Ampyang Maulid adalah sebuah perayaan di Kabupaten Kudus[1] yang dilaksanakan oleh masyarakat Loram Kulon guna memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Ampyang maulid menjadi salah satu budaya yang dilestarikan sampai sekarang dan diperingati setiap tanggal 12 Robi’ul Awwal. Pada peserta acara ini meliputi musholla-musholla serta dukuh yang berada di kawasan Loram Kulon. Namun lama kelamaan tradisi ini justru makin berkembang sehingga menyebabkan para peserta bertambah, mulai dari madrasah-madrasah bahkan organisasi serta lembaga-lembaga luar Loram Kulon.
Etimologi
Ampyang Maulid terdiri dari dua kata yaitu Ampyang dan Maulid. Menurut sesepuh Desa Loram Kulon Ampyang adalah jenis kerupuk yang terbuat dari tepung, berbentuk bulat dengan warna yang beraneka macam. Sedangkan kata Maulid adalah berasal dari bahasa Arab Walada menjadi bentuk masdar Maulidan yang artinya kelahiran. Jadi kata Ampyang bila dirangkai kata Maulid sehingga menjadi Ampyang Maulid mempunyai arti makanan yang ditata sedemikian rupa dalam suatu wadah yang unik, yang diusung oleh Masyarakat pada perayaan memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW di Masjid Wali Loram Kulon.
Tujuan
Karakteristik Ampyang Maulid dapat diartikan sebagai perayaan yang bernuansa da’wah Islamiyah yang dilaksanakan oleh Masyarakat Desa Loram Kulon dalam rangka memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW[2] di Masjid Wali Loram Kulon.
Perkembangannya
Tradisi Ampyang di desa Loram Kulon memiliki ciri khas dan keunikan yang telah ada sejak zaman Tjie Wie Gwan.[3] Namun pada zaman penjajahan Belanda, dilanjutkan zaman penjajahan jepang tahun 1941-1945 tidak dapat dilaksanakan karena kondisi dan situasi politik yang berakibat krisis panjang mpada masa itu. Menjelang timbulnya gerakan partai komunis Indonesia(PKI) sampai masa akhir G 30 S PKI, tradisi ampyang ini sempat terhenti juga karena situasi politik. Dalam perkembangannya tahun 1995 M tradisi ampyang ini kembali dilaksanakan sebagai syiar agama islam.
Acara
Oleh masyarakat Desa Loram Kulon pada waktu event itu kerupuk tersebut dijadikan sebagai hiasan sebuah tempat makanan berbentuk persegi empat, terbuat dari bambu, kayu dengan bentuk tempat Ibadah agama Islam seperti miniatur Masjid, Musholla, Rumah adat dan lainnya yang bagian pojoknya diberi hiasan spesifik bunga “Jambul” yaitu bambu yang diserut hingga mlungker-mlungker (melingkar-lingkar) kemudian diberi berbagai macam warna
Referensi