Asas Internasional tentang Penerapan Hak Asasi Manusia dalam Pengawasan KomunikasiAsas Internasional tentang Penerapan Hak Asasi Manusia dalam Pengawasan Komunikasi merupakan kaidah-kaidah hukum yang ditulis oleh oleh organisasi dan para pakar yang berkecimpung dalam isu-isu keamanan privasi yang tersebar di seluruh dunia dalam rangka mendefinisikan hukum Hak Asasi Manusia yang berlaku dalam ruang lingkup digital. Organisasi dan pakar tersebut antara lain Access, Article 19, Asociación Civil por la Igualdad y la Justicia, Asociación por los Derechos Civiles, Association for Progressive Communications, Bits of Freedom, Center for Internet & Society India, Comisión Colombiana de Juristas, Electronic Frontier Foundation, European Digital Rights, Reporter Without Borders, Fundación Karisma, Open Net Korea, Open Rights Group, Privacy International, Samuelson-Glushko Canadian Internet Policy and Public Interest Clinic. Dokumen mengenai Asas Internasional tentang Penerapan Hak Asasi manusia di terbitkan pada 10 Juli tahun 2013 kemudian direvisi pada Mei 2014.[1] Latar BelakangDalam Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 17 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik diatur bahwa tidak boleh seorang pun menjadi target kesewang-wenangan dalam hal privasi. Pengunaan kebijakan pengawasan komunikasi oleh negara yang dilakukan tanpa pengawasan dan perlindungan yang memadai akan beresiko berdampak pada keberadaan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang dimiliki masyarakat demokratis. Dokumen Asas Internasional tentang Penerapan Hak Asasi Manusia dalam Pengawasan Komunikasi dibut untuk menjadi pedoman kerja bagi kelompok masyarakat sipil, korporasi, negara dan pihak lain untuk mengevaluasi muatan nilai-nilai hak asasi manusia dalam peraturan atau undang-undang yang berlaku dalam hal pengawasan komunikasi. Konsep peraturan Hak Asasi Manusia yang ada masih belum bisa mengejar kecepatan perkembangan teknologi informasi digital yang sangat pesat, sehingga menyebabkan potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam ranah pengawasan komunikasi. Pemerintah memiliki kewenangan atau akses terhadap metadata komunikasi yang dimiliki masyarakatnya namun dikelola tanpa pengawasan yang memadai.[2] Metadata komunikasi tersebut dapat berisi tentang profil kehidupan seseorang, riwayat penyakit, agama, sudut pandang politik, organisasi atau asosiasi serta data-data pribadi lainnya.[3] Maka dari itu untuk mencegah adanya pelanggaran keamanan privasi, penting untuk dibuatnya dokumen yang mendefinisikan asas-asas yang berlaku secara internasional tentang hak asasi manusia dalam hal pengawasan komunikasi. Prinsip-PrinsipLegalitasNegara tidak dapat membatasi hak asasi manusia tanpa ada undang-undang atau aturan hukumnya. Tujuan Yang SahUndang-undang hanya dapat mengizinkan pengawasan komunikasi oleh otoritas negara untuk mencapai tujuan yang sah sesuai dengan kepentingan umum dalam masyarakat demokratis. Tindakan pengawasan tersebut tidak boleh membeda-bedakan ras, warna kulit, suku, agama, pandangan politik atau lainnya. KebutuhanUndang-undang terkait pengawasan komunikasi menjadi harus dibatasi pada hal-hal yang benar-benar dibutuhkan dalam mencapai tujuan yang sah sesuai dengan kepentingan umum dalam masyarakat demokratis. Pengaturan tersebut menjadi opsi terakhir guna memperkecil potensi pelanggaran hak asasi manusia. KecukupanSetiap undang-undang terkait pengawasan komunikasi harus diidentifikasi secara matang dan memiliki tujuan yang jelas ProporsionalitasKeputusan kebijakan mengenai pengawasan komunikasi harus dilakukan secara proporsional atau berimbang. Pengawasan komunikasi harus mempertimbangkan sensitivitas informasi yang diakses dan tidak melanggar privasi seseorang. Otoritas Peradilan Yang KompetenKebijakan pengawasan komunikasi harus dilakukan oleh otoritas peradilan yang kompeten, bersih dan independen. Kompetensi dalam hal ini meliputi pengetahuan terhadap aturan yang ada, pengetahuan terhadap teknolofi informasi dan sumber daya yang memadai. Proses Yang TepatProses penegakan hukum terhahdap pengawasan komunikasi harus dilakukan dengan proses yang adil dan prosedur yang tepat dengan menjamin hak-hak dari obejek yang diawasi. Pemberitahuan PenggunaSetiap pengguna yang komunikasinya diawasi, harus mendapatkan informasi dalam waktu yang cukup untuk memungkinkan mereka menolak pengawasan atau mencari solusi lain. Keterlambatan pemberitahuan hanya dapat dibenarkan ketika terdapat bahaya terhadap nyawa manusia, atau putusan pengadilan yang sah. Kewenangan pemberitahuan ini berada di tangan pemerintah dan dapat dibantu penyedia layanan. TranparansiPengunaan kebijakan pengawasan komunikasi harus dilakukan secara transparan dan terbuka. Pemerintah harus mempublikasikan setidaknya kebijakan pengawasan informasi secara detail agar dapat dipahami oleh masyarakat. Pengawasan PublikPemerintah harus membentuk mekanisme pengawasan publik dalam hal menentukan kebijakan pengawasan komunikasi. Mekanisme pengawasan dibentuk secara independen yang dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat. Integritas Komunikasi dan SistemPemerintah tidak bole memaksa penyedia layanan untuk membangun kemampuan melakukan pengawasan komunikasi terhadap penggunanya. Hal ini dikarenakan data pengguna merupakan kesepakatan privasi antara penggunan dan penyedia layanan Perlindungan Bagi Kerjasama InternasionalPerjanjian bantuan hukum timbal balik antar negara (MLATs) dan perjanjian lain yang dibuat oleh negara harus memastikan bahwa jika undang-undang di lebih dari satu negara dapat diterapkan dan dijadikan referensi pada peraturan terkait pengawasan komunikasi. Artinya, peraturan pengawasan komunikasi di negara-negara dunia ditentukan oleh kesepakatan internasional. Perlindungan Terhadap Akses Yang Tidak Sah dan Hak Atas Perbaikan Yang EfektifSetiap tindakan melakukan pengawasan komunikasi secara ilegal harus dihukum secara pidana maupun perdata. Perlu dibuat aturan hukum yang jelas mengenai pelanggaran tersebut. Referensi
|