Untuk perusahaan perangkat lunak yang menaungi Zahir Accounting, lihat
Zahir (perusahaan).
Zahir adalah sebuah buku karangan Paulo Coelho yang diterbitkan di Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2006.[1] Buku ini berkisah tentang seorang pengarang terkenal yang tinggal di Paris dan memiliki kehidupan mewah.[2]
Penulis tersebut mengalami permasalahan besar ketika Istrinya, Esther, menghilang bersama seorang teman, Mikhail.[2] Maka, dimulailah kisah perjalanannya mencari sang Istri.[2]
Sinopsis
Sejak awal cerita, konflik langsung mengemuka.[3] Tokoh utama, si penulis mempunyai istri bernama Esther, seorang penulis berita perang yang mampu berbicara 4 macam bahasa, kerap terlibat perdebatan dan pertengkaran: bercerai, rujuk lagi, bercerai lagi, hingga Esther menemukan seorang acomodador; memutuskan untuk meninggalkan suaminya dengan dalih menunaikan tugas sebagai wartawan perang di Afganistan.[3]
Ditinggal oleh istrinya tanpa alasan, menimbulkan pertanyaan besar yang makin menggerogoti hati dan pikirannya.[3] Kenangan yang ditinggalkannya tidak bias dia hapuskan, hingga menjadi obsesi yang nyaris membawa dia pada kegilaan.[3] Untuk menjawab pertanyaan mengapa ia ditinggalkan, sang suami menelusuri kembali jejak kebersamaannya dengan sang istri, hal-hal yang terjadi dalam perkawinan mereka, hingga terjadinya perpisahan itu.[3] Pencarian ini membawanya keluar dari dunianya yang aman tenteram, ke jalur yang tidak dikenalnya, dan membuka matanya terhadap makna cinta serta kekuatan takdir.[3]
Selama hidup tanpa Esther, ada Marie―aktris film―yang menemaninya.[3] Namun, tetap saja, bukan Marie atau wanita di bar atau wanita penggoda lain yang merupakan Zahir baginya selain Esther.[3] Zahir berarti, menurut penggalan cerpen Borgez, yaitu sesuatu yang memenuhi pikiran kita hingga kita tak diberi kesempatan memikirkan hal lain.[4] Demi mendapatkan Zahir itu kembali, ia memutuskan mencari istrinya ke beberapa tempat.[4]
Tibalah ia di Prancis, restoran Armenia, menemukan Mikhail dengan perkumpulan sektenya.[4] Begitulah hari-hari berikutnya, sang suami mencari-cari Zahir melalui mulut-mulut anggota sekte restoran Armenia yang setiap Kamis malam saling bercerita masa lalu, hingga dua tahun berlalu.[4]
Berkat Mikhail pula, setelah dua tahun, tokoh utama lebih bertekad untuk menyongsong istrinya.[5] Keberadaan Esther bukanlah di Afganistan sebagai wartawan perang, melainkan di Kazakhstan, negara terbelakang pecahan Soviet yang tingkat radioaktivitasnya teramat tinggi akibat pengembangan teknologi nuklir.[5]
Pada akhirnya, novel ini menyuguhkan penelusuran cinta yang rumit dan panjang.[5]
Salah satu kutipan dari novelnya berikut merangkum inti pelajaran yang ingin disampaikan penulis dalam buku ini
Tuhan mengetahui bahwa kita semua adalah seniman dalam hidup.[5] Satu hari, dia memberikan kita sebuah palu untuk memahat patung, pada hari lain dia memberikan kita kuas dan cat untuk membuat lukisan, atau sebuah pena dan kertas untuk kita mengarang cerita.[5] Maka, apapun keadaannya, aku menerima berkat kecilku hari ini, walaupun mereka tampak seperti kutukan karena aku menderita dan ini hari yang indah, matahari bersinar dan anak-anak bernyanyi di jalanan. Inilah satu-satunya cara aku dapat meninggalkan rasa sakitku dan membangun kembali hidupku.[5]
Rujukan