Joseph Batista SitanalaJacob Bernadus Sitanala (18 September 1889 – 30 Agustus 1958) adalah anak dari pasangan Jacob Sitanala dan Welhel[1]mina Hunila merupakan dokter medis asal Indonesia kelahiran Negeri Kaiely. Kaieli atau saat ini disebut dengan Kayeli adalah negeri yang terletak di pantai selatan Pulau Buru, sementara fam atau marga Sitanala sendiri berasal dari desa Suli, yaitu suatu desa atau negeri yang terletak di pesisir utara teluk Baguala. Saat ini desa atau negeri Suli termasuk dalam Kecamatan Salahutu, Ambon dan terletak antara dua ibukota kecamatan yaitu Paso dan Tulehu yang mana ketiganya masuk dalam wilayah Pemerintahan Tingkat II Kabupaten Maluku Tengah. Di dalam masyarakat adat desa Suli, keluarga besar Sitanala atau "mata rumah" Sitanala khusunya dari garis keturuna Jacob Bernadus Sitanala adalah termasuk salah satu mata rumah yang dihargai masyarakat desa karena karena sesuai dengan sejarah desa mereka termasuk dalam mata rumah pimpinan. Kakek dari Jacob Bernadus Sitanala yaitu Daniel Sitanala pada zaman pemerintahan Belanda adalah warga kota Ambon yang mendapatkan gelar "Borgor". Tidak diketahui secara pasti mengapa sampai diberikan gelar tersebut namun yang pasti seseorang yang mendapatkan gelar tersebut adalah seseorang yang dianggap berjasa dan terkenal di kalangan masyarakat Ambon saat itu sehingga mendapatkan gelar tersebut. Seseorang dengan gelada tersebut mempunyai hak-hak istimewa serta mendapatkan tanggungjawab sebagai penjaga keamanan kota pada saat itu (landwacht). Jacob Bernadus Sitanala sejak kecil telah menunjukkan sifat teliti, tekun disiplin serta berpegang teguh pada pendirian. Setelah memasuki masa sekolah, Jacob beserta ayah dan keluarganya kembali ke Suli dan menetap di Ambon dimana ayahnynya mengembangkan usahanya sebagai seorang usahawan (leveransir). Jacob Bernadus Sitanala sejak kecil dididik oleh orang tua dalam kehidupan agamawi dan kekristenan yang taat sehingga sifat-sifat mengasihi sudah tumbuh di dalam dirinya sejak kecil. Riwayat pendidikan & pengabdianSaat itu sekolah-sekolah di Ambon sangat terbatas bagi kalangan pribumi, namun atas usaha keras dari pamannya Josef Christian yang seorang guru keluaran Kwek-School Ambon akhirnya Jacob dapat bersekolah di Ambonsche Burger School. Di sekolah Jacob adalah seorang murid yang pandai dan sering merepotkan guru-gurunya dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Setelah menamatkan sekolahnya di Ambonsche Burger School, Jacob melanjutkan pendidikannya ke sekolah kedokteran STOVIA (School tot Opleiding voor Indlandsche Art) di Jakarta dan memulai pendidikannya pada tanggal 18 Januari 1904. Jacob Bernadus Sitanala berhasil menamatkan pedidikan kedoterannya pada taanggal 30 Juli 1912 dan sejak saat itu berhak menggunakan gelar dokter. Ia kemudain diangkat sebagai Gouvernements Indische Arts. Dalam statusnya sebagai Indlandsch Art atau dokter muda ia ditempatkan hampir di seluruh Indonesia. Tempat penugasan pertamanya adalah Merauke sampai dengan tahun 1917. Setelah Merauke ia dipindahkan ke Tebing Tinggi - Selat Panjang dan pada tahun 1919 ia ditugaskan ke Kediri untuk membantu korban bencana meletusnya Guning Kelud. Selanjutnya ia ditempatkan di Tuban dan Surabaya sampai dengan tahun 1923. Karena prestasi dan dedikasi yang tinggi dalam tugas pelayanan dan penelitian ilmiah, Jacob Bernadus Sitanala mendapatkan tugas belajar ke Eropa terutama Negeri Belanda. Selama menempuh pendidikan di Belanda Jacob Bernadus Sitanala memperdalam pengetahuan tentang penyakit kusta di Tropen Instituut, Leiden. Pada tahun 1926 selama Pemerintahan Hindia Belanda berlangsung. Dia memulai awal kariernya pada tahun 1920. Tak berhenti di situ saja, J.B. Sitanala melanjutkan penelitian khusus tentang penyakit kusta hingga ke Benua Eropa, seperti Belanda, Hamburg (1922-1923), Universitas Berlin (1924-1925) dan negara Eropa lainnya. Selama melanjutkan pendidikan di Eropa, J.B. Sitanala banyak mendapatkan ilmu penting tentang penyakit kusta yang sangat ditakuti oleh penduduk dunia pada masa itu karena penularannya yang cepat dan sering menyerang korban di negara beriklim tropis.[2] KaryaSebagai dokter daerah, dia telah mengunjungi banyak daerah yang terdapat dalam Buku Orang Indonesia Terkemoeka di Djawa (1944:355) seperti dia pernah ditugaskan ke Merauke, Sumatra Timur, Sibolga, dan Jawa. Kerana dedikasi yang tingginya, Pemerintah Hindia Belanda menganugerahkan bintang kehormatan dengan gelar Ridder KL.I Koninklijke Wassaorde pada tahun 1939. Selain itu, beliau juga banyak menulis karya tulisan ilmiah bersama rekannya, dr. Sardjio dan R. Bergman,yang membahas tentang kusta beserta pemberantasannya.[3] Rumah Sakit Kusta Jacob Bernadus SitanalaBerdasarkan SK Menteri Kesehatan pada tahun 1978, nama J.B. Sitanala diabadikan sebagai salah satu nama Rumah Sakit Kusta di kota Tangerang, Banten yang merupakan pindahan dari Leprosarium Lenteng Agung (sekarang Klinik Pratama Desa Putera), sebelumnya bernama RS Sewan, lalu berganti Pusat Rehabilitasi Sitanala 1962. Selain itu, J.B. Sitanala diabadikan dalam sebuah karya seni patung seberat 900 kilogram di depan rumah sakit tersebut.[4] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia