Aloysius Sugianto Adikusumo (25 Juni 1928 – 23 Februari 2021) adalah seorang tentara dan pejuang asal Indonesia kelahiran Yogyakarta.[1] Pada masa muda, ia sudah terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia dari 1945 sampai 1949. Ia dekat dengan Slamet Riyadi yang gugur di Maluku ketika penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS). Setelah Slamet Riyadi terbunuh, Sugianto tetap berkarier di militer. Ia termasuk perwira generasi awal dari pasukan khusus Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)—yang kemudian menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Namun, setelah Peristiwa Kranji, Sugianto ditempatkan di Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Sewaktu G30S meletus pada 1965, ia berpangkat kapten dan menjadi staf dari Asisten Intel Kostrad, Kolonel Yoga Sugama, bersama Letnan Kolonel Ali Moertopo.
Kala Ali Moertopo menjadi Deputi II Bakin dan memimpin Operasi Khusus (Opsus), Sugianto menjadi Direktur Masalah Budaya dan berpangkat kolonel pada pertengahan 1974. Ia juga menjadi pengelola majalah hiburan Pop. Setelah Ali Moertopo dikunjungi perwakilan kelompok Apodeti dari Timor Portugal, Sugianto dapat tugas.
Bermodal visa dari Konsulat Portugal di Jakarta, Sugianto terbang ke Dili. Sugianto tak mengaku sebagai kolonel Opsus, melainkan sebagai direktur perusahaan dagang fiktif. Berkali-kali Sugianto keluar-masuk Timor Portugal, mengumpulkan data intelijen soal kelompok-kelompok politik pendukung kolonialisasi Portugal dan pro-kemerdekaan.[2]
Ia memperoleh Bintang Gerilya, Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia, Ia juga mendapatkan penghargaan atas keikutsertaan dalam perang kemerdekaan I dan II, mengikuti gerakan operasi militer I, III, dan V, serta memperoleh Gelar Kehormatan Veteran Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.[1]
Referensi