Abai Qūnanbaiūly atau Abay Kunanbayev (bahasa Kazakh: Абай Құнанбайұлы; bahasa Rusia: Абай Кунанбаев; 10 Agustus 1845 – 6 Juli 1904) adalah seorang penyair, komposer, dan filsuf Kazakhstan yang dianggap sebagai pendiri sastra tertulis Kazakh modern dan memainkan peran penting dalam pengembangan identitas budaya dan intelektual masyarakat Kazakhstan pada abad ke-19.[2] Ia menulis syair yang menggambarkan nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, cinta, dan perjuangan sosial. Karya-karyanya sering mengkritik korupsi, ketidakadilan sosial, dan stagnasi budaya masyarakat Kazakh pada zamannya. Karyanya yang paling terkenal ialah The Book of Words, yang dianggap sebagai puncak dari pemikirannya.[3]
Ia juga seorang reformis budaya yang mendorong masyarakat Kazakhstan untuk belajar dari budaya dan pencapaian dunia luar, terutama dari Rusia dan Eropa, tanpa kehilangan identitas nasional mereka. Hal ini dilatarbelakangi oleh keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat Kazakhstan abad ke-19 yang ia anggap terjebak dalam praktik-praktik tradisional yang menghambat kemajuan.[4]
Biografi
Abai lahir pada tanggal 10 Agustus 1845 di Pegunungan Chingiz-Tau, sebelah selatan kota Semey di timur laut Kazakhstan. Ayahnya, Kunanbai, merupakan seorang tokoh berpengaruh di sukunya. Sedangkan ibunya, Uljan, merupakan istri kedua ayahnya. Nama aslinya Ibrahim, sedangkan namanya yang terkenal “Abai” (yang berarti hati-hati) merupakan pemberian dari neneknya Zere atau dalam literatur lain oleh ibunya Uljan.[5][6]
Walaupun tidak pernah meninggalkan tanah kelahirannya, Abai sangat terdidik. Ia pertama kali diajari di rumah oleh seorang mullah bayaran, dan kemudian ayahnya membawanya ke Semipalatinsk dan menyekolahkannya di madrasah Ahmet-Riza.[7]
Hasratnya akan puisi sudah mulai tumbuh sejak ia kecil, terutama ketika ia mendengarkan cerita dari neneknya. Ketika sudah agak besar, ia mulai menghafal kisah-kisah, legenda, kisah heroik, dan lagu-lagu sejarah yang dibacakan di desa oleh para penyair rakyat. Selama di madrasah, dia diam-diam belajar di sekolah Rusia setempat, yang memberinya akses ke dunia dan sastra Barat.[7] Studinya terhenti ketika ayahnya menyuruh pulang dan menggantikannya sebagai kepala suku. Terkejut dengan apa yang ia anggap sebagai kepemimpinan ayahnya yang otokratis dan brutal, Abai memutuskan hubungan dengan keluarganya dan pada usia dua puluh delapan tahun ia kembali ke Semipalatinsk untuk melanjutkan studinya. Ia mulai mempelajari karya klasik Rusia dan Barat, termasuk Pushkin, Goethe, dan Byron, menerjemahkan banyak di antaranya untuk pertama kalinya ke dalam bahasa Kazakh. Ia juga mulai menulis puisi dan prosa aslinya sendiri dan menafsirkan ulang dongeng Rusia Krylov agar sesuai dengan kepekaan sosial dan budaya Kazakhstan.[8]
Referensi