Altruisme kompetitif ialah mekanisme yang memungkinkan perilaku kerja sama tanpa syarat. Dalam teori altruisme timbal-balik, donor kemudian akan mendapatkan keuntungan. Jika ganjaran atas kerja sama tidak ada, perilaku altruistik tidak mungkin didorong oleh hubungan timbal-balik.
Karakteristik
Dalam menerangkan altruisme kompetitif, Roberts[1] memberi contoh jilat-menjilat dalam kelompok burung. Burung tertentu tidak dapat menangkap parasit di setiap sudut tubuh, terutama leher, maka mereka saling membersihkan. Setiap burung hidup bersama seluruh kelompok yang kemudian dapat menjadi pembersih dirinya. Mereka saling berlomba agar dapat membentuk hubungan yang membawa keuntungan. Si curang, burung yang dibersihkan tetapi tidak mau membersihkan, tidak turut bersaing dan terasingkan dari hubungan ini. Kebertahanan mereka dalam seleksi alam menurun karena isolasi dari kelompok.
McNamara et al.[2] menganalisis teori ini secara kuantitatif. Seperti Robert Axelrod, mereka membuat program komputer yang menyimulasikan interaksi berulang di antara individu. Program menggunakan pemain dengan ciri tertentu secara genetis, "sifat kooperatif" dan "sifat pemilih". Hasil simulasi berikut ini.
Kombinasi sifat ‘paradoks’ menghasilkan nilai yang rendah: individu dengan sifat pemilih yang rendah tetapi berusaha keras cenderung dieksploitasi oleh rekan; individu dengan sifat pemilih yang tinggi tetapi kurang berusaha menghabiskan waktu mencari rekan yang lebih baik dan cenderung tidak menerima tawaran. Korelasi positif antara sifat pemilih dan kooperatif menghasilkan assortment positif antara tipe yang kooperatif – ciri penting semua mekanisme pendukung kerja sama.
Pengembangan kerja sama ini membutuhkan beragam derajat kooperasi dan sifat pemilih. Sifat-sifat tersebut bersangkutan dengan variasi dan mutasi genetis. McNamara et al. juga berargumen bahwa individu membutuhkan periode pencarian agar pemain yang "saling dapat diterima" bertemu satu sama lain. Oleh karena itu, altruisme kompetitif cenderung muncul pada hewan dengan waktu hidup yang panjang.[2]
Dilema tahanan
Dalam hubungannya dengan dilema tahanan, individu paling diuntungkan jika melakukan interaksi sekali dengan individu lain dengan tindak pengrusakan (yaitu memperoleh keuntungan tanpa menghabiskan sumber daya sendiri). Namun, dalam dilema tahanan berulang, yang mana mereka berinteraksi lebih dari sekali, jika tindak pengrusakan mengurangi kesempatan individu menarik kawan yang cocok di masa depan, perilaku kooperatiflah yang dipilih oleh individu.[1]
Pemilihan kooperasi ini lebih mungkin terjadi jika tindakan individu dalam interaksi diamati oleh individu pihak ketiga. Hal ini muncul karena adanya kemungkinan reputasi yang terbentuk. Amotz Zahavi, terkenal atas karyanya yang menyangkut Argya squamiceps, berpendapat bahwa tingkat "gengsi sosial" memengaruhi individu mana yang akan saling berinteraksi dan bagaimana mereka berperilaku.[3]
Altruisme kompetitif tampak berulang kali dalam penelitian dengan manusia. Misalnya, individu menjadi lebih dermawan ketika perilaku mereka dilihat oleh individu lain dan individu altruistik memiliki status sosial yang lebih dan secara selektif dipilih sebagai rekan kolaborasi dan pemimpin kelompok.[4] Dengan penambahan pandangan teori seleksi sosial, penelitian menunjukkan bahwa laki-laki berperilaku lebih altruistik di depan perempuan (yang menarik) dan laki-laki altruistik cenderung dipililh sebagai rekan seksual jangka panjang.[5]
Prinsip kecacatan
Teori altruisme kompetitif juga menghubungkan perilaku tertentu dengan prinsip kecacatan. Dalam altruisme kompetitif, kooperasi adalah ciri yang merupakan sinyal dan karenanya menjadi pusat seleksi seksual. Seperti ekor merak, kooperasi berlangsung dan mencolok tampak besar walau merugikan individu. Kooperasi secara signifikan merugikan individu hingga hanya segelintir individu dari populasi dapat melakukannya.[6]
Roberts[1] berpendapat altruisme adalah sinyal dengan "teori hadiah gratis". Karena penerima mendapatkan sejumlah keuntungan dari interaksi dengan donor, sinyal ini perlu diperhatikan. Misalnya, sejumlah burung jantan mempersembahkan makanan untuk calon pasangan. Perilaku tersebut, courtship feeding, tidak hanya menguntungkan betina yang mendapatkan makanan tanpa mengeluarkan energi, tetapi juga menjadi unjuk kemampuan jantan dalam memperoleh makanan. Oleh karena itu, sinyal tampak sebenar-benarnya, menggambarkan kemampuan bertahan pasangan secara benar.
Namun, hubungan antara altruisme kompetitif dan sinyal tidak bebas dari kritik. Wright[7] menunjukkan bahwa perilaku sinyal altruistik seperti pemberian hadiah menyebabkan "pengoperan kemampuan bertahan (kecocokan evolusi) dari individu yang berkualitas tinggi ke yang berkualitas rendah". Perilaku tersebut dalam hal ini dipandang mengurangi kebenaran sinyal. Sebagai dukungan atas kecenderungan ini, Wright berstipulat bahwa perilaku altruistik harus diberikan kepada pasangan atau kawan. Dari sudut pandang pembenaran teori, sinyal harus ditampilkan sehingga meningkatkan kecocokan individu melebihi keuntungan dari "investasi" pada pasangan.
Lihat juga
Referensi