Darah menjadi objek dalam pelayanan kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 86 ayat (1) yang ditegaskan sebagai Pelayan Darah. Darah sesuai fungsinya adalah mengedarkan oksigen dan zat-zat makanan keseluruh tubuh, bahkan darah mampu membawa penyakit dan dapat menular pada orang lain. Masalah muncul ketika darah tercemar penyakit yang dapat menular melalui darah merugikan bagi orang lain sehingga apakah tercemarnya darah yang menimbulkan kerugian tersebut merupakan perbuatan pidana dan siapakah yang bertanggungjawab atas terjadinya kerugian itu. Dalam perkembangannya kemungkinan seseorang terjangkit penyakit dari darah tercemar melalui transfusi sangat kecil, namun kenyataannya tetap ada kasus seseorang terjangkit penyakit melalui tranfusi darah. Adanya akibat pada pasien yang ditimbulkan merupakan kerugian yang termasuk dalam luka berat dalam KUHP maka perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana sehingga kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan Pelayanan Darah dikualifikasikan sebagai kelalaian. PMI sesuai tugas pokok kepalangmerahan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 menjadi pihak yang bertanggungjawab atas pelayanan darah yang kemudian penanggung jawab mutu Unit Tranfusi Darah yang bertanggung jawab atas darah tercemar penyakit.