Wilmana (Dewanagari: विमान; ,IAST: vimāna,विमान) atau Walimana, dalam susastra Hindu, adalah nama sejenis wahana yang dapat terbang di angkasa. Keberadaan wahana terbang itu disebut dalam kitab Ramayana dan Mahabharata, dua susastra Hindu yang terkenal. Selain itu, disebutkan pula dalam susastra Jaina.
Deskripsi dan penggambaran
Dalam bahasa Indonesia, "wilmana" atau "walimana" berarti kendaraan dewa yang berupa burung besar.[1] Dalam bahasa Bali, "wilmana" merujuk kepada singasana berupa raksasa bersayap.[2] Maka dari itu, di Indonesia, wilmana atau walimana digambarkan sebagai sosok makhluk bersayap, entah burung atau raksasa. Susastra India Kuno mendeskripsikan wilmana sebagai wahana (kapal) terbang, berbentuk bundar atau silinder,[3] dibuat dari besi, raksa, tembaga, dan timbal.[3] Legenda India mengatakan bahwa wilmana mampu mengeluarkan misil dan petir yang dahsyat.[4]
Dalam susastra Sanskerta
Hindu
Dalam kitab-kitab PuranaHindu disebutkan bahwa para dewa memiliki wahana masing-masing, biasanya merupakan hewan atau kereta yang ditarik oleh hewan. Kuwera sang dewa kekayaan, memiliki wilmana, yaitu wahana terbang yang berbeda dengan wahana para dewa pada umumnya, dan benda itu diperolehnya dari dewa Brahma. Wimana tersebut diberi nama Puspaka. Dalam Ramayana disebutkan:
"Kereta Puspaka yang menyerupai sang surya dan dimiliki oleh saudaraku dibawa oleh Rahwana yang perkasa; kereta udara yang bagus tersebut mampu pergi kemana pun sesuka hati .... kereta itu bagaikan awan gemilang di langit ... dan sang raja (Rama) memasukinya, dan kereta mulia tersebut berada di bawah kendali sang Raghira, naik menuju lapisan langit yang lebih tinggi.[5]
Menurut kitab Ramayana dan Purana, wilmana Puspaka yang dimiliki Kuwera direbut oleh Rahwana, setelah kekuasaan Kuwera direbut oleh Rahwana. Kemudian Rahwana menjadi Raja Alengka. Karena Rahwana menculik Sita, kerajaan Alengka yang dipimpin Rahwana diserbu oleh Rama dan Laksmana dari Ayodhya dengan bantuan para wanara (manusia kera). Setelah Rahwana dikalahkan oleh Rama, wilmana dipakai sebagai kendaraan untuk mengangkut Rama, Sita, Laksmana, dan para wanara (tentara kera) dari Alengka ke Ayodhya.
Jaina
Dalam agama Jaina (Jainisme), Vimāna-vāsin ('penghuni dalam vimāna') adalah golongan para dewa yang melayani tīrthaṃkara Mahā-vīra.[6] Para dewa Vaimānika ini tinggal di surga Ūrdhva Loka. Menurut Kalpa Sūtra dari Bhadra-bāhu, tīrthaṃkara ke-24, yaitu Mahā-vīra sendiri muncul dari vimāna Puṣpa-uttara;[7] sedangkan tīrthaṃkara ke-22, Ariṣṭa-nemi muncul dari vimāna Aparijita.[7] Tīrthaṃkara Abhinandana (ke-4) dan Sumati-nātha (ke-5) sama-sama[8] mengarungi langit dengan "Jayanta-vimāna", yakni vimāna Sarva-artha-siddhi, yang dimiliki oleh[8] para dewa Jayanta; sedangkan tīrthaṃkara Dharma-nātha (ke-15) mengarungi langit dengan "Vijaya-vimāna".[8] Sebuah vimāna mungkin dapat terlihat dalam mimpi, misalnya nalinī-gulma.[9]
Penelitian
David Hatcher Childress, penulis The Anti-Gravity Handbook, meneliti legenda tentang suatu wahana terbang pada masa India Kuno, yang disebut wilmana. Ia mendapat kesimpulan setelah meneliti legenda Kerajaan Rama. Dalam bukunya, ia menulis sebagai berikut:
Yang disebut 'Kemaharajaan Rama' di India Utara dan Pakistan berkembang sekitar 15.000 tahun yang lalu di Anakbenua India dan merupakan sebuah negara dengan banyak kota besar, dan canggih, banyak di antaranya bisa ditemukan di gurun-gurun di Pakistan, sebelah utara, dan India Barat. Keberadaan Rama, ternyata, berhubungan dengan peradaban Atlantis di tengah Samudra Atlantik, dan dipimpin oleh 'Pendeta-Raja yang Tercerahkan' yang menguasai kota-kota. Tujuh ibukota terbesar Rama dikenal dalam susastra Hindu sebagai 'Tujuh Kota Resi'. Menurut sastra India Kuno, rakyatnya memiliki mesin terbang yang disebut 'wilmana'. Wiracarita India Kuno mendeskripsikan wilmana memiliki dua geladak, berbentuk bundar dengan tingkapan dan kubah, seperti bayangan kita akan piring terbang. Benda itu terbang dengan "kecepatan angin" dan menghasilkan 'suara yang merdu'. Kurang lebih ada empat macam wilmana; beberapa berbentuk seperti piring, yang lain seperti silinder panjang ('kapal berbentuk cerutu').[3]
Dalam bukunya, Childress menyatakan bahwa beberapa tahun yang lalu orang Cina menemukan dokumen kuno di Lhasa, Tibet dan mengirimnya ke Universitas Chandrigarh untuk diterjemahkan. Dr. Ruth Reyna dari Universitas tersebut mengatakan bahwa dokumen tersebut memuat cara-cara merakit pesawat ruang angkasa.[3] Dia mengatakan, metode untuk menggerakkannya adalah metode "anti-gravitasi" yang disamakan dengan "laghima".[3] Menurut para yogi (praktisi yoga) Hindu, "laghima" itu membuat seseorang bisa melayang.[3]
Pertemuan bertajuk "Sains dan Teknologi pada zaman India Kuno" diselenggarakan bulan Desember 1990 di B.M. Birla Science Center di Hyderabad, A.P., India. Banyak topik tentang ilmu penerbangan India Kuno yang didiskusikan. Vaimanika Prakaranam dalam Vimana Vignana menguraikan instrumen seperti Guha Garbha Darsha Yantra mampu mengetahui lokasi objek yang tersembunyi di bawah tanah.[10] Sebuah semikonduktor berbahan ferit yang bernama Chumbaka meradiasikan sinyal gelombang mikro dan mendeteksi objek tersembunyi.[10]
Seorang ufologItalia, Roberto Pinotti mempresentasikan makalah berjudul 'Aeronautics in ancient India' dalam World Space Conference yang diselenggarakan di Bangalore. Ia berkata kepada para hadirin dalam konferensi itu bahwa wahana terbang tersebut (Wimana) mirip dengan pesawat terbang bertenaga jet.[10] Ia yakin bahwa benda tersebut menunjukkan adanya desain yang sangat kompleks dan dibuat oleh orang yang sangat ahli. Sedangkan Dileep Kumar Kanjilal dalam Vimana in Ancient India: Aeroplanes Or Flying Machines in Ancient India (1985) mengatakan adanya dorongan pendorong ion.[10]
Dalam budaya populer
Wimana muncul dalam buku, film, internet dan permainan, antara lain: