumbuh hingga panjang 18 meter (59 kaki) lebih dari panjang 12-meter (39 ft) Megalosaurus.[1] Ide awal Mantell untuk nama hewan ini adalah Iguana-saurus ("kadal iguana"), namun temannya William Daniel Conybeare menyarankan bahwa nama tersebut lebih wajar diterapkan untuk iguana itu sendiri, sehingga Iguanoides ("mirip iguana") atau Iguanodon barangkali akan menjadi nama yang lebih cocok.[9][12] Ia mengabaikan untuk menambahkan sebuah nama spesifik untuk membentuk sebuah binomial yang sempurna, namun nama spesies tersebut diberi pada 1829 oleh Friedrich Holl: I. anglixum, yang setelahnya direvisi menjadi I. anglicus.[13] Mantell mengirim sebuah surat yang merinci penemuannya ke Masyarakat Filsafat Portsmouth lokal pada Desember 1824, beberapa pekan setelah menentukan nama fosil hewan tersebut. Surat itu terbaca pada sebuah pertemuan pada 17 Desember, dan sebuah laporan diterbitkan di Hampshire Telegraph Senin selanjutnya, 20 Desember, yang mengumumkan namanya, salah eja sebagai "Iguanadon".[14] Mantell secara formal menerbitkan penemuannya pada 10 Februari 1825, saat ia mempersembahkan jurnal mengenai sisa-sisa Iguanodon ke Royal Society of London.[1][5] Sebuah spesimen yang lebih lengkap dari hewan yang serupa ditemukan pada sebuah tambang di Maidstone, Kent, pada 1834 (di Formasi Grup Greensand Bawah awal), yang Mantell tak lama dapatkan. Ia dipimpin untuk mengidentifikasinya sebagai seekor Iguanodon bedasarkan giginya yang khas. Bongkah Maidstone (NHMUK PV OR 3791) digunakan pada rekontruksi-rekontruksi kerangka awal dan adaptasi seni Iguanodon, namun karena ketidaklengkapannya, Mantell membuat beberapa kesalahan, yang paling terkenal diantaranya adalah penempatan apa yang ia kira sebagai tanduk di hidung.[15] Penemuan spesimen-spesimen yang lebih baik pada tahun-tahun setelahnya mengungkap bahwa tanduk tersebut sebenarnya adalah ibu jari termodifikasi. Masih tertutup batu, kerangka Maidstone sekarang dipajang di Museum Sejarah Alam di London. Borough Maidstone memperingati penemuan ini dengan menambahkan seekor Iguanodon sebagai sebuah penopang pada lambang kebesaran Maidstone pada 1949.[16] Spesimen ini telah terhubung dengan nama I. mantelli, sebuah spesies yang dinamai pada 1832 oleh Christian Erich Hermann von Meyer pada posisi I. anglicus, namun sebenarnya berasal dari formasi yang berbeda dari material asli I. manteli/I. anglicus.[12] Spesimen Maidstone, atau yang juga dikenal sebagai "Mantel-piece" Gideon Mantell (permainan kata dari masterpiece, "mahakarya"), dan dilabeli secara formal sebagai NHMUK 3741[17][18] setelahnya dikeluarkan dari Iguanodon. Spesimen itu diklasifikasikan sebagai cf. Mantellisaurus oleh McDonald (2012);[19] sebagai cf. Mantellisaurus atherfieldensis oleh Norman (2012);[17] dan dijadikan sebagai holotipe spesies berbeda Mantellodon carpenteri oleh Paul (2012),[18] namun hal ini dianggap diperbedatkan dan secara umum dianggap sebagai spesimen Mantellisaurus.[20] Di saat yang sama, ketegangan meningkat antara Mantell dan Richard Owen, seorang ilmuwan ambisius dengan pendanaan dan hubungan kemasyarakatan yang lebih baik daripada Mantell dalam masa era Undang-Undang Reformasi politik dan ilmu pengetahuan Inggris Raya yang bergejolak. Owen, seorang kreasionis tegas, menolak versi-versi awal ilmu evolusioner ("transmutasisme") yang dahulu diperdebatkan dan menggunakan apa yang nantinya ia akan sebut sebagai dinosaurus sebagai senjata dalam konflik ini. Dengan jurnal yang mendeskripsikan Dinosauria, Owen mengurangi perkiraan ukuran dinosaurus dari panjang lebih dari 61 meter (200 kaki), menentukan bawa mereka bukan hanya kadal raksasa semata, dan mengajukan bahwa mereka berkembang dan mirip mamalia, ciri yang diberikan kepadanya oleh Tuhan; menurut pemahaman mengenai waktu, mereka tidak mungkin ber-transmutasi dari reptil ke makhluk mirip mamalia.[22][23] Pada 1849, beberapa tahun sebelum kematiannya pada 1852, Mantell menyadari bahwa iguanodont bukan hewan-hewan berat mirip pachyderm,[24] seperti apa yang Owen ajukan, melainkan memiliki kaki depan yang ramping. Namun, karena kematiannya tidak memungkinkannya berpartisipasi dalam pemahatan patung-patung dinosaurus Crystal Palace, pandangan Owen mengenai Iguanodon menjadi apa yang dilihat oleh orang awam selama dekade-dekade kemudian.[22] Dengan Benjamin Waterhouse Hawkins, ia memahat hampir dua lusin patung berbagai hewan purbakala berukuran hidup dari beton pada rangka baja dan batu bata; dua iguanodont (yang didasari oleh spesimen Maidstone), satu sedang berdiri dan satu berbaring pada perutnya, termasuk kedalam serangkaian patung-patung ini. Sebelum pahatan iguanodont yang sedang berdiri selesai, ia mengadakan sebuah perjamuan untuk dua puluh orang didalamnya.[25][26][27] Penemuan-penemuan Tambang Bernissartand dan Rekontruksi Baru Louis DolloPenemuan terbesar sisa-sisa Iguanodon hingga saat ini terjadi pada 28 Februari 1878 pada sebuah tambang batu bara di Bernissart, Belgia, pada kedalaman 322 m (1.056 ft),[28] saat dua pekerja tambang, Jules Créteur dan Alphonse Blanchard, tak sengaja mengenai sebuah kerangka yang awalnya mereka kira sebagai fosil kayu. Dengan dorongan Alphonse Briart, pengawas tambang-tambang di Morlanwelz yang tak jauh dari lokasi penemuan, Louis de Pauw pada 15 Mei 1878 mulai menggali kerangka-kerangkanya dan pada 1882 Louis Dollo merekonstruksi fosil-fosil itu. Setidaknya 38 ekor Iguanodon ditemukan,[29] sebagian besar diantaranya adalah individu dewasa.[30] Pada 1882, spesimen holotipe I. bernissartensis menjadi salah satu kernagka dinosaurus yang dipasang untuk dipajang. Kerangkanya disusun pada sebuah kapel di Istana Charles dari Lorraine menggunakan serangkaian tali-tali yang dapat disesuaikan panjangnya, yang dipasang di sebuah kerangka sehingga dapat menghasilkan pose seperti hidup selama proses pemasangan.[17] Spesimen ini, bersamaan dengan beberapa lainnya, pertama kali dibuka untuk dilihat oleh publik pada sebuah halaman dalam istana pada Juli 1883. Pada 1891 kerangka-kerangkanya dipindahkan ke Museum Sejarah Alam, dimana mereka masih dipajang hingga saat ini; sembilan dipajang dalam posisi berdiri,, dan sembilan belas lainnya masih ada di rubanah museum.[28] Pameran ini dipajang sebagai objek luar biasa di Institut Ilmu Alam Belgia di Brussels. Sebuah replika salah satu kerangka ini terpajang di Museum Sejarah Alam Universitas Oxford dan di Museum Sedgwick di Cambridge. Kebanyakan dari sisa-sisanya dirujuk sebagai sebuah spesies baru, I. bernissartensis,[31] seekor hewan yang lebih besar dan lebih berisi tubuhnya daripada apa yang belum diungkapkan oleh sisa-sisa dari Inggris. Satu spesimen, IRSNB 1551, awalnya dirujuk sebagai I. mantelli yang samar dan anggun, namun sekarang dirujuk sebagai Mantellisaurus atherfieldensis. Kerangka-kerangka ini menjadi beberapa dari kerangka dinosaurus sempurna yang diketahui. Ditemukan bersamaan dengan kerangka-kerangka tersebut adalah sisa-sisa tumbuhan, ikan, dan reptil lainnya,[28] termasuk sejenis crocodyloform Bernissartia.[32] Ilmu melestarikan sisa-sisa fosil dahulu masih dalam masa-masa terawalnya, dan teknik-teknik baru harus dikembangkan untuk menangani apa yang nantinya dikenal sebagai "penyakit pirit". Kristal pirit dalam sisa-sisa tulang teroksidasi menjadi besi sulfat, diiringi dengan meningkatnya volume yang menyebabkan sisa-sisanya retak dan hancur. Saat di tanah, tulang-tulangnya terisolasi dengan tanah liat anoksik yang lembab, mencegah hal tersebut terjadi. Namun saat diangkat ke permukaan, perubahan kimiawi ini mulai terjadi secara alami. Untuk membatasi efeknya, De Pauw dengan segera, di galeri-tambang, menutupi ulang fosil-fosil yang sudah tergali dengan tanah liat basah, menutupinya dengan kertas dan plaster yang dikuatkan dengan cincin-cincin besi, menghasilkan secara keseluruhan sekitar enam ratus blok-blok yang dapat dipindahkan dengan berat total seratus tiga puluh ton. Di Brussels setelah membuka plaster yang dipasang, De Pauw merendam tulangnya dengan gelatin mendidih yang dicampur oleh minyak cengkih sebagai pengawet. Setelah menghilangkan sebagian besar pirit yang tampak, ia lalu mengeraskannya dengan lem kulit, menyelesaikannya dengan lapisan terakhir dari kertas timah. Kerusakan diperbaiki dengan papier-mâché.[33] Penanganan ini memiliki efek samping tidak diinginkan yaitu memerangkap kelembapan dan memperpanjang periode kerusakan. Pada 1932, direktur museum Victor van Straelen memutuskan untuk merestorasi ulang spesimen-spesimen tersebut secara keseluruhan untuk memastikan kelestarian mereka. Dari Desember 1935 hingga Agustus 1936 staf museum di Brussels menangani masalah ini dengan gabungan alkohol, arsen dan 390 kilogram syelak. Kombinasi ini bertujuan untuk secara bersamaan merendam fosil-fosilnya (dengan alkohol), mencegah pertumbuhan kapang (dengan arsen) dan mengeraskannya (dengan syelak). Fosil-fosil ini melalui masa konservasi ketiga dari 2003 hingga Mei 2007, saat syelak, lem kulit dan gelatin dibuang, lalu direndam dengan polivinil asetat dan sianoakrilat, serta lem-lem epoksi.[34] Penanganan moderen perihal ini biasanya melibatkan baik pemantauan kelembapan tempat simpanan fosil, atau, dengan spesimen segar, menyiapkan pelapis khusus dari polietilen glikol yang dipanaskan pada pompa vakum, sehingga kelembapan segera hilang dan ruang-ruang berongga tertutup oleh polietilen glikol untuk menutup dan menguatkan fosilnya.[28] Spesimen-spesimen Dollo memungkinkannya untuk menunjukkan bahwa pachyderm prasejarah Owen tidak tepat untuk Iguanodon. Alih-alih, ia memodelkan kerangka yang dipajang setelah kasuari dan walabi, dan menempatkan duri yang sebelumnya ada di hidung, di ibu jari.[35][36] Rekonstruksi Dollo akan bertahan selama jangka waktu yang lama, namun nantinya akan dikesampingkan.[28] Penggalian di tambang dihentikan pada 1881, meski masih belum habis fosilnya, seperti yang ditampakkan oleh operasi-operasi penggalian terkini.[37] Selama Perang Dunia I, saat kotanya berada dibawah kendali Kekaisaran Jerman, terlaksana persiapan untuk membuka kembali tambangnya untuk tujuan paleontologis, dan Otto Jaekel dikirim dari Berlin untuk mengawasi. Saat lapisan berfosil pertamanya ingin digali, tentara Jerman menyerah dan harus mundur. Percobaan-percobaan lebih lanjut untuk membuka kembali tambangnya terhambat oleh masalah-masalah keuangan dan berhenti sepenuhnya pada 1921 ketika tambangnya terbanjiri.[28][38] Pergantian Abad dan Renaisans DinosaurusPenelitian mengenai Iguanodon berkurang selama awal abad ke-20 seiring Perang Dunia dan Depresi Besar menyerang Eropa. Sebuah spesies baru yang nantinya akan menjadi subjek banyak studi dan kontroversi taksonomis, I. atherfieldensis, dinamai pada 1925 oleh Reginald Walter Hooley, untuk sebuah spesimen yang dikumpulkan di Atherfield Point di Pulau Wight.[39] Iguanodon bukan bagian dari karya awal renaisans dinosaurus yang dimulai dengan pendeskripsian Deinonychus pada 1969, namun genus ini tidak akan diabaikan untuk waktu yang lama. Karya David B. Weishampel mengenai mekanisme makan ornithopoda memberi pemahaman yang lebih baik mengenai cara Iguanodon makan,[40] sementara karya David B. Norman mengenai berbagai aspek dari genus ini telah membuatnya salah satu dinosaurus paling terkenal.[29][28][41][42] Terlebih lagi, penemuan lebih lanjut tulang-belulang Iguanodon ter-disartikulasi di Nehden, Nordrhein-Westfalen, Jerman, telah memberi bukti adanya perilaku berkelompok pada Iguanodon, karena hewan-hewan di penemuan yang terbatas secara area ini tampaknya terbunuh oleh banjir bandang. Setidaknya 15 individu, dari 2 hingga 8 meter (6 ft 7 in hingga 26 ft 3 in), telah ditemukan di situs ini, kebanyakan dari individunya termasuk kedalam Mantellisaurus yang berkerabat dekat dengan Iguanodon (dideskripsikan sebagai I. atherfieldensis, pada masa itu diyakini sebagai spesies Iguanodon lainnya).[30][43] Namun, beberapa adalah jenis I. bernissartensis. Satu tinjauan besar mengenai Iguanodon yang dibawa oleh Renaisans Dinosaurus adalah pemikiran ulang lainnya tentang bagaimana cara merekontruksi hewan tersebut. Satu masalah besar dengan rekontruksi Dollo adalah lekukan yang ia tempatkan di ekornya. Organ ini kurang lebih lurus, seperti yang ditujukkan oleh kerangka-kerangka yang ia sedang gali, dan hadirnya tendon terosifikasi. Bahkan, untuk mendapatkan lekukan di ekornya untuk menghasilkan postur yang lebih mirip walabi atau kanguru, ekornya harus dipatahkan. Dengan punggung dan ekor lurusnya yang tepat, hewan ini berjalan engan tubuh yang diposisikan horizontal dengan tanah, lengan dengan posisi siap untuk menunjang tubuh bila diperlukan. Penelitian Abad ke-21 dan Pemisahan Genus IguanodonPada abad ke-21, material Iguanodon telah digunakan untuk riset biomolekul dinosaurus. Pada ebuah riset oleh Graham Embery et al., tulang-belulang Iguanodon diproses untuk dicari sisa-sisa proteinnya. Dalam penelitian ini, sisa-sisa protein tulang khas yang dapat diidentifikasi, seperti fosfoprotein dan proteoglikan, ditemukan di sebuah rusuk.[44] Pada 2009, Gregory Scott Paul memisahkan I. atherfieldensis menjadi genus baru yang terpisah, Mantellisaurus, yang telah diterima secara umum.[45] Pada 2009, material iguanodontid dideskripsikan dari deposit Cekungan Paris subkala Barremium di Auxerre, Burgundy. Meski tidak bisa didiagnosis secara pasti hingga ke tingkat genus atau spesies, spesimen ini memiliki "afinitas morfologis dan dimensi yang jelas" yang sama dengan I. bernissartensis.[46] Pada 2010, David Norman memisahkan spesies dari subkala Valanginium I. dawsoni dan I. fittoni menjadi genus Barilium dan Hypselospinus, secara berurutan.[47] Setelah Norman 1020, lebih dari dua lusin genera telah dinamai setelah material "Iguanodon" Inggris. Carpenter dan Ishida pada 2010 menamai Proplanicoxa, Torilion dan Sellacoxa sementara Gregory S. Paul apda 2012 menamai Darwinsaurus, Huxleysaurus dan Mantellodon dan Macdonald et al. pada 2012 menamai Kukufeldia. Spesies-spesies ini yang dinamai setelah Norman 2010 tidak dianggap valid dan dianggap sebagai beragam sinonim junior Mantellisaurus, Barilium dan Hypselospinus.[20] Pada 2011, sebuah genus baru Delapparentia dinamai untuk sebuah spesimen di Spanyol yang awalnya dianggap termasuk kedalam I. bernissartensis.[3] Identifikasi sebelumnya setelahnya ditegaskan ulang pada sebuah analisis baru mengenai keragaman individu pada spesimen-spesimen Belgia, menemukan bahwa spesimen Delappararentia berada pada sebaran I. bernissartensis.[48] Pada 2015, sebuah spesies baru Iguanodon, I. galvensis, diberi nama bedasarkan material yang mencakup 13 ekor individu muda (perinatal) yang ditemukan di Formasi Camarillas di dekat Galve, Spanyol.[2] Pada 2017, sebuah studi baru dilaksanakan pada I. galvensis, dengan bukti lebih kuat mengenai perbedaannya dengan I. bernissartensis termasuk beberapa autapomorfi baru. Juga ditemukan bahwa holotipe Delapparentia (yang juga berasal dari Formasi Camarillas) tidak dapat dibedakan baik dengan I. bernissartensis atau I. galvensis.[49] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia