Augustine Magdalena Waworuntu
Dra. Augustine Magdalena Waworuntu (4 Juni 1899 – 21 November 1987) adalah seorang politisi Minahasa yang menjadi walikota Manado pertama pasca dibubarkanya Republik Indonesia Serikat, dan wali kota perempuan pertama Manado.[1] Kehidupan awalAugustine Magdalena Waworuntu lahir pada tanggal 4 Juni 1899 sebagai anak perempuan dari Albertus Lasut Waworuntu, anggota Volksraad. Dia memulai jenjang pendidikanya di Sekolah Rendah di Manado dan pada menginjak usia 14 tahun dia pindah ke Batavia dan tinggal di asrama. Dia melanjutkan jenjang pendidikanya di Hoogere Burgerschool (Sekolah Menengah Atas) dan dia mendapatkan sertifikat mengajar bahasa Prancis serta perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan sertifikat tersebut.[2] Selama tinggal di Jakarta, dia berpartisipasi dalam Sumpah Pemuda.[2] Selama pendudukan Jepang di Hindia Belanda, dia menjadi anggota Komisi Bahasa, bersama dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Sutan Takdir Alisjahbana . Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dia mulai mengajar bahasa Prancis dan Jerman di sekolah menengah.[3] Sebagai Walikota ManadoPada akhir 1949, pemilihan umum diadakan untuk memilih penjabat walikota Manado baru. Waworuntu terpilih sebagai penjabat Walikota Manado,[4][5] dan pada tanggal 30 September 1950, dia dilantik sebagai Walikota Manado sementara.[6][7] Dia mengatakan bahwa masalah utama yang dihadapi Manado adalah rekonstruksi pasca perang dan penanganan bekas anggota KNIL .Dia mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, hanya lima rumah dinas yang telah dibuat, dan rumah dinas resminya sebagai walikota adalah sebuah hotel yang beratap bambu.[3] Pada 13 Maret 1951, Waworuntu resmi ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri sebagai Walikota Manado tetap.[8] Pengangkatan Waworuntu sebagai walikota tetap dicabut oleh DPRD Minahasa pada tanggal 29 Maret 1951 dan dewan yang awalnya memilih Waworuntu sebagai walikota Manado, Dewan Kotapraja Manado, dibekukan. HR Ticoalu ditunjuk sebagai walikota baru untuk menggantikan posisinya.[9] Pencabutan pengangkatan dia sebagai walikota tetap menyebabkan konflik antara Kementerian Dalam Negeri dan DPRD Minahasa. Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa dalam sebuah surat keputusan tanggal 6 November 1930, Dewan Minahasa hanya memiliki hak untuk menyelenggarakan pemilu[9] sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mendukung DPRD Minahasa dengan menyatakan bahwa pengangkatan Waworuntu melanggar UU Negara Indonesia Timur No.44 tahun 1950 yang masih berlaku di Minahasa.[9] Waworuntu hendak pergi ke Jakarta untuk bertanya mengenai masalah ini kepada Menteri Dalam Negeri, tetapi ia ditahan di rumah oleh polisi militer di Manado.[10] Dia akhirnya dibebaskan dan berhasil tiba di Jakarta pada tanggal 8 April 1951.[11] Konflik antara Kementerian Dalam Negeri dengan DPRD Minahasa akhirnya berakhir pada tanggal 10 Mei 1951 ketika Menteri Dalam Negeri merilis sebuah surat keputusan yang secara resmi mencabut penunjukan Waworuntu sebagai walikota tetap Manado sebelumnya .[12][13] Menanggapi hal tersebut, pada tanggal 25 Mei 1951, Waworuntu mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri memohon pemecatan dirinya sebagai Walikota Manado.[14] Pemecatannya juga dibahas oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Arudji Kartawinata pada sidang dewan pada 2 Juni 1951. Kartawinata menyatakan bahwa pasca pemecatan Waworuntu sebagai walikota Manado, koran Pikiran Rakyat mendapat peringatan dari pemerintah Daerah Minahasa karena menerbitkan artikel tentang Waworuntu.[15] KematianWaworuntu meninggal pada tahun 1986.[16] Referensi
|