George Junus Aditjondro
George Junus Aditjondro (27 Mei 1946 – 10 Desember 2016) adalah seorang sosiolog, aktivis, pecinta lingkungan, peneliti, akademisi dan intelektual publik asal Indonesia. Ia pernah jadi wartawan untuk Tempo. Setelah menyelesaikan studi doktoral di Universitas Cornell di Amerika Serikat pada tahun 1993, George Aditjondro kembali ke Indonesia dan memilih untuk menjadi pengajar di Universitas Kristen Satwa Wacana (UKSW) Salatiga. Di sana, ia aktif dalam menghasilkan makalah, menulis artikel untuk koran, dan berpartisipasi sebagai narasumber dalam berbagai diskusi dengan beragam topik.[1] Riwayat HidupSekitar tahun 1994 dan 1995, nama Aditjondro menjadi dikenal luas sebagai pengkritik pemerintahan Soeharto mengenai kasus korupsi dan Timor Timur. Ia sempat harus meninggalkan Indonesia ke Australia dari tahun 1995 hingga 2002 dan dicekal oleh rezim Soeharto pada Maret 1998. Di Australia ia menjadi pengajar di Universitas Newcastle dalam bidang sosiologi. Sebelumnya, saat di Indonesia ia juga mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana. Sepulangnya dari Australia, ia menulis beberapa buku kontroversial yang dirangkum dari internet, surat kabar, dan dan sumber-sumber lainnya. Saat hendak menghadiri sebuah lokakarya di Thailand pada November 2006, ia dicekal pihak imigrasi Thailand yang ternyata masih menggunakan surat cekal yang dikeluarkan Soeharto pada tahun 1998.[2] Pada akhir bulan Desember 2009, saat peluncuran bukunya Membongkar Gurita Cikeas, ia dituduh melakukan kekerasan terhadap Ramadhan Pohan, seorang anggota DPR RI dari Partai Demokrat, yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Beberapa lama setelah peluncuran bukunya terakhir, Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keprihatinannya atas isi buku tersebut.[3] Buku itu sempat ditarik dari etalase toko walaupun pada saat itu belum ada keputusan hukum terhadap peredaran buku itu.[4] George memberikan sumbangan penting dalam gerakan sosial aktivisme. Selain terlibat aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi, ia juga menjadi salah satu aktivis lingkungan di Indonesia. Prestasinya diakui dengan penghargaan Kalpataru yang diberikan oleh Presiden Soeharto. Namun, sebagai bentuk protes terhadap Soeharto, George kemudian memutuskan untuk mengembalikan penghargaan tersebut.[5] Bacaan lanjutan
Referensi
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia