Aris Setyawan (lahir di Karanganyar, 14 April 1987) adalah etnomusikolog, musisi, penulis, peneliti musik, dan jurnalis lepas. Aris juga merupakan drummer dan penulis lirik dari band Musik pop dan folk asal Yogyakarta, indonesia, Auretté and The Polska Seeking Carnival. Selain sebagai drummer, Aris juga dikenal sebagai penulis buku Pias: Kumpulan Tulisan Seni dan Budaya,Wonderland: Memoar dari Selatan Yogyakarta, dan Aubade: Kumpulan Tulisan Musik. Aris juga merupakan co-founder dan pemimpin redaksi situs perspektif seni dan budaya Serunai.co.[1]
Pendidikan
Aris Setyawan menyelesaikan studi strata 1 di jurusan etnomusikologiInstitut Seni Indonesia Yogyakarta pada 2014. Ia lulus setelah mengerjakan skripsi dengan tajuk Relasi-Kuasa dalam Dangdut (Studi Kasus Dangdut Sebagai Media Kampanye Politik).
Pada Agustus 2024 Aris Setyawan melanjutkan studinya di Magister Kajian Budaya (S2) di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.[2]
Karier
Kepenulisan
Pias: Kumpulan Tulisan Seni dan Budaya
Pias adalah buku pertama karya Aris Setyawan. Bunga rampai ini merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan Aris yang berceceran di berbagai media. Baik di media cetak (koran, majalah, zine), maupun di media elektronik (webzine, media daring, blog pribadi). Tulisan-tulisan tersebut ditulis dalam kurun waktu 2010 hingga 2016.
Puluhan tulisan dalam PIAS tidak spesifik menyasar satu topik atau disiplin ilmu tertentu. Di satu tulisan Aris membahas sejarah penggunaan musik dangdut sebagai media kampanye politik. Di tulisan lain Aris mengulas film atau buku tertentu. Ada juga tulisannya yang mengupas fenomena sosial seperti eksistensi ruang karaoke hingga ruang kos, serta bagaimana angkringan telah menjadi sebuah tempat perdebatan wacana. Di dalam ranah seni rupa, Aris juga sempat menulis beberapa kritik dan pengantar pameran. Pias adalah wujud dari kegelisahan Aris akan banyak fenomena di dunia.[3]
Bahasan esai-esai Aris bertebaran dari topik seni secara luas, ada juga musik, seni rupa, film, sastra, ulasan buku, hingga sekadar curahan hati Aris saat mengetahui fenomena sosial tertentu di sekitar lingkungan tempat tinggalnya di Yogyakarta.
Itulah kenapa buku ini bertajuk Pias. Di dalam KBBI, Pias diartikan sebagai diagram untuk memperlihatkan atau menerangkan sesuatu. Maka buku Pias ini adalah semacam diagram yang dibuat oleh Aris untuk memancing para pembacanya mempertanyakan berbagai isu dan fenomena sosial budaya yang terjadi di sekitar kita. Atau, versi lebih gaulnya menurut Lelaki Budiman selaku editor dari penerbit Tan Kinira, Pias adalah singkatan dari Percikan Ide Aris Setyawan.
Buku dengan ketebalan lebih kurang sekitar 300 halaman ini diterbitkan oleh penerbit independen Tan Kinira, bekerjasama dengan penerbit independen Warning Books.
Pias: Kumpulan Tulisan Seni dan Budaya mendapatkan respon yang positif oleh khalayak dan kritikus. Musikolog dari lembaga kajian musik Art Music Today, Erie Setiawan menyatakan "Anda akan menemukan banyak sekali percabangan pemikiran di buku ini, seperti susunan syaraf yang kompleks. Aris berusaha melihat fenomena seni, musik, budaya, film, dan lain-lain yang melintasi kesehariannya, dan ia telah membantu kita untuk “peka diri” pada tingkatan rohani sekaligus rasional."
Sementara itu, redaktur situs Serunai.co, Ferdhi Putra menyebut Pias "menjadi bacaan ringan sekaligus berat karena menawarkan wacana-wacana kritis tentang banyak hal. Ya, banyak hal; seni budaya yang tidak terbatas pada musik, seni rupa, sastra, film, dlsb., tetapi juga merambah ke soalan yang mungkin agak sulit disangkutpautkan dengan “seni dan budaya”. Soal makanan dan pekerjaan, misalnya. Pias melengkapi deretan panjang buku kumpulan esei seni dan kebudayaan yang diterbitkan beberapa tahun belakangan."[4]
Beberapa musikus dan tokoh musik juga memberikan respon positif akan buku ini. Rapper Herry Sutresna atau yang lebih dikenal sebagai Ucok Homicide menyatakan “Kumpulan tulisan Aris di bukunya ini adalah testimoninya terhadap banyak hal yang dapat membuat yang lainnya juga berpikir ulang soal pentingnya tulisan remeh temeh pengalaman personal dan irisannya dengan musik dan budaya populer pada umumnya.”
Sementara itu Cholil Mahmud, gitaris/vokalis Efek Rumah Kaca (grup musik) dan Pandai Besi (grup musik) menyatakan “Aris, Potensial dan menjanjikan. Bisa jadi, kita tidak terlalu sepakat dengan pendapatnya. Namun, dari situ, kita bisa memulai perdebatan untuk mempertajam dan mencari jalan keluarnya jika diperlukan. Saya tidak akan heran jika pada masa depan, tulisannya, pertanyaannya, dan gugatannya terhadap suatu fenomena akan seliweran di media sosial maupun media cetak.”
Co-founder Jakartabeat.net, pendiri Elevation Records/Elevation Books, dan penulis musik, Taufiq Rahman menyatakan “Aris adalah suara hati nurani musik independen Indonesia. Sebagai editor di Jakartabeat, saya memiliki posisi menguntungkan untuk melihat proses pematangan dia sebagai penulis yang pada akhirnya bisa menemukan suaranya sendiri. Dari awal, Aris punya kegelisahan—yang tumbuh dari kecintaannya terhadap musik—dan ini kemudian menjadi benang merah di semua tulisannya, apakah musik memiliki fungsi dan relevansi diluar dimensi esoteris yang hanya mengutuknya menjadi klangenan belaka. Kumpulan tulisan di buku ini adalah buah dari kegelisahan itu, tentang apakah musik berguna bagi manusia dan kemanusiaan.”[5]
Wonderland: Memoar Dari Selatan Yogyakarta
Wonderland: Memoar Dari Selatan Yogyakarta adalah buku kedua Aris yang diterbitkan oleh Elevation Books pada Maret 2020. Buku ini merupakan bagian dari seri C-45 yang Elevation terbitkan. Seri ini merupakan buku-buku yang mengulas tuntas sebuah album penuh musik. Jika di buku pertama seri C-45 bertajuk Demi Masa, Kapsul Waktu dan Nostalgia Radikal Fajar Nugraha mengulas album Demi Masa milik Morgue Vanguard dan Doyz dengan bentuk tulisan ulasan kritis, maka di buku Wonderland… ini Aris justru menceritakan proses kreatif pembuatan album perdana Self Titled milik AATPSC.[6]
Ada beberapa hal menakjubkan dari album pertama Auretté and The Polska Seeking Carnival ini. Untuk sebuah band dari Bantul, AATPSC terdengar sangat kosmopolitan; vokalis Dhima Christian Datu malah lebih fasih bernyanyi dalam Bahasa Perancis ketimbang dalam cengkok Bahasa Inggris, komposisi musiknya jauh lebih ramai dari dua ensemble jazz yang bermain di satu kafe di pojokan kota Copenhagen dan kualitas amatir produk rekaman studio mereka justru jauh lebih mumpuni dari hasil kerja para profesional.
Namun, lepas dari subjektivitas semua pihak yang terlibat di buku ini, seri kedua buku C-45 ini berkisah soal proses kreatif album perdana Auretté and The Polska Seeking Carnival. Buku ini berkisah tentang suasana, waktu dan sebuah tempat, tentang pemberontakan anak-anak sekolah seni yang bosan dengan kejumudan dan kemapanan dan kemudian berhasil mendobrak sekat-sekat usang yang memisahkan seni di awal dekade lalu.
Ini adalah sebuah dokumen kaya soal bagaimana individu-individu mencoba berkesenian pada sebuah tempat dan sebuah masa.[7]
Aubade: Kumpulan Tulisan Musik
Aubade: Kumpulan Tulisan Musik adalah buku ketiga Aris Setyawan. Sebelumnya Aris telah menerbitkan dua buku yaitu Pias: Kumpulan Tulisan Seni dan Budaya, dan Wonderland: Memoar Dari Selatan Yogyakarta.
Aubade: Kumpulan Tulisan Musik adalah sebuah buku antologi yang berisi tulisan-tulisan tentang musik. Sebelumnya tulisan-tulisan tersebut telah dimuat di berbagai media baik daring maupun luring selama periode 2015 sampai 2020. Tulisan-tulisan tentang musik tersebut kemudian dirangkai menjadi satu buku ini.
Yang istimewa dari tulisan-tulisan Aris adalah bagaimana Aris bisa membedah kelindan antara musik dengan berbagai hal seperti manusia, kemanusiaan, sosial, dan politik. Tulisan-tulisan Aris dalam buku ini membicarakan musik bukan hanya sekadar sebagai bentuk hiburan. Aris, memaknai musik sebagai ilmu pengetahuan. Maka, wajar jika tulisan-tulisan Aris banyak bersinggungan dengan berbagai isu.
Misalnya, Aris membicarakan musik dan kaitannya dengan kesehatan mental dalam tulisan “Ihwal Kesehatan Mental di Blantika Musik Nusantara”, “Mengapa Musisi Rentan Depresi hingga Bunuh Diri”, dan “Hello Chester”.
Aris juga membahas keterkaitan antara musik dan politik dalam tulisan “Musik dan Politik Otentik”, dan “RUU Permusikan dan Pembungkaman Kreativitas Musisi”.
Aris juga mampu membahas sejarah sebuah musik secara komprehensif. Misalnya di tulisan “Perkembangan Musikal Dangdut”, secara runut dan komplet Aris melacak sejarah kelahiran musik dangdut dan berbagai varian sub-genrenya.
Buku Aubade: Kumpulan Tulisan Musik ini menjadi penting karena di Indonesia jarang ditemukan buku-buku tentang musik yang memaknai musik sebagai bentuk ilmu pengetahuan. Biasanya buku-buku musik di Indonesia sebagian besar berisi panduan-panduan cepat bermain musik, atau semacam buku self help untuk siapapun yang ingin belajar bermain musik.
Aubade: Kumpulan Tulisan Musik adalah satu dari sedikit buku yang mengulas musik dan kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan.[8]
Tidak banyak penulis musik dari luar Jakarta yang punya konsistensi untuk menulis musik dan melakukan reportase, dan yang terpenting menyediakan dirinya sehingga mudah dijangkau seperti Aris. Terlebih dengan kelebihan latar belakangnya yang membuatnya mampu untuk menulis bahwa hal gaib bernama musik itu adalah urusan penting yang bisa ditarik hubungannya ke sana ke mari. Dan bukan hanya sekedar bebunyian teman kita beraktifitas. Maka itu tidak berlebihan bila menyebut Aris sebagai salah satu aset berharga dalam penulisan musik di Indonesia.[9]
Aris tercatat aktif sebagai co-founder dan editor-in-chief (pemimpin redaksi) serunai.co. Situs ini fokus melaporkan isu seni dan budaya dengan perspektif kemanusiaan. Serunai adalah media yang menyajikan dan membahas berbagai aktivitas seni dan budaya sebagai bagian dari cara hidup manusia. Serunai menyajikan seni yang tidak terbatas pada produk seni di ruang pameran maupun panggung pertunjukan. Lebih dari itu, Serunai ingin menggali, menjadi saksi sekaligus mendokumentasikan peristiwa seni dan budaya yang merupakan wujud dari cara manusia berhubungan dengan sesamanya, dengan alam lingkungannya, maupun dengan spiritualitasnya.[10]
Aris dikenal sebagai drummer dan penulis lirik di band folk pop asal Yogyakarta, Auretté and The Polska Seeking Carnival. Bersama bandnya, ia telah merilis dua album penuh bertajuk Auretté and The Polska Seeking Carnival (2013) dan Bloom (2018).[12]
Karya
Buku
Judul
Tahun
Penerbit
Pias: Kumpulan Tulisan Seni dan Budaya
2017
Warning Books/Tan Kinira Books
Wonderland: Memoar dari Selatan Yogyakarta
2020
Elevation Books
Aubade: Kumpulan Tulisan Musik
2021
Arung Wacana
Rupa Suara: Catatan Perjalanan Bebunyian (Co-author bersama Iman Fattah)
^itu, Redaksi SerunaiSerunai adalah media yang menyajikan dan membahas berbagai aktivitas seni dan budaya sebagai bagian dari cara hidup manusia Serunai menyajikan seni yang tidak terbatas pada produk seni di ruang pameran maupun panggung pertunjukan Lebih dari; menggali, Serunai ingin; Sesamanya, Menjadi Saksi Sekaligus Mendokumentasikan Peristiwa Seni Dan Budaya Yang Merupakan Wujud Dari Cara Manusia Berhubungan Dengan; Lingkungannya, Dengan Alam; Spiritualitasnya, Maupun Dengan. "Tentang Kami". Serunai.co. Diakses tanggal 2021-11-04.
^Setyawan, Aris (14 April 2019). "Portfolio Aris Setyawan". Ruang Raung. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-07. Diakses tanggal 4 November 2021.