Hasan al-Banna
Hasan Al-Banna pun wafat pada tanggal 14 Rabiul Tsani tahun 1368 Hijriyah bertepatan dengan 12 Februari 1949 M. Menurut beberapa Ulama pada zamannya Hasan Al-Banna mati syahid karena dibunuh oleh kaki tangan penguasa yang dzalim di Mesir. Sebelumnya tersiar kabar bahwa Hasan Al-Banna termasuk orang yang berbahaya di kalangan bangsa penjajah di Eropa. Hingga saat wafatnya tersebut, kaum penjajah Eropa merayakan kematiannya.[2] Kepergian Hassan al-Banna mewariskan 2 karya monumental bagi Ikhwanul Muslimin, yaitu Catatan Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat. Al-Banna dikenal dengan cara berdakwahnya yang tidak biasa. Ia dikenal sering berdakwah di warung-warung kopi tempat masyarakat pada umumnya berkumpul sehabis bekerja. Di saat ulama lain pada umumnya berdakwah dari mimbar masjid. Kepemimpinan Al-Banna memberi pengaruh bagi pertumbuhan Ikhwanul Muslimin terutama dalam rentang tahun 1930-an hingga tahun1940-an. Ketika Hassan al-Banna berusia 12 tahun, ia mulai terbiasa mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat; mengulang hafalan Al-Qur'an setelah salat subuh, menuntut ilmu di sekolah pada siang hari, belajar membuat dan membetulkan jam dengan orang tuanya hingga sore, dan mengulang pelajaran sekolah di waktu sore hingga menjelang tidur. Berdirinya organisasi Ikhwanul Muslimin bertepatan pada tanggal 20 Maret 1928. Bersama keenam temannya, Hassan Al-Banna mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di kota Isma'iliyah. Pertumbuhan organisasi Ikhwanul Muslimin menjadi pesat ketika Hasan al-Banna pindah ke Kairo pada tahun 1932. Faktor ini penting dan membuat organisasi ini berekspansi semakin luas. Ketika di Isma'iliyah, Hasan al-Banna memberi kuliah malam kepada orang tua muridnya. Dia juga berkhotbah di masjid, dan warung kopi. Beberapa pandangannya tentang praktik Islam menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat dengan elite pemuka agama setempat, meski Hasan al-Banna sejak awal sudah berusaha menghindari perselisihan tersebut. Dia terkejut begitu menyaksikan supremasi militer dan ekonomi asing di daerah Isma'iliyah, diantaranya berupa adanya kamp-kamp militer Inggris, bidang pelayanan umum yang dimiliki oleh negara asing, dan tempat tinggal mewah dari karyawan asing dari Perusahaan Terusan Suez. Pada masanya Hasal al-Banna berupaya membawa perubahan, melalui lembaga masyarakat, dan pergerakan aktivis di tingkat akar rumput. Dia mewujudkan itu semua dengan membawa Ikhwanul Muslimin masuk ke ranah sosial politk dengan menekankan keprihatinan bersama, gerakannya ini menarik berbagai konstituen, Al-Banna mampu merekrut berbagai jenis masyarakat Mesir dari berbagai strata sosial, seperti pegawai negeri modern-berpendidikan, karyawan kantor, dan profesional tetap menjadi kalangan aktivis organisasi dan pengambil keputusan di Ikhwanul Muslimin. Al-Banna juga aktif dalam menentang imperialisme Inggris di Mesir. Selama Perang Dunia II, ia sempat ditangkap oleh pemerintah pro-Inggris, yang menganggap Al-Banna membawa pergerakan subversif bagi pemerintah Inggris saat itu. Antara 1948 dan 1949, tidak lama setelah masyarakat Mesir mengirim relawan untuk bertempur dalam perang di Palestina, konflik antara pemerintah monarki Mesir dengan masyarakat Mesir mencapai puncaknya. Pemerintah Mesir khawatir dengan meningkatnya popularitas Ikhwanul Muslimin, Pemerintah Mesir saat itu mendengar desas-desus bahwa Ikhwanul Muslimin akan merencanakan kudeta, Perdana Menteri Mesir saat itu, Mahmoud El Nokrashy Pasha bertindak membubarkan Ikhwanul Muslimin pada bulan Desember 1948. Para aktivis organisasi tersebut ditangkap dan dikirim ke penjara. Kurang dari tiga minggu kemudian, perdana menteri tersebut dibunuh oleh salah seorang anggota Ikhwanul Muslimin, Abdul Majid Hasan Ahmad. Setelah pembunuhan itu, Al-Banna segera mengeluarkan pernyataan mengutuk pembunuhan itu, yang menyatakan teror yang bukan cara yang dibenarkan dalam Ikhwanul Muslimin. Peristiwa ini mendorong terjadi pembunuhan Hasan Al-Banna. Pada tanggal 12 Februari 1949 di Kairo, Hasan Al-Banna datang ke kantor pusat Jamiyyah al-Shubban al-Muslimin dengan saudara iparnya Abdul Karim Mansur untuk bernegosiasi dengan Menteri Zaki Ali Basha yang mewakili pihak pemerintah. Namun, Menteri Zaki Ali Basha tidak pernah datang ke negosiasi tersebut. 5 jam lamanya mereka menunggu, akhirnya Hasan Al-Banna dan saudara iparnya memutuskan untuk kembali. Ketika itu pembunuhan tersebut terjadi, Hasan Al-Banna dan saudaranya sedang menunggu taksi untuk pulang, tiba-tiba mereka ditembak oleh dua orang asing tak dikenal. Al-Banna terkena tujuh tembakan pada peristiwa tersebut. Dia segera dibawa ke rumah sakit, namun pada saat itu semua rumah sakit telah menerima perintah dari pemerintah untuk tidak memberi perawatan apapun kepada Hasan Al-Banna, akhirnya Hasan Al-Banna meninggal karena luka-lukanya tidak ditangani medis, di rumah sakit sebelum meninggal, Hassan Al-Banna telah menyadari bahwa mereka telah diperintahkan untuk tidak memberikan penanganan medis kepadanya, dan memutuskan untuk mendoakan pemerintah Mesir dengan 3 doa. Hassan Al-Banna wafat pada tanggal 12 Februari 1949. Hassan al-Banna dikenal memiliki dampak dalam pemikiran Islam modern. Dia adalah kakek dari Tariq Ramadan dan kakak Gamal al-Banna. Menurut Hasan Al-Banna, untuk menguduskan tatanan Islam, al-Banna menyerukan melarang semua pengaruh sekulerisme dari pendidikan dan memerintahkan semua sekolah dasar harus menjadi bagian yang terintegrasi dengan masjid. Dia juga menginginkan kaum muslim aktif dan kegiatan partai politik dan lembaga demokrasi lainnya dari Syura (Dewan Islam) dan ingin semua pejabat pemerintah untuk memilih pembelajaran agama sebagai pendidikan utama. Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia