Dhima Christian Datu Aurelia Marshal Danny Rachman Ahmad Mursyid Bayu Atmojo Aris Setyawan
Mantan anggota
Rian Hidayat
Auretté and The Polska Seeking Carnival (AATPSC) adalah band asal Yogyakarta yang memainkan musik pop melalui medium beragam instrumen musik folk. AATPSC terdiri dari Dhima Christian Datu (vocal, accordion, synthesizer, loop, banjolele, ukulele), Aurelia Marshal (keyboard, synthesizer, vocoder), Danny Rachman (bass, guitar), Ahmad Mursid (trumpet, guitar), Bayu Atmojo (trombone), dan Aris Setyawan (drum, percussion). Terdiri dari Enam orang dengan latar belakang dan selera musik yang berbeda, AATPSC menjumput sedikit unsur dari berbagai musik seperti pop, folk, swing, bahkan rock steady dan reggae, kemudian meramu beragam unsur tersebut dalam satu jalinan musik yang utuh.
Sebagian besar instrumen musik yang dimainkan AATPSC adalah akustik elektrik dan harus dimainkan secara ensemble, misalnya akordeon, ukulele, gitar, trumpet dan trombone, hingga alat perkusi seperti conga dan glockenspiel dan looping. Enam orang dengan latar belakang musik berbeda, beragam unsur musik, dan berbagai instrumen musik folk ini menjadikan musik yang dimainkan AATPSC memiliki keunikan tersendiri.[1]
Karier
2012-2014: Awal mula dan Auretté and The Polska Seeking Carnival
AATPSC terbentuk pada tahun 2012 di sebuah kampus kesenian di sisi selatan Yogyakarta. Dua mahasiswa etnomusikologi Dhima Chistian Datu (vokal, akordeon) dan Aurelia Marshal (ukulele, gitar) memutuskan untuk membentuk sebuah grup musik, dengan mengajak teman satu jurusan mereka Aris Setyawan (drum) dan teman di jurusan Musik Ahmad Mursid (trumpet) dan Rian Hidayat (perkusi). Dimulailah proses kreatif band ini dengan menjajal latihan di studio. Namun karena dirasa masih ada kekosongan di departemen ritmis, Aris kemudian mengajak kenalannya, seorang musisi jazz Danny Rachman (bass) untuk bergabung. Di kemudian hari Bayu Atmojo (trombone) bergabung untuk melengkapi departemen alat tiup.
AATPSC merilis debut albumnya pada tahun 2013 dalam dua format: kaset pita seluloid (Tomat Records, JKT) dan cakram padat (rilis mandiri). Dalam waktu singkat debut “Self Titled” tersebut habis di pasaran dan mendapat respon positif dari berbagai pihak. Karena banyaknya respon positif sementara album sudah terjual habis, beberapa waktu kemudian akhirnya album debut tersebut kemudian dirilis ulang dalam bentuk piringan hitam atau vinyl dan kaset (Elevation Records, JKT). Bahkan karena permintaan masih tinggi, pada tahun 2014 Elevation Records kembali merilis ulang album tersebut dengan tajuk “Redux”.[2]
2014-2016: Hiatus
Karena kesibukan masing-masing personel dan lain hal, Auretté and The Polska Seeking Carnival memutuskan hiatus selama lebih kurang tiga tahun sejak 2014 hingga 2016. Namun, pascahiatus tersebut mereka kembali berkumpul dan bermusik pada 2016.
2016-2017: Kembali bermusik
Pada tahun 2016 AATPSC kembali berkarya dengan merilis single baru bertajuk Melerai Lara. Lagu tersebut dapat diunduh gratis di situs ripstore.asia dan soundcloud.com/aatpsc. Pada tahun ini, Rian Hidayat (perkusi) memutuskan untuk rehat dari kegiatan bermusik bersama AATPSC dikarenakan kesibukannya di bidang bisnis. Maka AATPSC melanjutkan kegiatan bermusiknya dengan 6 orang personil. Keenam orang ini membawa nama AATPSC wara-wiri di berbagai panggung musik, serta sibuk mengolah aransemen lagu baru untuk album kedua mereka.[3]
2017-Sekarang dan Bloom
Setelah melewati proses produksi yang cukup panjang, album kedua AATPSC bertajuk “Bloom” akhirnya dirilis pada 25 Desember 2018. Album ini dirilis dalam format digital dan dapat didengarkan di Spotify, iTunes, Apple Music, Youtube, Deezer, Google Play Music, Tidal, Napster, Amazon Music, dan layanan digitalstores lainnya.
Album ini dinamai Bloom yang secara harfiah dapat diartikan “mekar”, sebagai representasi sebuah perubahan atau transformasi yang terjadi baik dari segi musikal maupun personel AATPSC. Secara personal, sejak terbentuk pada 2012 silam hingga sekarang, setiap personel band telah mengalami banyak perubahan dalam hidup mereka. Sementara dari segi musik, Bloom mengalami perubahan yang drastis dan sangat berbeda dengan album pertama AATPSC bertajuk Self Titled yang dirilis pada 2013 silam.
Perubahan musikalitas Bloom dapat dilihat dari segi musik dan lirik. Jika dalam album pertama Self Titled AATPSC banyak menggunakan instrumen akustik dan lirik lagu berbahasa Inggris, pada album Bloom yang berisi 12 lagu ini AATPSC banyak menambahkan instrumen elektronik dan sampling elektronik, serta menggunakan lirik berbahasa Indonesia dalam beberapa lagu.[4]
Selain mengisahkan proses transformasi personal AATPSC, 12 lagu dalam Bloom berkisah tentang kehidupan sekitar. Single pertama bertajuk “Rinai Hujan” berkisah tentang seseorang yang bersedih dan merasa sendu di kala berdiri di tengah hujan, ia mengharapkan seseorang menemuinya dan mengajaknya berteduh. Sementara dalam “Lullaby (Wondering Why)” AATPSC menjabarkan hubungan antara manusia dan Tuhan. “On The Shore” secara sureal menggambarkan sepasang kekasih yang tengah berjalan di pantai. AATPSC juga menyoroti persoalan sosial dalam lagu “Melerai Lara”, lagu ini menyoroti kaum transgender yang seringnya masih mendapat diskriminasi di tengah masyarakat. Lagu “Tamasya” menjabarkan para manusia yang suka bertamasya, namun terkadang baik sengaja atau tidak sengaja merusak alam sekitar. AATPSC juga menyoroti masalah kesehatan mental/jiwa dalam lagu “The Bell Jar.”
Di album ini AATPSC juga berkolaborasi dengan beberapa musisi lain. Misalnya dalam lagu “The Bell Jar”, Gardika Gigih bermain piano dan membuat reverse sampling, dan YK Brass Ensemble mengisi departemen brass section atau alat tiup besi.[5]
Gaya musikal
AATPSC menjumput sedikit unsur dari berbagai musik seperti pop, folk, swing, electronis music, bahkan rock steady dan reggae, kemudian meramu beragam unsur tersebut dalam satu jalinan musik yang utuh. Sebagian besar instrumen musik yang dimainkan AATPSC adalah akustik elektrik dan harus dimainkan secara ensemble, misalnya akordeon, ukulele, gitar, trumpet dan trombone, hingga alat perkusi seperti conga dan glockenspiel dan looping.[6]
Respon media
Setelah wara-wiri di berbagai panggung dan merilis album pertama, AATPSC mulai dikenal oleh khalayak penikmat musik. Terkait album debut "Self Titled" mereka, The Jakarta Post menyebut AATPSC sebagai “...unassuming young men and women who carved their own niche by playing music that is not only unique but also a breakthrough in a scene...” [7] BBC Indonesia menyatakan “AATPSC disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada kemampuan mereka membawakan melodi-melodi yang utopis.” [8]South East Asia Indie (SEA Indie) mengulas AATPSC “all the musical creativities have been crytalized into one precious gem; a whimsical melodic and rhythmic style of European music.” Sementara situs pemerhati musik indie Asia Tenggara The Wknd menyebut musik AATPSC “sounds very français but very nusantara at the same time, surprisingly.”[9]
Sementara setelah rilisnya album kedua Bloom pada 25 Desember 2018, respon media masih sangat positif. Beberapa media yang merespon positif di antaranya adalah Pop Hari ini yang menyatakan "Kami di redaksi mengapresiasi album ini dengan baik",[10]Suaka Suara yang menyebut "Bloom sebagai rilisan yang patut dilirik Desember 2018",[11]Billboard Indonesia, hingga situs musik indie asal Amerika, Indie Pulse Music menyebut Bloom "this album is called Bloom as a representation of a change or transformation that occurs both in terms of musical and AATPSC personnel.[12] The Jakarta Post juga mengulas album Bloom sebagai sebuah transformasi besar dari AATPSC, baik dalam segi musik, lirik, maupun personal band.[13]
AMI Awards juga memasukkan AATPSC dalam daftar Next: Big Things in Indonesia mereka.