Unjuk Rasa Pelajar untuk Perubahan Iklim (atau juga dikenal sebagai School Strike for ClimateFridays for Future (FFF), Youth for Climate, Climate Strike''', atau Youth Strike for Climate) merupakan unjuk rasa dari para pelajar di seluruh dunia yang meminta para pemimpin politik dari berbagai negara untuk mencegah perubahan iklim dan melakukan peralihan industri bahan bakar fosil ke bahan bakar terbarukan.[1]
Sejarah
Aksi iini bermula dari terbentuknya Koalisi Iklim Pemuda Australia pada bulan November 2006 yang melibatkan para pelajar.[2] Lalu di tahun 2010, sekelompok pelajar melakukan mogok belajar, dimana mereka memiliki keterkaitan dengan kegiatan Kamp Iklim.[3] Di akhir November 2015, sekelompok pelajar mengajak pelajar lain dari seluruh dunia untuk melakukan aksi bolos sekolah saat hari pertama Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2015 di Paris, dimana aksi ini diikuti oleh 50 ribu orang dan diselenggarakan lebih dari 100 negara.[4]
Aksi ini menjadi populer lantaran Greta Thunberg, aktivis iklim Swedia, memutuskan untuk bolos sekolah sampai pemilihan umum Swedia pada tanggal 9 September 2018 dan berkemah di parlemen Swedia. Hal ini dilakukan lantaran pada saat itu terjadi gelombang panas dan kebakaran hutan di Swedia pada saat itu.[5] Dia menuntut agar pemerintah Swedia agar mengurangi emisi karbon sesuai dengan Persetujuan Paris, dimana dia menciptakan slogan Fridays for Future mengingat dia sering melakukan aksi bolos sekolah pada hari Jumat.[6] Lambat laun, aksinya mempengaruhi pergerakan pelajar di berbagai negara, khususnya di bidang lingkungan, seperti di Belanda[7], Australia[8], dan negara-negara lainnya.
Pergerakan aksi
Inggris
Pada tangal 15 Februari 2019, sekitar 15 ribu orang pelajar melakukan aksi bolos sekolah di lebih dari 60 kota di Inggris, dimana aksi terbesarnya dilakukan di London, Brighton, Oxford, dan Exeter. Ada empat tuntutan yang mereka ajukan[9], yaitu:
Pemerintah harus mendeklarasikan "darurat iklim"
Pemerintah juga harus menginformasikan kepada publik tentang situasi yang serius ini
Kurikulum nasional harus direformasi untuk memasukkan "krisis ekologis"
Usia pemungutan suara harus diturunkan menjadi 16 tahun sehingga orang yang lebih muda dapat terlibat dalam pengambilan keputusan seputar masalah lingkungan.
Selandia Baru
Pada tanggal 27 September 2019, sekitar 170 ribu pelajar di Selandia Baru melakukan aski mogok sekolah dan turun ke jalan memprotes perubahan iklim dengan membawa sejumlah spanduk berisikan protes mereka. Mereka menuntut pemerintah untuk mengumumkan keadaan darurat iklim. Saat aksi sedang berlangsung, Jacinda Ardern, perdana menteri saat itu, menghadiri Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2019 dan menjalin kesepakatan perdagangan dengan Norwegia, Islandia, Kosta Rika dan Fiji untuk memerangi perubahan iklim.[10]
Pada tanggal 15 Maret 2019, aksi protes perubahan iklim yang dihadiri oleh para pelajar SMA diadakan di depan Balai Kota DKI Jakarta. Mereka menuntut untuk mendeklarasikan tentang darurat iklim, bertindak dengan cepat untuk memberi informasi terkait krisis iklim, dan memasukkan krisis ekologi ke dalam kurikulum sekolah.[12]