Ahmad Sanusi
Ahmad Sanusi, atau dikenal dengan sebutan Ajengan Cantayan, atau Ajengan Genteng, atau Ajengan Gunungpuyuh, (18 September 1889 – 31 Juli 1950) adalah tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittahadiyatul Islamiyah (AII), sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan dan ekonomi.[1][2] Pada awal Pemerintahan Jepang, AII dibubarkan dan secara diam-diam ia mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).[1][3] Ia juga pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi.[1] Selain itu, Kiai Sanusi juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945.[1][4] Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2022.[5] Riwayat HidupKiai Sanusi adalah putera dari Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin, pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi.[1][6] Sebagai putera seorang ajengan (kiai), ia telah belajar ilmu-ilmu keislaman sejak ia masih kanak-kanak, selain ia juga banyak belajar dari para santri senior di pesantren ayahnya.[1] Menginjak usia dewasa, Kiai Sanusi mulai mengaji di beberapa pesantren di Jawa Barat.[1] Pada usia 20 tahun, ia menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang berasal dari Kebon Pedes, Baros, Sukabumi.[1] Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman.[1] Ia belajar di Mekah selama tujuh tahun.[4] Disana Kiai Sanusi mendapat gelar imam besar Masjidil Haram.[4] ia berguru kepada ulama-ulama terkenal, khususnya dari kalangan al-Jawi (Melayu). Mendirikan PesantrenPada tahun 1915, sepulang belajar dari Mekah, Kiai Sanusi kembali ke Indonesia untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan.[4] Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri yang terletak di Kampung Genteng, sebelah utara desa Cantayan, sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng.[1] Pesantrennya tersebut ia beri nama Pondok Pesantren Babakan Sirna Genteng. Ketika belajar di Mekah, Kiai Sanusi telah mengenal ide-ide pembaharuan dari Syeikh Muhammad 'Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, dan Jamaluddin al-Afghani, melalui buku-buku dan majalah aliran pembaharuan di Mesir, sehingga pengaruh tersebut menjadikannya ulama pembaharu ketika pulang ke Indonesia.[1] Namun demikian, ia tetap tidak meninggalkan mahzabnya, ia tetap mengikuti mazhab Syafi'i sebagaimana yang dilakukan kedua gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mukhtar at-Tarid.[1] Bahkan dalam bidang ilmu fikih yang juga merupakan keahliannya, Kiai Sanusi terkenal sangat kritis terhadap dalam menentukan hukum Islam.[1] Dalam bidang ilmu al-Qur'an, Kiai Sanusi berpendapat bahwa terdapat empat kategori hukum dalam al-Qur'an, yaitu:[6]
Karya-karyaKiai Sanusi dikenal sebagai ulama ahli tafsir dan fikih yang telah mengasilkan banyak karya.[1][7] Bidang Fikih :
Bidang Tasawuf :
Bidang Kalam :
Majalah :
ReferensiCatatan Kaki
|
Portal di Ensiklopedia Dunia