Beberapa karya WPAP yang diolah dari hasil fotografi.
WPAP atau Wedha's Pop Art Potrait adalah salah satu gaya seni populer yang berasal dari Indonesia.[1] Gaya ini ditandai dengan penyusunan ulang potret wajah menggunakan bentuk-bentuk geometris dengan percampuran warna-warna yang semarak. Dimensi dari wajah yang digambar ulang tidak berubah, sehingga penampakan akhir dari objek yang ditransformasikan masih terlihat jelas dan menyerupai aslinya. Teknik melukis ini ditemukan oleh Wedha Abdul Rasyid, seniman grafis asal Pekalongan, Jawa Tengah, pada tahun 1990. Awal kepopuleran WPAP adalah ketika digunakan untuk mengilustrasikan cerita-cerita karya Arswendo Atmowiloto dan Hilman Hariwijaya di majalah Hai.[2][3]
Latar belakang
WPAP merupakan gaya ilustrasi yang disusun dari bidang-bidang datar berwarna semarak (awalnya diperkenalkan dengan sebutan "foto marak berkotak"). Meski dibangun dari bidang-bidang datar, dimensi dalam ilustrasi yang diciptakan dengan gaya WPAP tetap terlihat jelas dengan memanfaatkan gelap terang, garis-garis imajiner yang membentuk wajah, dan letak unsur-unsur anggota wajah dan proporsinya. Proses tracing atau penggambaran ulang tidak tunduk 100 persen pada gambar atau foto yang diacu, sehingga membutuhkan keterampilan lebih agar hasil WPAP yang diciptakan tetap tampak jelas dan sesuai.[4]
Gaya ilustrasi grafis ini ditemukan secara tidak sengaja. Wheda awalnya mengalami kesulitan membuat ilustrasi dari acuan foto asli yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, terutama menyangkut kesesuaian warna kulit dan kehalusan goresan. Untuk mengatasi hal tersebut, Wedha mulai membuat garis-garis desain tegas yang kemudian diisi dengan warna-warna dari acuan foto yang sulit tadi. Hal tersebut jadi lebih mudah dan ilustrasinya pun masih mudah dikenali. Wedha pada awalnya tidak menduga bila teknik yang diciptakannya bernilai seni, mengingat teknik tersebut dilakukannya karena saat itu (sekitar tahun 90-an) daya penglihatan dan tingkat akurasinya telah menurun karena faktor usia.[5]
Sampai akhirnya ada seorang bernama Gumelar, Ketua Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Multimedia Nusantara yang terkagum-kagum dengan karya Wedha dan berupaya menyebarluaskan aliran seni ini ke seluruh Indonesia. Alhasil, di berbagai kota, sekarang ini sudah terbentuk komunitas seni yang menggilai teknik WPAP. Popularitas WPAP di Indonesia menjadikan teknik ini disebut oleh sebagian kalangan sebagai aliran wedhaisme.[6]
Lihat pula
Referensi