Polemik impor KRL bekas tahun 2023Di awal 2023, suatu polemik timbul ketika PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui anak usahanya KAI Commuter berniat mengimpor 348 unit KRL bekas dari Jepang. KRL bekas ini ditujukan untuk menggantikan gerbong KRL Commuter Line yang lebih tua dan untuk meningkatkan kapasitas penumpang. Polemik ini muncul karena penolakan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Kedua kementerian tersebut lebih memilih KRL baru produksi domestik PT INKA, meskipun lebih mahal. Impor KRL bekas dibatalkan, dan KAI setuju untuk mengimpor KRL produksi baru dari Jepang, yang di kemudian hari berubah menjadi impor dari Tiongkok, sembari memesan KRL baru dari PT INKA dan merekondisi KRL-KRL yang lebih tua. Latar belakangSejak tahun 2000, operator kereta api milik negara Kereta Api Indonesia (KAI) maupun anak usahanya KAI Commuter telah mengimpor atau menerima sebagai hibah gerbong bekas dari Jepang yang digunakan jaringan kereta api komuter Jabodetabek. Impor ini semakin membesar sejak 2010, dan di tahun 2018 armada KAI (atau anak perusahaannya KAI Commuter) mencakup lebih dari 900 gerbong Jepang.[1] Karena peraturan perlindungan lingkungan, perusahaan kereta api Jepang menganggap bahwa lebih hemat untuk mengekspor gerbong bekas daripada membuangnya di dalam negeri.[2] Selain itu, Jepang dan Indonesia sama-sama menggunakan rel lebar 1.067 mm, sehingga gerbong Jepang dapat langsung digunakan di Indonesia tanpa modifikasi.[3] KRL eks Jepang dijual dengan harga rendah – antara 1999 dan 2017 lebih dari seribu gerbong KRL eks Jepang dijual ke Indonesia dengan harga satuan di bawah 10 juta yen (masing-masing ~Rp 1 milyar).[4] Menurut KAI, perusahaan menyiapkan Rp 150 miliar untuk mengimpor sepuluh rangkaian KRL bekas (100 gerbong, Rp 1,5 milyar per gerbong) dari Jepang di tahun 2023. KRL baru produksi PT Industri Kereta Api (INKA) dihargai Rp 4 triliun untuk 160 gerbong (Rp 25 milyar per gerbong).[5] KRL bekas Jepang umumnya disukai penumpang. Salah satu tipe KRL bekas yang diimpor, Tokyo Metro 6000, biasanya datang dalam kondisi terawat dan berpendingin udara.[6] Karena kapasitas produksi INKA tidak memadai untuk meningkatkan kapasitas layanan komuter, KAI dibawah pimpinan Ignasius Jonan memilih untuk terus mengimpor sejumlah besar KRL bekas dari Jepang sepanjang dekade 2010-an.[7] Impor tahun 2023Pada bulan September 2022, KAI Commuter mengajukan izin untuk mengimpor 348 unit KRL seri E217 bekas dari Jepang. KAI Commuter sudah berencana untuk mempensiunkan sejumlah gerbong yang lebih tua dan meningkatkan kapasitas penumpang di tahun 2023, setelah tidak melakukan pengadaan KRL di tahun 2021 dan 2022 akibat pandemi COVID-19. Di bulan Januari 2023, Kementerian Perindustrian menolak menerbitkan izin, dengan alasan INKA mampu memproduksi gerbong yang dibutuhkan. INKA sendiri baru dapat menyelesaikan produksi KRL tersebut di tahun 2025, karena INKA pada saat itu sedang mengerjakan pesanan LRT Jabodebek dan KA Trans Sulawesi.[8] Setelah penolakan Kementerian Perindustrian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan kajian dan merekomendasikan agar KAI tidak mengimpor KRL bekas. Sebagai gantinya, BPKP mengusulkan agar KAI merekondisi 29 rangkaian KRL yang sebelumnya akan dipensiunkan.[9] Tinjauan BPKP juga menilai kapasitas KRL saat ini sudah mencukupi dengan melihat okupansi secara keseluruhan. Meskipun begitu, BPKP mengakui adanya kekurangan kapasitas pada jam sibuk.[10] BPKP menambahkan bahwa jumlah penumpang yang diproyeksikan di tahun 2023 lebih rendah dari jumlah penumpang sepanjang tahun 2019, meskipun jumlah unit KRL sedikit lebih banyak di tahun 2023.[11] Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga menolak menerbitkan izin impor dengan mengutip rekomendasi BPKP.[10] Yang menjadi sorotan lainnya adalah KRL seri E217 merupakan keluarga “New Series Train”. Seri ini sejatinya tidak dapat dioperasikan lebih lama dibandingkan dengan sarana era JNR seperti KRL seri JR205, dikarenakan memiliki bobot yang lebih ringan. Selain itu juga ditemukan kelelahan pada rangka bawah kereta dan bogi. Pada tahun 2012, pada beberapa rangkaian ditemukan retakan di bagian bogi kereta yaitu di bagian rem menempel dengan bogi, yang tentunya dapat membahayakan keselamatan pengoperasian kereta.[12] Pada tanggal 22 Juni 2023, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa impor gerbong bekas akan dibatalkan, namun pemerintah akan mengizinkan KAI untuk mengimpor tiga rangkaian kereta baru dari Jepang.[13] Rangkaian-rangkaian tersebut diperkirakan tiba tahun 2024.[14] Di kemudian hari, keputusan ini berubah menjadi impor KRL dari Tiongkok.[15] Luhut juga menyatakan bahwa peraturan Kementerian Perdagangan melarang impor barang modal yang berusia lebih dari 20 tahun.[16] Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan impor diizinkan untuk memenuhi kebutuhan dalam waktu dekat, mengingat peningkatan jumlah penumpang setelah pemulihan dari pandemi Covid-19 melebihi proyeksi KAI.[17] KAI juga akan merekondisi 19 rangkaian lama dan memesan 16 rangkaian baru dari INKA yang akan diserahkan secara bertahap antara 2025 dan 2026.[18] Pada Juli 2024, rencana rekondisi 19 rangkaian lama dibatalkan dan hanya menyisakan 2 rangkaian. Sebagai gantinya, dilakukan penambahan impor 8 rangkaian dari Tiongkok. Seluruh impor KRL ini dibiayai negara dengan menggunakan skema Penyertaan Modal Negara. [19] ReaksiAnggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Gerindra Andre Rosiade awalnya menentang impor tersebut, namun berubah sikap setelah naik KRL pada jam sibuk karena permintaan masyarakat.[20] Anggota DPR lainnya, Evita Nursanty dari PDI-P, juga menentang impor tersebut dan mempertanyakan urgensinya.[21] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia