Rendahnya atensi masyarakat terhadap pemanfaatan kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) sebagai sumber protein alternatif disebabkan oleh rasa langu dari biji kecipir yang telah diproses. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan akseptabilitas susu kecipir dengan penambahan bahan penstabil dan jus jahe. Metode blansir dengan air panas maupun uap secara signifikan tidak mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap aroma, rasa, viskositas, dan akseptabilitas susu kecipir secara keseluruhan. Evaluasi terhadap efek berbagai rasio biji kecipir dengan air dan konsentrasi bahan penstabil pada stabilitas susu kecipir serta tingkat penerimaan konsumen menunjukkan bahwa susu yang dibuat dengan rasio 1:8 (biji kecipir:air) memiliki laju pengendapan terendah sebesar 0,0002±0,0001 ppm/m dan sifat organoleptik yang lebih disukai konsumen. Hasil uji Consumer Rejection Threshold (CRT) untuk konsentrasi jus jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah yang ditambahkan ke dalam formulasi susu kecipir masing-masing adalah 26,91%, 12,27%, dan 5,57%. Tingkat akseptabilitas susu kecipir yang dibuat dengan rasio 1:8 (biji kecipir:air), 0,01% kappa karagenan, dan 12,27% jus jahe emprit meningkat secara signifikan. Hasil uji fisikokimia menunjukkan bahwa susu kecipir yang dihasilkan memiliki nilai kecerahan warna 52,75, viskositas 16,18 mPa.s, pH 6,92, kandungan total fenol 0,27 mg EAG/g sampel, kandungan flavonoid 0,24 mg EK/g sampel, kapasitas antioksidan sebesar 14,53 mg EVC/L sampel (26,62% SA), dan kandungan tanin sebesar 0,24 mg EK/g sampel. Kandungan total padatan, protein, dan lemak dalam susu kecipir; yaitu masing-masing sebesar 10,29%, 1,58%, dan 0,88% membuat produk ini memenuhi standar dan dapat disetarakan dengan produk minuman berbasis kedelai lainnya; namun kandungan nutrisinya masih lebih rendah daripada susu kedelai.