Artikel ini mendeskripsikan tentang akar-akar rujukan ajaran Maârifat SyaikhNuruddaroin di Pesantren Mukasyafah Arifin Billah Desa Karangsari Kec.Weru Kab. Cirebon. Dengan memanfaatkan metode kualitatif dan pendekatansosio-historis, kajian ini melahirkan beberapa temuan. Pertama, MuhammadNuruddaroin bertekad kuat ingin mencari Allah Swt. atas dasar kecintaan dankerinduannya yang teramat dalam ingin bertemu Dia. Pada tanggal 26 RabiâulAwwal 1338 H./1919 M. seusai shalat Jumat, tepatnya dari mulai jam dua siangsampai menjelang tiba waktu shalat Ashar, dia mengalami kelenger (fanâ`).Dia meyakini telah mengalami empat tingkatan kematian, yaitu mati abang,mati putih, mati ijo, dan mati ireng. Sejak saat itu, ia merasa telah mencapaimaqam inkisyâf. Ia meyakini peristiwa tersebut sebagai maârifah. Namundemikian, dia tidak menganut paham kesatuan hamba dengan Tuhannyaataupun bersemayamnya Tuhan dalam diri manusia. Ia tetap konsisten denganajaran maârifah al-Ghazali; kedua, Al-Ghazali membatasi maârifatullah kepadakemampuan (karunia)untuk mengenali rahaia dari banyak rahasia Allah, bukanmelhat atau bertemu (musyahadah) Alah di dunia. Dan ketiga, Musyahadahyang, diklaim Muhammad Nuruddaroin tidak terdapat dalam tasawuf al-Ghazali dan betentangan dengan konsep maârifat al-Ghazali.Kata Kunci: Tasawuf, Maârifat Syaikh Nuruddaroin, Pesantren MukasyafahArifin Billah dan Maârifah al-Ghazali.Artikel ini mendeskripsikan tentang akar-akar rujukan ajaran Maârifat SyaikhNuruddaroin di Pesantren Mukasyafah Arifin Billah Desa Karangsari Kec.Weru Kab. Cirebon. Dengan memanfaatkan metode kualitatif dan pendekatansosio-historis, kajian ini melahirkan beberapa temuan. Pertama, MuhammadNuruddaroin bertekad kuat ingin mencari Allah Swt. atas dasar kecintaan dankerinduannya yang teramat dalam ingin bertemu Dia. Pada tanggal 26 RabiâulAwwal 1338 H./1919 M. seusai shalat Jumat, tepatnya dari mulai jam dua siangsampai menjelang tiba waktu shalat Ashar, dia mengalami kelenger (fanâ`).Dia meyakini telah mengalami empat tingkatan kematian, yaitu mati abang,mati putih, mati ijo, dan mati ireng. Sejak saat itu, ia merasa telah mencapaimaqam inkisyâf. Ia meyakini peristiwa tersebut sebagai maârifah. Namundemikian, dia tidak menganut paham kesatuan hamba dengan Tuhannyaataupun bersemayamnya Tuhan dalam diri manusia. Ia tetap konsisten denganajaran maârifah al-Ghazali; kedua, Al-Ghazali membatasi maârifatullah kepadakemampuan (karunia)untuk mengenali rahaia dari banyak rahasia Allah, bukanmelhat atau bertemu (musyahadah) Alah di dunia. Dan ketiga, Musyahadahyang, diklaim Muhammad Nuruddaroin tidak terdapat dalam tasawuf al-Ghazali dan betentangan dengan konsep maârifat al-Ghazali.Kata Kunci: Tasawuf, Maârifat Syaikh Nuruddaroin, Pesantren MukasyafahArifin Billah dan Maârifah al-Ghazali.Kata Kunci: Tasawuf, Maârifat Syaikh Nuruddaroin, Pesantren Mukasyafah Arifin Billah dan Maârifah al-Ghazali.