Ashraf Marwan (2 Februari 1944 – 27 Juni 2007) adalah seorang miliuner Mesir yang menjadi menantu Presiden MesirGamal Abdel Nasser dan penasihat Presiden Anwar Sadat. Ia juga diyakini bekerja sebagai mata-mata untuk agen rahasia Israel, Mossad. Kakeknya adalah hakim pengadilan Syariah Mesir sementara ayahnya adalah seorang jenderal Garda Republik Mesir. Pada 1965, saat berusia 21 tahun, Ashraf lulus dari Universitas Kairo dengan gelar sarjana kimia sebelum mendaftarkan diri ke angkatan darat. Pada tahun yang sama, ia bertemu dengan Mona Nasser, putri kedua Presiden Gamal Abdel Nasser, yang saat itu baru berusia 17 tahun. Kedua jatuh cinta tetapi Nasser curiga Ashraf mendekati putrinya bukan sepenuhnya karena cinta tetapi lebih karena status politiknya. Meski demikian, Mona bersikeras ingin menikahi Ashraf dan mereka pun akhirnya resmi menikah pada Juli 1966. Dua tahun kemudian, Ashraf mulai bekerja di kantor presiden di bawah Sami Sharaf, tangan kanan Nasser dan tokoh kuat dalam dinas rahasia Mesir.
Ashraf, Mona, dan putra mereka yang baru lahir, Gamal pindah ke London karena Ashraf melanjutkan studinya. Beberapa bulan kemudian, Nasser yang mendapat informasi bahwa Ashraf gemar berfoya-foya memanggilnya pulang ke Mesir dan dia kembali bekerja di bawah Sami Sharaf.
Ashraf bekerja selama delapan tahun di kantor presiden dan menghabiskan sebagian besar masa kerjanya dalam posisi junior. Meski demikian Nasser kerap menggunakan Ashraf dalam tugas-tugas khusus misalnya untuk menenangkan suasana usai krisis yang dipicu mundurnya Jenderal Saad al-Shazly. Sang jenderal mengundurkan diri setelah mengetahui pesaingnya yang dinominasikan sebagai panglima angkatan darat.
Pada 1970, Presiden Nasser meninggal dunia akibat serangan jantung dan digantikan wakilnya, Anwar Sadat. Di pemerintahan baru ini, Ashraf menjadi penasihat kepercayaan Sadat yang membutuhkan dia sebagai wujud bahwa dirinya sebagai presiden baru mendapat dukungan dari keluarga Nasser. Pada Mei 1971, Ashraf memainkan peran penting dalam menggagalkan upaya kudeta yang direncanakan para loyalis Nasser termasuk Sami Sharaf. Akibatnya, beberapa orang ditangkap termasuk Sami Sharaf dan Sadat menunjuk Ashraf untuk menggantikan posisi Sami. Meski kini Ashraf menjadi kepala staf kantor presiden, dia sebenarnya berperan sebagai utusan Anwar Sadat terutama untuk menjalih hubungan dengan Libya dan Arab Saudi. Ashraf menjalankan tugasnya dengan amat baik. Dia memiliki hubungan amat dekat dengan Kamal Adham, saudara ipar Raja Faisal. Ashraf juga memiliki hubungan spesial dengan pemimpin Libya Muammar Khadaffi dan Perdana Menteri LibyaAbdessalam Jalloud.
Hubungan baik tersebut yang kemudian membuat Arab Saudi dan Libya menyediakan bantuan keuangan dan militer bagi Mesir menjelang Perang Yom Kippur. Salah satunya adalah sumbangan jel tempur Mirage-5 dari Libya yang teramat penting bagi Mesir yang di bawah embargo tak bisa membeli pesawat tersebut.
Dalam buku The Angel: The Egyptian Spy Who Saved Israel karya Uri Bar-Joseph, Ashraf dikatakan sebenarnya tidak ingin perang kembali pecah di antara kedua negara. Ide tersebut muncul ketika dia gagal meyakinkan Nasser agar tak kembali berperang melawan Israel. Niat Ashraf tersebut semakin kuat ketika dia mengetahui Nasser meminta Mona agar menceraikannya karena hobi judinya yang tak terkendali. Ashraf kemudian menggunakan telepon umum di salah satu sudut kota London untuk menghubungi kedutaan besar Israel dan meminta untuk berbicara dengan duta besar. Sesuai protokol yang berlaku, operator telepon kedubes Israel kemudian menyampaikan hal itu ke atase pertahanan Israel. Beberapa bulan kemudian, dinas rahasia Israel balik menghubungi Ashraf dan sejak saat itulah sang menantu presiden bekerja untuk Israel dengan kode "The Angel". Dengan jabatannya yang tinggi, Ashraf memiliki akses ke berbagai informasi rahasia termasuk rencana perang yang disusun Mesir untuk menyerang Israel. Informasi yang dikumpulkan Ashraf kemudian sampai ke Perdana Menteri IsraelGolda Meir dan Menteri Pertahanan IsraelMoshe Dayan yang menggunakannya sebagai bahan untuk menyusun taktik perang. Presiden Anwar Sadat akhirnya memutuskan untuk menyerang Israel pada Oktober 1973. Sebelumnya, sudah dua kali Ashraf memperingatkan Israel soal serangan Mesir tetapi dua peringatan itu tak berbuah kenyataan.
Pada 4 Oktober 1973, sekitar 44 jam sebelum serangan digelar, Ashraf mengontak Dubi, agen Mossad yang menjadi penghubungnya di London. Dia meminta pertemuan mendesak dengan direktur Mossad untuk membicarakan tentang "bahan kimia yang amat banya", sebuah kode yang digunakan Ashraf untuk mengabarkan perang akan terjadi. Pertemuan tersebut digelar pada Jumat malam di London dan Ashraf memberikan informasi kepada Zvi Zamir, direktur CIA bahwa perang akan pecah.
Akibat peringatan Ashraf tersebut, Israel bisa memobilisasi pasukannya pada 6 Oktober, beberapa jam sebelum Mesir menyerang. Hasilnya, efek kejutan yang diharapkan terjadi dari serangan itu tidak terjadi. Tanpa peringatan Ashraf, Mesir pasti bisa merebut kembali Semenanjung Sinai dan Suriah bisa mendapatkan lagi Dataran Tinggi Goland. Ashraf masih terus bekerja untuk Mossad hingga 1998 dan selama itu dia hanya berhubungan dengan satu petugas saja yaitu Dubi. Identitasnya sebagai mata-mata Israel terungkap pada Desember 2002, ketika sejarawan Israel Ahron Bregman menyebut Ashraf sebagai agen ganda yang menipu Israel. Sumber Bregman adalah Mayor Jenderal (purn) Eli Zeira, direktur intelijen militer Israel di masa Perang Yom Kippur.
Setelah Anwar Sadat tewas ditembak pada Oktober 1981, Ashraf meninggalkan Mesir dan memulai bisnisnya di London, Inggris. Di Inggris, dia dikenal sebagai sosok misterius yang bermain tidak mengikuti aturan. Ashraf Marwan meninggal dunia di luar kediamannya Carlton House Terrace, London setelah jatuh dari balkon apartemennya di lantai lima. Sejumlah laporan menyebut Kepolisian London menduga Ashraf tewas dibunuh. Dugaan serupa juga diyakini putra sulung Ashraf, Gamal.[1]