Revolusi Yaman,[17] awalnya diberi nama Pemberontakan Yaman (Intifada),[18] setelah babak awal dari Revolusi Tunisia dan terjadi bersamaan dengan Revolusi Mesir 2011[19] dan protes Kebangkitan dunia Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada fase awal, protes di Yaman mulanya melawan pengangguran, kondisi ekonomi,[2] dan korupsi,[1] serta menentang usulan pemerintah untuk mengubah konstitusi Yaman. Para pengunjuk rasa menuntut kemudian meningkat menjadi seruan untuk pengunduran diri Presiden YamanAli Abdullah Saleh. Pembelotan massal dari kemiliteran, serta dari pemerintahan Saleh, efektif menyebabkan banyak wilayah negara di luar kendali pemerintah, dan para pengunjuk rasa bersumpah untuk menentang wewenangnya.
Sebuah demonstrasi besar dengan lebih dari 16.000 pengunjuk rasa berlangsung di Sana'a, ibu kota Yaman, pada tanggal 27 Januari.[20] Pada tanggal 2 Februari, Saleh mengumumkan dia tidak akan mencalonkan diri untuk dipilih kembali pada tahun 2013 dan bahwa dia tidak akan mengalihkan kekuasaan kepada anaknya. Pada tanggal 3 Februari, 20.000 orang memprotes menentang pemerintah di Sana'a,[21][22] sementara lainnya melakukan unjuk rasa di Aden,[23] sebuah kota pelabuhan di Yaman selatan, dalam sebuah "Hari Kemarahan" yang diserukan oleh Tawakkul Karman,[24] sementara tentara, anggota bersenjata Kongres Rakyat Umum dan banyak demonstran menggelar unjuk rasa propemerintah di Sana'a.[25] Dalam "Jumat Kemarahan" pada tanggal 18 Februari, puluhan ribu warga Yaman mengambil bagian dalam demonstrasi antipemerintah di Taiz, Sana'a, dan Aden. Pada "Jumat Tidak Kembali" pada tanggal 11 Maret, pengunjuk rasa menyerukan penggusiran Saleh di Sana'a dimana tiga orang tewas. Semakin banyak protes diadakan di kota-kota lain, termasuk Al Mukalla, dimana satu orang tewas. Pada tanggal 18 Maret, pengunjuk rasa di Sana'a ditembaki, mengakibatkan 52 orang tewas dan akhirnya memuncak dengan pembelotan massal dan pengunduran diri.[26]
Garis waktu
Unjuk rasa
Pada bulan Januari 2011, tak lama setelah penggulingan populer pemerintah Tunisia, protes jalanan besar terjadi di Sana'a, ibu kota Yaman, untuk menuntut perubahan pemerintah.[27] Protes menyebar ke selatan yang telah bergolak sejak lama, dengan protes yang sangat agresif di kota-kota seperti Aden dan Ta'izz.[27] Awalnya, demonstran memprotes rencana untuk mengubah konstitusi dan terhadap perekonomian negara yang lesu negara dan tingkat pengangguran yang tinggi.[2] Namun, protes berkembang lebih besar pada akhir Januari dan menyuarakan nada kritik yang semakin tajam terhadap Presiden Ali Abdullah Saleh, dengan banyak demonstran mulai menyerukan secara terbuka bagi kepemimpinan baru di Yaman, termasuk sedikitnya 10.000 orang di Universitas Sana'a.[20][28]
Pada bulan Februari, pemimpin oposisi Tawakkul Karman menyerukan "Hari Kemarahan" dalam bentuk demonstrasi massal nasional yang membantu menggulingkan pemerintah Tunisia dan menekan pemerintahan Presiden Hosni Mubarak di Mesir.[24] Protes ini menarik lebih dari 20.000 peserta, serta unjuk kekuatan dari para pendukung Saleh.[22][25] Pasukan keamanan menanggapi unjuk rasa di Aden dengan peluru tajam dan gas air mata.[23] Setelah Mubarak mundur dari kekuasaan di Mesir, demonstran yang merayakan revolusi dan menyerukan pemberontakan serupa di Yaman diserang oleh polisi dan suku yang pro-Saleh.[29]Ulama menyerukan sebuah pemerintahan persatuan nasional dan pemilihan umum akan diselenggarakan dalam enam bulan sebagai upaya untuk mengakhiri kekerasan dan menempatkan anggota oposisi dalam pemerintahan.[30] Kemudian pada bulan tersebut, kematian dilaporkan di Ta'izz dan Aden setelah pasukan keamanan menyerang demonstran dengan kekuatan mematikan.[31][32] Pada akhir Februari, beberapa suku besar di Yaman telah bergabung dalam protes antipemerintah dan protes membludak dalam jumlah lebih dari 100.000 orang dalam beberapa hari.[33] Saleh juga menyerukan sebuah pemerintahan persatuan nasional, namun para pemimpin oposisi menolak usulan tersebut dan menyerukan Saleh untuk segera mengundurkan diri.[34]
Pada bulan Maret, kelompok oposisi mempresentasikan sebuah proposal yang akan mengusahakan Saleh meninggalkan kekuasaan secara damai,[35][36] namun Saleh menolak untuk menerimanya.[37] Sejumlah pejabat pemerintah Yaman terkemuka mengundurkan diri atas kekerasan yang digunakan untuk membubarkan protes.[38] Pada tanggal 18 Maret, 45 pengunjuk rasa ditembak mati di Sana'a,[39][40] sebuah insiden yang mendorong pernyataan keadaan darurat negara[40] dan kecaman internasional.[41][42]