Yu Dafu

Yu Dafu
Lahir(1896-12-07)7 Desember 1896
Fuyang, Zhejiang, Dinasti Qing, Tiongkok
Meninggal17 September 1945(1945-09-17) (umur 48)
Payakumbuh, Sumatra Barat, Pendudukan Jepang di Hindia Belanda
PekerjaanPenulis dan penyair
KebangsaanTiongkok
Yu Dafu
Hanzi tradisional: 郁達夫
Hanzi sederhana: 郁达夫
Yu Dafu
Hanzi tradisional: 郁文
Hanzi sederhana: 郁文

Yu Wen, lebih dikenal dengan nama kehormatannya Yu Dafu (7 Desember 1896 – 17 September 1945) adalah seorang penulis cerita pendek dan penyair berkebangsaan Tionghoa. Ia termasuk penggagas Creation Society (创造社, Chuàngzào shè, "Masyarakat Kreasi"). Karyanya yang terkenal di antaranya adalah Chenlun (沈淪, Tenggelam), Chunfeng chenzui de wanshang (春風沈醉的晚上, Malam Musim Semi yang Memabukkan), Guoqu (過去, Masa Lalu) dan Chuben (出奔, Penerbangan). Yu, bersama tokoh sastra sezamannya, mempelopori sebuah genre sastra yang disebut Gerakan Budaya Baru 1920-an dan 1930-an. Ia dinyatakan meninggal beberapa minggu setelah kemerdekaan Indonesia, antara Payakumbuh atau Bukittinggi, kemungkinan karena dieksekusi.

Kehidupan awal

Yu Dafu

Yu lahir di Fuyang, provinsi Zhejiang dengan kondisi yatim dan miskin, tetapi ia sempat bersekolah di Sekolah Menengah Jiangxing. Dengan beasiswa yang diberikan Tiongkok, ia menempuh pendidikan tradisional Tiongkok di Hangzhou. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan di Hangchow Presbyterian College.

Di Sumatera

Dari Singapura, Yu Dafu melarikan diri pada 4 Februari 1942 dan tiba di Selatpanjang pada tanggal 6 lalu ke Pulau Padang pada tanggal 16. Di Pulau Padang, ia masih bisa menulis puisi, yang sebagian besarnya diterbitkan anumerta dengan judul Kumpulan Puisi dalam Pengasingan (乱离杂诗). Saat Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada bulan Maret, Yu bersama teman-temannya sepengungsian khawatir bahwa Jepang akan mencari dan menyiksa mereka, sehingga memutuskan untuk pindah ke pedalaman Sumatera. Yu, bersama Wang Yijuan, berangkat ke Pekanbaru dengan menyusuri Sungai Siak, lalu ke Payakumbuh dengan menaiki bus.[1]

Saat di Payakumbuh, ia menyamar sebagai Zhao Lian (Hokkien: Chao Lien). Ia meminta bantuan Cai Chengda, Kapitan Tionghoa Payakumbuh masa itu, untuk mencari tempat tinggal. Ketika berdebat dengan seorang prajurit Jepang di rumah Cai, ia meminta Zhao untuk menerjemahkan pembicaraan di antara mereka. Zhao dan teman-temannya yang lain kemudian mendirikan kilang arak pada 1 September 1942 dengan Penyulingan Zhaoyi (赵毅记酒厂). Produk yang dihasilkan, "First Love" dan "Taibai" laku keras di kalangan orang Jepang, sehingga mereka menyuplai beras bahan arak ke kilang tersebut.[1]

Karena telah diketahui ia bisa berbahasa Jepang, Zhao dipekerjakan sebagai penerjemah di markas Kempeitai di Bukittinggi, sehingga ia lebih sering tinggal di sana dari pada di Payakumbuh. Ia bertugas sebagai penerjemah saat Jepang menginterogasi orang Tionghoa dan pribumi yang ditangkap mereka. Zhao banyak memanfaatkan kesempatan ini dengan menyelewengkan terjemahannya untuk menyelamatkan "tersangka-tersangka" tersebut dari kematian. Setelah 6 bulan, Zhao mengundurkan diri dengan "alasan" terkena tuberkulosis, tetapi ketika orang Jepang membutuhkan penerjemah yang handal, ia sering dipanggil. Sembari menjalani hidup di Payakumbuh dan Bukittinggi, Zhao mencari pasangan ke Padang, sekaligus memendam identitas aslinya agar tidak diendus Jepang. Ia menikah dengan He Liyou di Padang pada 15 September 1943. Dari pernikahannya itu lahirlah dua anak: Yu Daya dan Yu Meilan. He sendiri tidak pernah mengenal identitas asli suaminya sampai ia pindah ke Tiongkok.[1]

Sejak tahun 1944 Zhao mulai dicurigai sebagai Yu Dafu sehingga mulai diawasi sekali per minggu atau sepuluh hari. Sementara teman sejawatnya melarikan diri, seperti Hu Yuzhi ke Medan, ia tetap tinggal di Payakumbuh bersama keluarga kecilnya, sekalipun merasa tertekan. Saat mendengar kabar Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, ia mulai mengumpulkan teman-temannya dan perantauan Tionghoa di Payakumbuh untuk merancang penyambutan Sekutu (Tiongkok termasuk ke dalam blok Sekutu). Pada malam 29 Agustus, ketika berdiskusi bersama pengusaha kebun Tionghoa di rumahnya, Yu dipanggil oleh seorang pemuda, atau dua orang, entah pribumi atau Tionghoa, dan diajak pergi ke suatu tempat. Dengan baju piyama dan sandal jepit, ia berpamitan kepada seisi rumah dan berkata akan pergi sebentar. Ternyata, itulah kali terakhir mereka bertemu dengan Yu Dafu. Keesokan harinya, He Liyou melahirkan Yu Meilan; Yu lahir dan besar tanpa sempat melihat ayahnya sama sekali.[1]

Yu Dafu mulai dicari, pertama oleh seorang Kempetai yang merupakan temannya, ketika ia mengunjungi rumah Yu, mendapati He Liyou menangis lalu diminta untuk mencarikan suaminya tersebut. Pihak sekutu juga berusaha mencarinya. Kepastian tewasnya Yu baru dikonfirmasi oleh Sekutu pada bulan Agustus 1946, dengan sebab dieksekusi oleh pihak Jepang, meskipun tidak jelas siapa, bagaimana dan di mana ia dikuburkan. Kemungkinan besar Yu Dafu dibunuh agar berbagai "informasi sensitif" Jepang tidak bocor ke pihak Sekutu.[1]

Gaya penulisan

Karya sastra Yu Dafu banyak bersifat otobiografi. Ekspresi-ekspresi dalam karyanya diwarnai dengan subjektif pribadi, dengan tokoh utama sebagai tempat pengungkapan pikiran dan perasaannya melalui tokoh utama dalam cerita. Selain itu, alur cerita sering dibuat berdasarkan pengalaman pribadinya.[2] Hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya juga dicantumkan dalam karya-karyanya, seperti hubungannya dengan ibu dan istrinya. Justru karena karya-karyanya bersumber dari kehidupannya sendiri, maka karya-karya sastranya banyak diminati oleh pembaca sezamannya.[3]

Sentimen yang diciptakan Yu Dafu lahir dalam realitas sosial pasca Gerakan 4 Mei.[4] Cerpennya, Tenggelam dianggap sebagai salah satu novel psikologi paling awal dalam sejarah novel Tiongkok modern. Pada saat yang sama, cerita ini dilihat sebagai representasi romantisme, yang memenuhi salah satu karakteristik utama sastra selama periode Empat Mei.[5] Tokoh protagonis dalam Tenggelam mengutip tokoh dari teks sastra Tiongkok, seperti syair Wang Bo zaman Tan dan Huang Zhongze zaman Qing. Selain itu, tokoh utama dalam cerita tersebut tidak hanya mengutip teks sastra Tiongkok, tetapi ia juga mengutip teks sastra Barat, seperti Wordsworth dari Inggris dan Heine dari Jerman.[5]

Sejak pertengahan 1920-an, Yu mengubah gaya penulisannya, dari individualisme romantis menjadi kolektivisme, terutama dalam ekspresi citra perempuan.[6] Dalam Malam Musim Semi yang Memabukkan, Yu menggambarkan bagaimana seorang pekerja pabrik wanita mendapatkan lagi kepercayaan dirinya dalam situasi yang sulit. Ia menciptakan citra seorang perempuan proletar yang dapat memperkuat tokoh utama.[6]

Tema tulisan

Karya Yu Dafu dianggap oleh para cendekiawan terkemuka sebagai sesuatu yang bersifat ikonoklastik dan kontroversial.[7]:102–103 Para prontagonis yang konon mencerminkan pikiran penulisnya[7]:109 "Diselang seling menjadi pengintip, fetisis, homoseksual, masokis, dan kleptomania."[7]:109 Mereka yang mengalami represi seksual itu tidak bisa berhubungan dengan wanita.[8] Meskipun mengutip teks sastra Tiongkok atau teks sastra Barat, tema yang diungkapkan Tenggelam adalah sama: kesepian. Yu Dafu percaya inilah jenis pikiran dan perasaan yang tidak dipahami oleh orang lain. [9] Ia memanfaatkan kondisi batin yang melankolis itu untuk mengekspresikan kemerosotan karakter-karakter dalam cerita pendeknya. Pada saat yang sama, Yu Dafu meletakkan dasar bagi kritik dan refleksi diri terhadap literatur mahasiswa internasional Tiongkok. [10] Dugaan dekadensi dalam berbagai novel Yu Dafu, baik dalam artian yang merendahkan atau dalam artian estetika (yaitu 'Dekadensi' sebagai sebuah gerakan seni) telah dianggap oleh beberapa kritikus Marxis Tiongkok sebagai tanda korupsi moral Yu Dafu,[11]:111Namun Shih berpendapat bahwa tulisan Yu Dafu merupakan kritik serius terhadap keadaan politik Tiongkok dan konformisme sosial yang dirasakan.[11]:113–114Memang, perhatian terhadap individu dan bangsa saling terkait erat dalam karyanya, dan tubuh yang feminin dan sakit-sakitan menjadi metafora bagi bangsa yang lemah dan sakit-sakitan.[11]:115–123

Referensi

  1. ^ a b c d e Wong, Yoon-wah (2002). Post-colonial Chinese Literatures in Singapore and Malaysia (dalam bahasa Inggris). World Scientific. ISBN 978-981-4350-94-5. 
  2. ^ Goldman, Merle (1977). Modern Chinese Literature in the May Fourth Era (dalam bahasa Inggris). Harvard University Press. hlm. 309–324. ISBN 978-0-674-57911-8. 
  3. ^ "Romantic Sentiment And The Problem Of The Subject: Yu Dafu", The Columbia Companion to Modern East Asian Literature, Columbia University Press: 378–384, 2003-12-31, doi:10.7312/most11314-007, ISBN 978-0-231-50736-3, diakses tanggal 2020-12-17 
  4. ^ 刘, 楠霞. "论郁达夫小说创作中感伤主义的语言风格". WANFANG DATA. 才智. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  5. ^ a b Denton, Kirk A. (1992). "The Distant Shore: Nationalism in Yu Dafu's "Sinking"". Chinese Literature: Essays, Articles, Reviews. 14: 107–123. doi:10.2307/495405. ISSN 0161-9705. JSTOR 495405. 
  6. ^ a b Feng, Jin (2004). The New Woman in Early Twentieth-century Chinese Fiction (dalam bahasa Inggris). Purdue University Press. hlm. 60–82. ISBN 978-1-55753-330-2. 
  7. ^ a b c C T Hsia 1999: A History of Modern Chinese Fiction
  8. ^ Wolfgang Kubin: Geschichte der chinesischen Literature: Band 7, p. 60.
  9. ^ Denton, Kirk A. (1992). "The Distant Shore: Nationalism in Yu Dafu's "Sinking"". Chinese Literature: Essays, Articles, Reviews. 14: 107–123. doi:10.2307/495405. ISSN 0161-9705. JSTOR 495405. 
  10. ^ "From the De-Based Literati to the Debased Intellectual: A Chinese Hypochondriac in Japan". MCLC Resource Center (dalam bahasa Inggris). 2014-09-23. Diakses tanggal 2020-12-17. 
  11. ^ a b c Shu-Mei Shih 2001, The Lure of the Modern: Writing Modernism in Semi-Colonial China, 1917-1937