Ular-lumpur kapuas
Ular-lumpur kapuas adalah spesies ular air yang endemik di pedalaman Kalimantan Barat bagian utara, tepatnya di daerah sungai Kapuas. Ular ini merupakan spesies baru dari genus Homalophis dan hasil penelitian ular ini telah dipublikasi pada akhir 2005 melalui jurnal ilmiah The Raffles Bulletin of Zoology no 53, Desember 2005. Dalam bahasa Inggris, ular ini disebut Kapuas mud-snake. EtimologiNama spesifiknya, gyii, diberikan sebagai bentuk penghormatan atas jasa Profesor Ko Ko Gyi, seorang herpetolog dari Burma, yang telah merevisi klasifikasi suku Homalopsinae pada tahun 1970. PemerianUlar ini berukuran panjang antara 64 cm hingga 76 cm. sisik-sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 25 deret di bagian tengah badan (27 di atas leher dan 21 di sekitar anus). Tidak seperti ular pada umumnya, sisik-sisik bibir atas (supralabial) bagian belakang terbagi menjadi 2-3 susunan. Ciri-ciri ini juga dimiliki oleh jenis dari marga (genus) yang sama, H. doriae dan jenis dari marga lain, Phytolopsis punctata.[1] Tubuh bagian atas berwarna hitam keabu-abuan, cokelat tanah, atau merah kehitaman. Bagian sisi tubuh dan bawah tubuh berwarna cokelat terang atau jingga. Pewarnaan ini mirip dengan pola pewarnaan pada Homalophis doriae (ular-lumpur sarawak), yang memiliki warna hitam kelabu di bagian atas tubuh, serta cokelat kekuningan, krem, atau pucat kemerahan di tubuh bagian bawah. Perbedaannya, warna-warna terang itu terdapat pada 5 hingga 7 deret terbawah sisik dorsal, sedangkan sisik dorsal itu sendiri berjumlah 29-31 deret di bagian tengah badan. Begitu juga dengan perisai temporal H. doriae yang relatif lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan milik H. gyii yang serupa dengan pelat.[1] Ekologi dan PenyebaranInformasi tentang ular-lumpur kapuas sangat sedikit. Ular ini hanya diketahui sebagai ular air dan tinggal di tepian aliran sungai. Sampai saat ini, belum ada lagi informasi yang akurat mengenai kehidupan ular ini di alam.[1][2] Sebetulnya, spesimen pertama yang ditemukan dari jenis ini telah berumur lebih dari satu abad (yakni hasil tangkapan tahun 1897 dari aliran Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, tanpa lokasi spesifik). Akan tetapi, spesimen tersebut tidak diklasifikasikan sebagai jenis baru, sampai akhirnya penelitian terhadap spesimen ini dilakukan. Pada tahun 1996, Mark Auliya, seorang herpetolog muda dari Jerman, berhasil menangkap dua spesimen lagi dari lokasi yang berbeda, di tepian sugai Kapuas dekat kota Putussibau. Hingga tahun 2003, ketiganya masih dicatat sebagai spesimen dari jenis Enhydris doriae (Homalophis doriae), sampai akhirnya dilakukan penelitian ulang dan menetapkannya sebagai spesies baru.[1] Mengenai penyebaran ular ini sendiri, sampai saat ini diketahui hanya menyebar terbatas di sepanjang Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Namun, ada pula peneliti yang menyebutkan bahwa ular ini kemungkinan terdapat di pesisir timur Sumatra, mengingat pada zaman Pleistosen terdapat saluran yang menghubungkan sungai di Kalimantan bagian barat dengan sungai-sungai di Sumatra tengah. Pada waktu itu, permukaan air laut menurun begitu rendah sehingga antara pulau Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Kalimantan saling tersambung dengan daratan kering.[1][2] KeistimewaanKeistimewaan yang unik dan langka dari ular ini adalah kemampuannya untuk berubah warna. Mark Auliya, si kolektor, menceritakan bahwa saat dia meletakkan ular tersebut di dalam wadah berwarna gelap, badan ular tersebut masih berwarna coklat kemerahan. Namun, ketika ular tersebut diambil beberapa menit kemudian, warna tubuh ular itu berubah menjadi pucat.[1] Sebenarnya, kemampuan berubahnya warna kulit bukanlah hal aneh pada amfibia dan reptil. Beberapa golongan reptil dan amfibi seperti kameleon, kodok, serta beberapa jenis bunglon dan cecak terkenal memiliki kemampuan mengubah warna kulitnya. Pada beberapa spesies, perubahan warna itu relatif lambat dan sederhana, biasanya menjadi lebih pucat atau sekadar lebih gelap warnanya. Akan tetapi pada kelompok kameleon di benua Afrika, perubahan itu berlangsung cepat dan drastis, bahkan dengan kombinasi warna yang berganti-ganti. Pada kelompok reptilia sendiri, kemampuan ini biasanya hanya ditemukan pada golongan kadal dan hampir tidak pernah dijumpai pada golongan ular, dan ular-lumpur kapuas ini memperlihatkan kemampuan tersebut pada penelitian yang pernah dilakukan.[1] Pustaka acuan
|