Abdul Muthalib Manyabar
Syekh Haji Abdul Muthalib Manyabar (1874-1937) adalah seorang yang gigih dalam hidup dan menuntut ilmu.[1] Ulama tarikat ini menyebarkan agama di daerah Mandailing, khususnya Barbaran, Hutabargot, Mompang Jae, Laru, Tambangan, Simangambat, Bangkudu, Raorao dan Siladang.[1] Ulama inilah yang menemukan mata air di Aek Banir yang digunakan untuk bersuci mengambil wudhu sebelum shalat.[1] Sehingga penduduk di daerah itu yang sebelumnya tidak menunaikan shalat dengan alasan karena ketiadaan air, akhirnya dapat melaksanakan shalat dalam keadaan suci.[1] Ia seorang piatu.[1] Ayahnya Japidondang.[1] Masa kecilnya dihabiskan sebagai penggemabala kerbau-kerbau milik Jamaniangi di padang rumput Siladang.[1] Pada usia 12 tahun merantau ke Deli mengikuti abangnya, Abdul Latif.[1] Ia bekerja sebagai penyabit rumput untuk makanan kuda bendi yang ketika itu menjadi angkutan umum di Medan. Usahanya meningkat bersama abangnya.[1] Mereka menjual kain ke perkebunan-perkebunan di Tanah Deli.[1] Pada usia 17, 1864, ia naik haji atas biaya sendiri dari hasil tabungan usahanya sendiri.[1] Selama 10 tahun (1864-1874) belajar di Makkah dan menjadi musafir menziarahi Baitul Maqdis.[1] Ia belajar Tarekat Naqsyabandiyah di Jabal Qubeis. Syekh Abdul Muthalib Manyabar bermukim 50 tahun di Makkah.[1] Ia menikah dengan perempuan Aceh yang bermukim di Makkah, yang melahirkan 6 putera puterinya dan isteri keduanya dari Manambin yang dinikahinya di Kelang, Tanah semenanjung, melahirkan 2 orang anak.[1] Ia mendirikan rumah di Makkah yang sampai tahun 2000-an masih ada.[1] Ulama yang sering kali pulang kampung ini kembali dan menatap di Manyabar pada tahun 1923 bersama seluruh keluarganya.[1] Catatan akhirDaftar pustaka
.
|