Upah-upahUpah-upah adalah upacara adat di Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi dan menguatkan semangat pada orang-orang yang baru sembuh dari sakit keras, selamat dari sebuah musibah, menempuh hidup baru (menikah, khitan), atau meraih cita-citanya (wisuda, khatam Qur'an, mendapat pekerjaan baru), Situasi peralihan, atau bimbang, linglung, dianggap rawan, sehinggga membutuhkan semangat dan dukungan para kerabat, sahabat, dan handai taulan. Orang yang terhormat dan disegani akan dipilih sebagai pengupah-upah dalam upacara ini, diantaranya adalah:
Diserangkaian upacara ini, pengupah-upah tidaklah lebih dari sepuluh orang. Jika pengupah-upah sudah siap, maka ditentukanlah waktu upacara upah-upah tersebut. ditentukan pada hari Jum'at, sebelum waktu shalat, karena pada hari ini para lelaki tidak berkerja di ladang maupuan di kebun karet. Sedangkan upah-upah dalam rangkaian upacara pernikahan dilaksanakan setelah ijab kabul. Pelaksanaannya dilakukan dirumah orang yang diupah-upah dan diruangan yang cukup luas untuk mengadakan upacara. Orang yang akan diupah-upah akan duduk di salah satu sudut ruangan, para undangan duduk di setiap sisi ruang menghadap orang yang diupah-upah, disiapkan pula nasi balai dan nasi upah-upah. SProsesi akan dimulai setelah semua tamu dan pengupah-upah berkumpul ditempat tersebuti.[1] Tata cara pelaksanaan upacara upah-upahPertama, para perempuan akan membakar kemenyan yang sudah disiapkan. Kemenyan diletakkan di atas wadah dasa (tempurung kelapa yang sudah dikikis hingga licin dan menghitam), atau di atas piring alumunium sebagai tempat bara. Saat aromanya menyebar, kemenyan kemudian diserahkan kepada tuan rumah secara estafet, pertanda upah-upah siap dilaksanakan. Kemudian pengatur upacara menyerahkannya kepada pengupah--upah selanjutnya diserahkannya kemenyan kepada orang yang duduk di sebelahnya, begitu seterusnya hingga seluruh orang diruangan mendapat kemenyan, kegiatan ini diulang sebanyak tujuh kali putaran dan akan berakhir di hadapan pengupah-upah. Upacara ini diadakan sebagai upaya pembersihan tempat upacara dari hasrat-hasrat jahat yang mengganggu manusia dan prosesi upacara.[2] Berikutnya, pengupah-upah akan menabur beras kuning kepada orang yang diupah-upah setelah sebelumnya berdo'a kepada Allah swt. agar diberi kemudahan saat acara berlangsung.Tahap selanjutnya adalah mengupah-upah. Pengupah-upah akan melakukan prosesi dengan menaburkan nasi upah-upah keatas kepala orang yang diupah-upah, sambil bergerak memutar kearah kanan tujuh kali putaran . Menghitungnya dalam bahasa Melayu diucapkan dengan jelas: “oso” (esa/ satu), “duo” (dua), “tigo” (tiga), “ompek” (empat), “limo” (lima), “onom” (enam), “tujuh”, dengan fonem yang tenang. Rangkaian upacara selanjutanya ialah pengupah-upah memberikan pesan dan nasehat kepada orang yang diupah-upah sebagai penguat dirinya atas keterbebasan dari hal-hal yang mengikatnya. Sebelum diakhiri, pengupah-upah kembali menghitung satu sampai tujuh dan disusul oleh kalimat “salangkan kerbau tujuh sekandang, masih dapat dikendalikan, apalagi semangat kalian”. Rentetan terakhir pengupah-upah akan mengembalikan ketempat semula kemenya yang telah digunakan. Usai upah-upah, para tamu akan memakan jamuan yang sudah disediakan oleh tuan rumah. Upacara upah-upah ditutup dengan do'a setelah semua tamu menikmati jamuan yang ada.[3] Referensi
|