Pada masa kepemimpinan Wirjono lahir UU No 19 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini semakin menegaskan posisi subordinasi MA dengan pemerintah. Pasal 19 UU itu merumuskan, Demi kepentingan revolusi, kehormatan Negara dan Bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, Presiden dapat turut atau campur-tangan dalam soal-soal pengadilan.
Meski berada di bawah tekanan eksekutif dan legislatif, Ketua MA pada masa Orde Lama dikenal sebagai orang yang terbebas dari korupsi. Hal ini berlangsung sampai 1970-an.[1]
Rujukan
^Sebastiaan Pompe, The Indonesian Supreme Court: A Study of Institusional Collapse