Wdihan adalah kain indah untuk para bangsawan jaman dahulu, dalam beberapa sumber prasasti pada abad ke 9 merujuk kepada pakaian kaum pria. Wdihan itu menjadi sesuatu yang sangat berharga dan diberikan sebagai hadiah (pasek-pasek) yang diberikan kepada pejabat yang menghadiri upacara penetapan daerah perdikan (sima). Dikatakan dalam Prasasti Wihara I Wunandaik pada masa Dyah Balitung sebagai berikut:
..ayam těºas pu ḍapit. makudur pu sāmwṛda. muºaŋ1 saŋ mamuºat ºujar ºi kapatihan kabeḥ kaṇḍamuhi pramukha. ºikana[ŋ] mas pasakpasak muºaŋ wḍihan kaharan maparaha2 ºi sira kabaiḥ ya ºikana pinaka ºubhaya nira paṅanumoda nira ri 2. kanaŋ ḍawuhan..
Artinya :
Ayam Těas Pu Ḍapit, makudur Pu Sāmwṛda dan juru bicara dari Kapatihan semua kaṇḍamuhi pramukha, ada emas [sebagai] persembahan dan wḍihan bernama maparaha kepada mereka semua sebagai perjanjian yang telah disetujuinya mengenai bendungan
Wdihan hanya boleh dipakai kalangan terbatas seperti bangsawan. Sehingga, hanya dengan mengamati jenis wdihan-nya saja, sudah teridentifikasi dari kelas mana si pemakai berasal.
Jumlah dan kualitas barang yang dibagikan didasarkan atas urutan kepangkatan dan tinggi-rendahnya kedudukan mereka. Misalnya, jika pemberian pasek-pasek dalam bentuk kain, kain untuk pejabat yang lebih tinggi jenisnya berbeda dengan yang diberikan kepada pejabat rendah, demikian pula dalam ukurannya. Jenis-jenis kain yang disebutkan di dalam prasasti bermacam-macam. Di antara yang sering dijumpai di dalam prasasti adalah :
wdihan pilih magong, wdihan jaga, wdihan bira, wdihan ragi, wdihan rangga, wdihan pilih angsit, wdihan angsit, wdihan kalyaga, wdihan ganjar patra, wdihan ganjar patra sisi, wdihan jaro gulung-gulung, wdihan buat kling (bebed buatan orang Keling), wdihan buat pinilai, kain jaro, ken buat wetan (kain buatan dari timur), bwat lor (buatan dari derah utara), dan salimut (selimut)
Barangkali macam-macam istilah tersebut menunjukkan pola atau motif hias yang berbeda-beda. Satuan ukuran untuk jenis kain tersebut adalah yugala (di dalam prasasti disingkat yu), hlai (lembar), atau wlah untuk jenis kain biasa. Tampaknya pemilihan jenis kain tergantung kepada siapa kain tersebut diberikan. Sebagai contoh dapat dikutipkan, di dalam prasasti Sangsang 829 Saka :
..pasambah i sri maharaja wdihan pilih magong yu 1 wdihan jaga yu 1 mas su 1 mara rakryan mapatih i hino inangsian wdihan kalyaga yu 1..
Artinya :
persembahan kepada Sri Maharaja berupa kain wdihan pilih magong ukuran 1 yugala dan wdihan jaga 1 yugala, sedangkan kepada Rakryan Mapatih i Hino diberikan kain wdihan kalyaga 1 yugala)
Di sini tampak bahwa meskipun kedua pejabat tersebut mendapat pasek-pasek kain dalam ukuran yang sama (1 yugala), jenisnya lain sesuai dengan tinggi-rendahnya jabatan. Jenis wdihan pilih magong khusus hanya diberikan kepada maharaja. Dalam prasasti yang lain, yaitu prasasti Poh 827 Saka disebutkan bahwa :
..pasek- pasek i sri maharaja wdihan jaro yu 1 … nini haji rakai wwatan pu tamer kain jaro sawlah … rakryan mapatih i hino sang sri daksotamabajrapratipaksaksaya inangsean pasek pasek wdihan, kalyaga yu 1..
Artinya:
pemberian kepada Sri Maharaja berupa wdihan jaro 1 yugala, . . . kepada nenek Raja Rakai Wwatan Pu Tamer berupa kain jaro 1 helai. kepada Rakryan Mapatih i Hino Sang Sri Daksotamabajrapratipaksaksaya diberi persembahan wdihan kalyaga 1 yugala
Tampak jelas di sini perbedaan sebutan wdihan untuk laki-laki dan wanita, yaitu wdihan jaro untuk raja dan kain jaro untuk nenek raja . Ada juga di antara yang hadir hanya diberi pasak-pasak berupa kain selimut 1 helai seperti terbaca pada prasasti Baru : samgat pajabungah limut hlai 1, artinya : (kepada) samgat ajabungah (diberikan) selimut 1 helai.