Wakaf uang

Wakaf Uang atau disebut juga wakaf tunai (cash waqf/waqf al-nuqud) adalah perbuatan hukum wakaf dengan cara memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu (temporer) atau selamanya (perpetual) sesuai dengan kepentingan wakif yang digunakan untuk kepentingan ibadah dan/atau kesejahteraan umat sesuai syariah.[1]

Wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk uang tunai yang dilberikan oleh perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang dikelola secara produktif untuk menghasilkan manfaat bagi kepentingan mauquf alaih.[2][3] Wakaf uang merupakan pengembangan wakaf dari semula berupa aset tidak bergerak seperti tanah atau bangunan, menjadi aset bergerak atau tunai seperti uang.[4]

Perbedaan Wakaf Uang dan Wakaf Melalui Uang

Objek dari wakaf uang adalah uang, yang harus tetap ada, hanya bisa diinvestasikan dan dimanfaatkan hasilnya.[5] Wakaf uang dapat dikelola dengan skema investasi oleh Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) bekerja sama dengan nazir atau dapat langsung diinvestasikan ke dalam sukuk negara yang menghasilkan keuntungan dan manfaat (sukuk wakaf/cash waqf linked sukuk). Dana wakaf harus tetap utuh dan tidak boleh berkurang.[6]

Sedangkan wakaf melalui uang adalah pemberian uang oleh wakif kepada nazir guna pembelian harta benda yang tidak bergerak atau benda bergerak untuk dikelola secara sosial dan produktif sesuai dengan keinginan wakif. Wakaf melalui uang dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada nazir untuk pembelian tanah dan bangunan dalam rangka pembangunan sekolah;[3]

Sejarah Wakaf Uang

Istilah wakaf uang belum ada pada zaman Rasul dan baru dipraktikkan pada awal abad kedua Hijriah. Seorang ulama, Imam Az-Zuhri menyatakan bahwa wakaf dinar dan dirham diperuntukkan bagi pembangunan sarana pendidikan, dakwah dan sosial umat. Praktik wakaf uang mulai dipraktikkan di Turki pada abad ke-15 Hijriah.[7]

Imam Az-Zufar seorang ulama abad ke-8 dari kalangan mazhab Hanafiyyah membolehkan wakaf uang, dengan syarat wakaf uang tersebut harus diinvestasikan secara mudharabah dan keuntungan yang dihasilkan digunakan untuk bantuan sosial. Imam Bukhari dan Ibnu Syihaab Az-Zuhri membolehkan wakaf dinar dan dirham sebagai modal usaha.[8]

Dalam sejarah wakaf di Indonesia, pada awalnya masyarakat lebih mengenal wakaf terhadap benda yang tidak bergerak saja sebagaimana terlihat dalam beberapa literatur dan peraturan formal pertama yang mengatur wakaf yaitu Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.[8]

Pada abad ke-20, berbagai ide muncul dalam implementasi ekonomi Islam. Istilah-istilah seperti bank syariah, asuransi syariah, pasar modal, institusi zakat, lembaga wakaf, dan lembaga tabungan haji yang berbasis ekonomi Islam mulai dikenal masyarakat. Pada tahap ini, ulama dan praktisi ekonomi Islam mulai menjadikan wakaf uang sebagai salah satu basis pembangunan ekonomi umat.[7]

Wakaf uang mulai difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 11 Mei 2012 dengan beberapa pertimbangan yaitu:[2]

  • Mayoritas pemahaman umat Islam memandang wakaf uang tidak sah. Padahal benda wakaf mencakup segala benda bergerak, tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai;
  • Wakaf uang mempunyai kemaslahatan yang besar dan fleksibilitas tinggi, yang tidak dipunyai oleh benda lain;
  • Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia menetapkan hukum wakaf uang adalah boleh (jawaz) .

Fungsi Wakaf Uang

Wakaf uang mempunyai dua fungsi, yaitu:[4]

  • Fungsi ekonomi harta wakaf merupakan aset yang harus dijaga dan dikelola agar tetap utuh dan produktif oleh nazir sehingga mampu berkontribusi mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja dan pembangunan fasilitas publik;
  • Fungsi sosial hasil pengelolaan aset wakaf digunakan untuk memberikan pelayanan dan memberikan kesejahteraan sosial seperti dalam penyediaan sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan fatwa hukum boleh (jawaz) terhadap wakaf uang sesuai dengan Keputusan Fatwa MUI tentang Wakaf Uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002, yang berisi:[2]

  • Wakaf uang (cash waqf/qaqf al-nuqud) adalah wakaf dalam bentuk uang tunai yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok orang, lembaga/badan hukum;
  • Surat-surat berharga termasuk ke dalam pengertian uang.
  • Hukum wakaf uang adalah jawaz (boleh);
  • Penggunaan dan penyaluran wakaf uang hanya untuk hal-hal yang dibolehkan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;
  • Nilai pokok wakaf uang harus dijaga, tidak boleh diperdagangkan, dihibahkan, dan/atau diwariskan.

Struktur Kelembagaan Pengelolaan Wakaf Uang

  1. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia sebagai ketua dan wakil ketua KNEKS atau Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai regulator, dengan pelimpahan wewenang kepada Kementerian Agama dan lembaga terkait;[9]
  2. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga independen yang bertugas mengembangkan perwakafan Indonesia dan sebagai nazir wakaf uang;[10]
  3. Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU)
  4. Nazir sebagai pihak yang menerima dan mengelola benda wakaf dari wakif.

Gerakan Nasional Wakaf Uang

Pada tanggal 25 Januari 2021, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) bersama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI), serta lembaga lain yang terkait, meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU), yaitu sebuah program yang mengedukasi tentang wakaf uang guna meningkatkan literasi dan kesadaran masyarakat untuk melakukan wakaf. Gerakan ini menetapkan wakaf uang sebagai program strategis wakaf nasional dan memeyungi program-program inisiatif pengembangan wakaf di Indonesia[11][4]

Tantangan dan Kontroversi

Beberapa tantangan dalam tata kelola wakaf uang di Indonesia adalah:

  • Angka realisasi wakaf uang belum memenuhi potensi yang ada. Berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia, realisasi wakaf uang yang terkumpul pada tahun 2011-2018 berjumlah Rp255 miliar dari total potensi sebesar Rp180 triliun;[4]
  • Nilai Indeks Literasi Wakaf (ILW) Indonesia tahun 2020 mendapatkan skor 50,48 dan masuk dalam kategori rendah. Skor ini terdiri atas nilai literasi pemahaman wakaf dasar sebesar 57,67 dan nilai literasi pemahaman wakaf lanjutan sebesar 37,97;[12]
  • Dominasi persepsi masyarakat terhadap wakaf tradisional dan wakif yang tidak tercatat karena menyalurkan wakaf melalui nazir perseorangan;[13]
  • Sertifikasi nazir wakaf dan standar kompetensi nazir belum diberlakukan.[13]

Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama terkait hukum wakaf uang atau wakaf tunai. Menurut ulama mazhab Syafií, wakaf tunai tidak diperbolehkan karena dirham atau dinar yang diwakafkan akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya.[14] Sedangkan putusan fatwa Majelis Ulama Indonesia mengambil pendapat Imam Az-Zuhri dan ulama mazhab Hanafiyyah yang membolehkan penggunaan wakaf uang.[8]

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pendaftaran Wakaf Uang. https://jatim.kemenag.go.id/file/file/PMA/oejh1395737030.pdf Diarsipkan 2021-10-28 di Wayback Machine.
  2. ^ a b c Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang tanggal 11 Mei 2002. https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=https://www.bwi.go.id/wp-content/uploads/2019/09/Fatwa-MUI-Tentang-Wakaf_Uang.pdf
  3. ^ a b Peraturan Badan Wakaf Indonesia No.01 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf. https://www.bwi.go.id/wp-content/uploads/2020/08/Peraturan-BWI-No.-01-Th-2020-.pdf
  4. ^ a b c d Kementerian Keuangan (12 Maret 2021). "Wakaf Uang dari, oleh, dan untuk Masyarakat". Kementerian Keuangan. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  5. ^ Kementerian Keuangan (Oktober 2020). "Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) Seri SWR001" (PDF). Kementerian Keuangan. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  6. ^ Kementerian Agama (31 Januari 2021). "Kemenag: Amankan Aset, Regulasi Tak Kenal Konversi Harta Wakaf". Kementerian Agama Republik Indonesia. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  7. ^ a b Badan Wakaf Indonesia. "Mengenal Wakaf Uang". Badan Wakaf Indonesia. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  8. ^ a b c Fatahullah, Fatahullah (2019-07-31). "Eksistensi Wakaf Dengan Uang Dalam Sistem Hukum Indonesia". Jatiswara (dalam bahasa Inggris). 34 (2): 117–130. doi:10.29303/jatiswara.v34i2.202. ISSN 2579-3071. 
  9. ^ Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. "Struktur Organisasi". KNEKS. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  10. ^ Badan Wakaf Indonesia (13 Agustus 2021). "Materi Penyuluhan Hukum Wakaf Seri 01 2021". Badan Wakaf Indonesia. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  11. ^ Kementerian Keuangan (25 Januari 2021). "Menkeu : Gerakan Nasional Wakaf Uang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Syariah". Kementerian Keuangan. Diakses tanggal 9 September 2021. 
  12. ^ Laporan Hasil Survey Indeks Literasi Wakaf 2020 oleh Badan Wakaf Indonesia, Pusat Kajian Strategis BAZNAS, dan Direktorat Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia.https://www.bwi.go.id/wp-content/uploads/2020/05/20200519-Indeks-Literasi-Wakaf-Indonesia-Tahun-2020-Edit.pdf
  13. ^ a b Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. https://kneks.go.id/storage/upload/1573459280-Masterplan%20Eksyar_Preview.pdf
  14. ^ Ali Romadhoni, Latif (Juni 2015). "Studi Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2002 Tentang Wakaf Uang" (PDF). Az Zarqa. 7 (1): 50.