Abdul Malik Baleo Nata
Syekh Haji Abdul Malik Baleo Nata berasal dari Muaramais,[1] terkenal sebagai Baleo Natal atau Baleo Natar, yaitu beliau yang datang dari Natar, atau Natal,[2] yang nantinya adalah bagian dari Kabupaten Mandailing Natal setelah kemerdekaan Indonesia. Dahulu, Natal lebih kenal dengan sebutan Natar.[2] Baleo Natal adalah seorang yang sangat disegani dan dihormati di Tapanuli Selatan pada zamannya, dan selalu dinanti pengajiannya oleh masyarakat Natal.[2] Kelahiran dan SilsilahAbdul Malik lahir pada tahun 1825 M.[3] Ayahnya bernama Abdullah.[1] PendidikanPada usia muda hijrah ke Hutasiantar untuk memenuhi permintaan Yang Dipertuan Hutasiantar agar mengajar di sana.[1] Syekh Abdul Malik bin Abdullah adalah murid Syekh Abdul Fattah.[1] Syaikh Abdul Malik datang ke Natal, belajar di Surau Tambak kepada Syekh Abdul Fatah Ulama Besar pada masa itu. [butuh rujukan] Beliau ini belajar bersama-sama dengan sahabatnya yang semuanya menjadi ulama terkenal, seperti Tuan Tamang dan Tuan Benteng. [butuh rujukan] Syekh Abdul Malik naik haji tiga kali untuk sekaligus menambah ilmunya.[1] DakwahHuta SiantarSetelah kembali dari Makkah, Yang Dipertuan Huta Siantar, Panyabungan meminta Syekh Abdul Fattah untuk menjadi guru agama di kerajaannya.[3] Namun Syekh Abdul Fattah tidak dapat memenuhinya karena berbagai kesibukannya dan kemudian menunjuk Syeikh Abdul Malik yang baru kembali dari Makkah untuk mengisi jabatan tersebut.[3] Syekh Abdul Malik berusaha membangun masyakat di Huta Siantar.[3] Perlahan dan pasti usahanya akhirnya membuat beberapa keluarga raja-raja di wilayah tersebut menghidupkan aktivitas dan kegiatan masjid.[3] Awalnya hal tersebut ditentang dan akhirnya mendapat sambutan yang baik.[3] Atas jasa-jasanya tersebut, Syekh Abdul Malik yang masih sangat belia, dinikahkan dengan puteri Huta Siantar dan menetap di sana.[3] Ulama besar ini menikah di Hutasiantar, melahirkan seorang putera bernama Abdul Syukur.[1] Tuan Syekh Abdul Malik mengajar sampai Padangsidimpuan, Sipirok, Padang lawas dan Dalu-dalu.[1] Muridnya datang dari berbagai penjuru di sekitar Hutasiantar dan Panyabungan.[1] Untuk kedua kalinya, dia berangkat ke Makkah beserta keluarganya melalui pelabuhan Natal yang saat itu merupakan pelabuhan internasional yang sangat ramai.[3] Sekembalinya ke Tanah Air, kharismanya semakin meluas sehingga namanya semakin dikenal dan menjadi acuan dalam argumentasi agama mulai dari Padang Sidempuan, Sipirok, Padang Lawas dan Dalu-dalu.[3] Hubungan mesra dengan penguasa atau raja-raja Huta Siantar bukan tanpa masalah.[3] Berbagai masalah terjadi antara Umara dan Ulama tersebut.[3] Namun hal itu dapat diatasinya dengan langkah-langkah yang tidak merusak kedua kelompok elit tersebut.[3] Para raja semakin kagum dan takjub terhadapnya karena Syekh juga mempunyai kemampuan dalam pengobatan.[3] NatalSyekh Abdul Malik puluhan tahun berdiam di Natal mengembangkan agama Islam di sana.[1] Ilmu yang diajarkannya di Natal meliputi antara lain tafsir dan tasawuf.[1] Buku-buku terkenal yang dipakainya antara lain: Tafsir Al Ghazali, Syawi, Jalalain, dan Ihya Ulumuddin karya filosof Al Ghazali.[1] Buku-buku berbahasa Melayu antara lain: Sabilul Muhtadin, Mathla’ul Badrain dan Syrus Salikin.[1] Dengan pengalaman tersebut dia kemudian digelar Baleo Natal sebagai bagian dari usahanya mengajarkan Islam secara tadrij atau berangsur-angsur.[3] Setelah Syekh Abdul Fatah meninggal, pada hari Ahad 12 Rabiul Awal 1282 H, maka Syekh Abdul Malik menetap di Surau Tambak, untuk melanjutkan pengajaran Agama Islam.[4] WafatSyekh Abdul Malik wafat pada hari Jum’at 12 Ramadhan 1320 H (12 Desember 1902 M [5]). Sebagian besar usianya dihabiskan mengajar di Natal sampai wafatnya dalam usia 75 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Bukit Kayu Aro di bagian timur Natal.[1] Catatan akhirDaftar Pustaka
Bacaan lainnya
. |