Tumpang negeriTumpang Negeri merupakan kegiatan yang berawal dari kearifan lokal orang Melayu atau orang laut di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.[1] PelaksanaanUpacara Tumpang Negeri meliputi buang telur ke air, antar bubur abang, mencuci barang pusaka Keraton Ismahayana Landak, membuat dan mengantar tumpeng, sedekah kampung selama tiga hari berturut-turut, yasinan, ziarah ke makam Raden Abdul Khara, Ratu Bongkok, dan Riam Serawak.[2] Dalam prosesi ini Pangeran Landak yang ke-39 dibantu seorang pawang menghaturkan sesajian nasi pulut atau nasi kuning untuk mencegah pengaruh buruk dari ritual Tumpang Negeri.[3] Tumpang Negeri sebagai lambang penghormatan dan permohonan kepada leluhur mereka dengan membuang sesajian di sungai.[3] Masyarakat percaya akan hal ini dengan membuang tujuh macam makanan di sungai sebagi sesaji.[3] Sesaji tersebut dipercayai masyarakat Landak sebagai simbol kesuburan tanah yang dibawa oleh air sungai.[3] Beberapa persembahan disediakan dengan maksud meminta keselamatan bagi seluruh umat.[3] Wujud keselamatan tersebut dalam bentuk perahu rakit.[3] Dalam kepercayaan masyarakat Landak, roh-roh jahat yang singgah perlu diantar pergi agar tak menimbulkan malapetaka.[3] Ini adalah sebuah permohonan halus, agar roh gaib tak murka.[3] Perahu rakit yang ditaruh makanan atau sesaji tersebut dihanyutkan di muara sungai Landak dan Munggu, yakni sungai pertemuan di antara pusat bekas Kerajaan Landak dahulu.[3] Tumpang Negeri mempunyai dua dimensi, yakni sebagai doa agar terhindar dari segala malapetaka, bencana, dan penyakit.[2] Selain itu, Tumpang Negeri juga sebagai permohonan keselamatan dan kesejahteraan agar pada masa depan, masyarakat Landak diberi kehidupan yang lebih baik.[2] Referensi
|