Ayah Yasawi bernama Syeikh Ibrahim meniggal saat Yasawi berusia tujuh tahun. Yasawi pun dirawat oleh guru spiritualnya, Arslan Baba. Di bawah pendidikan Arslan Baba, Yasawi muda menunjukkan kecerdasan yang membuat ia mulai terkenal. Syeikh Ibrahim sebelumnya telah dikenal atas prestasinya dan banyak kisah yang diceritakan mengenai dirinya. Pengaruh keturunan ini kemudian juga berkontribusi terhadap pengakuan Yasawi.
Yasawi kemudia pindah ke Bukhara dan melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada guru ternama Yusuf Hamdani.[4] Setelah kematian Hamdani, ʿAbdullah Barki menjadi pemimpin dari khanqah tempat Hamdani mengajar dan dilanjutkan kemudian oleh Hassan-i Andākī.[3] Ahmad Yasawi lalu menjadi mursyid dari tarekat Naqsybandiyah ketika Hassan-i Andākī meniggal pada tahun 1160. Ia kemudian menyerahkan jabatan tersebut kepada Abdul Khaliq Gajadwani dan pindah ke Kota Turkistan untuk menyebaran Islam di Turkestan.[3]
Pengaruh
Ahmad Yasawi memiliki pengaruh besar dari usahanya menyebarkan Islam di Asia Tengah. Ia pun memperoleh murid dan pengikut yang banyak dari wilayah tersebut. Syair-syair Yasawi menciptakan aliran syair keagamaan tradisional baru di dalam kesusastraan Turk Asia Tengah yang tetap mempengaruhi penyair-penyair berikutnya.[5] Yasawi menjadikan Kota Yasi sebagai pusat pendidikan di wilayah Stepa Kazakh sebelum ia pensiun di masa tuanya. Pada usia 63 tahun, ia membuat sebuah ruangan bawah tanah tempat ia menghabiskan sisa hidupnya. Ilmuwan Turki, Hasan Basri Çantay, menyebutkan bahwa, "Adalah seorang Raja Seljuk yang membawa Rumi, penyair besar Sufi, ke Konya. Pada masa Seljuk pula Ahmad Yesevi, penyair Sufi besar lainnya, hidup dan mengajar. Pengaruh dari kedua guru luar biasa tersebut tetap terasa hingga masa kini."[6] Yasawi juga disebutkan oleh Edward Campbell (dengan nama pena Ernest Scott)[7] sebagai salah satu Khwajagan.
Mausoleum Khoja Ahmed Yasawi[8] kemudian dibangun di lokasi makam Yasawi oleh Timur di Turkistan. Tarekat Yasawiyah yang ia dirikan masih memiliki pengaruh hingga beberapa abad setelah kematiannya. Syeikh-syeikh Yasawiya memiliki jabatan penting di pemerintahan Bukhara hingga abad ke-19.[9]
Universitas Kazakh-Turki pertama diberi nama Universitas Ahmet Yesevi,[10] untuk menghormati Yasawi. Penganut Naqsybandiyah Idries Shah menyebutkan garis keturunan Ahmad Yasawi di dalam bukunya, The Book of the Book.[11]
"Kitab Kebijaksanaan" (ديوان حكمت, Dīvān-i Ḥikmet) ditulis oleh Yasawi di dalam bahasa Turk Pertengahan.[12]
^Devin Deweese "The Politics of Sacred Lineages in 19th-century Central Asia: Descent groups linked to Khwaja Ahmad Yasavi in Shrine Documents and Genealogical Charters" International Journal of Middle Eastern Studies Vol.31 (1999) pp. 507-530