Tugiyo
Tugiyo adalah mantan pemain sepak bola yang berposisi sebagai penyerang. Tugiyo berasal dari Purwodadi, Jawa Tengah. Namanya mencuat kala membawa PSIS Semarang menjadi juara Liga Indonesia di musim 1999/2000. Tugiyo dijuluki "Maradona Purwodadi" karena posturnya yang pendek dan gempal, serta pergerakan dan kemampuan mendribel bola seperti layaknya Legenda Sepak bola Dunia asal Argentina, Diego Armando Maradona.[1] Tugiyo mencetak gol tunggal kemenangan PSIS Semarang atas Persebaya Surabaya pada Final Liga Indonesia musim 1998/1999 yang digelar di Stadion Klabat, Manado pada tanggal 13 April 1999. Namun cedera yang dialami ketika menjalani Pelatnas bersama timnas senior, tak kunjung pulih dan mempengaruhi kariernya. Ciri KhasTugiyo gampang dikenali karena posturnya yang pendek gempal seperti Diego Maradona. Rambutnya pun ikal seperti Legenda Argentina tersebut. Ditambah dengan posisinya yang sama-sama Penyerang plus pergerakan yang lincah membuatnya dijuluki "Maradona dari Purwodadi". Tugiyo juga terkenal karena namanya yang pendek dan sangat mudah diingat. Dia disukai para penggemar karena sifat rendah hati. Hal itu bisa dipahami melihat latar belakangnya. Karier KlubPersipur PurwodadiPada saat berumur 14 tahun, Tugiyo memperkuat Tim junior kota kelahirannya yaitu Persipur Purwodadi. Diklat SalatigaBakat Tugiyo tercium tim pemandu bakat Diklat Salatiga dan pada Tahun 1992 Tugiyo bergabung ke Diklat Salatiga untuk menjadi kesebelasan Pra PON Jawa Tengah. Diklat RagunanPada Tahun 1994 Tugiyo mendapatkan panggilan ke level yang lebih tinggi. Pada umur 17 tahun Tugiyo bergabung bersama pemain-pemain muda terbaik Indonesia di Diklat Ragunan Jakarta. Dari Diklat Ragunan inilah Tugiyo mendapatkan kesempatan membela Tim Nasional Indonesia junior dibawah usia 16 Tahun (Timnas U-16) dan juga program PSSI Baretti. Tugiyo bergabung bersama Uston Nawawi, Charis Yulianto, Elie Aiboy, Aris Indarto, Nova Arianto dan lain-lain. PSSI Baretti ini kemudian dikirim ke Italia untuk meningkatkan kemampuan timnas. PSB BogorSejak Tahun 1997, Tugiyo membela membela PSB Bogor yang sedang berkiprah di Divisi Utama Liga Indonesia. Saat itu Tugiyo masih duduk di bangku kelas 3 SMA di Diklat Ragunan. Pada tahun 1998 Liga Indonesia terhenti karena kerusuhan terkait Reformasi dan Penggulingan Presiden. Tim-tim Liga Indonesia pun bubar sementara, termasuk PSB. PSIS SemarangPada Tahun 1998, Tugiyo direkrut PSIS Semarang yang dilatih Edi Paryono. Perpindahan ini menguntungkan kedua belah pihak. PSIS membutuhkan seorang penyerang untuk menemani Striker asing Alli Shaha Ally dan penyerang gaek Hadi Surento. Bagi Tugiyo, bermain di PSIS mendekatkan dirinya dengan orang tua dan kampung halaman. Di musim pertamanya, Tugiyo langsung menjadi andalan Tim Mahesa Jenar. Tugiyo mencetak gol-gol penting yang membawa PSIS lolos dari babak grup bersama Persebaya Surabaya. PSIS dan Persebaya menyingkirkan Gelora Dewata, Barito Putra dan Persema. Kemudian di babak 10 besar kembali bertemu dengan Persebaya. Selain Persebaya, PSIS bergabung di Grup yang berisi Persikota Tangerang, Petrokimia Putra dan Semen Padang. Tugiyo kembali berhasil membawa PSIS lolos. Di babak semifinal PSIS mengalahkan Persija Jakarta 1-0. Di babak Final lagi-lagi Persebaya menjadi lawannya. Meskipun di 3 pertemuan sebelumnya PSIS tidak pernah menang tapi di Final tersebut PSIS berhasil menang melalui gol tunggal Tugiyo di menit ke-90. Tugiyo berhasil membawa Tim kebanggaan kota Semarang menjadi Juara. Tugiyo pun menjadi pahlawan Semarang dan Jawa Tengah. Sayang setelah itu Tugiyo mendapat cedera lutut parah saat memperkuat Tim Nasional dan kariernya di PSIS mulai menurun. Setelah keluar dari PSIS SemarangCedera membuat karier Tugiyo di PSIS berakhir pada Tahun 2003. Setelah itu Tugiyo bermain untuk tim-tim di Divisi bawah seperti Persipur Purwodadi, Persik Kendal, Persip Pekalongan dan Persik Kuningan. Pada tahun 2008 Tugiyo pernah mencoba untuk ikut seleksi pemain lagi di PSIS tetapi ditolak oleh tim seleksi. Padahal pelatih PSIS saat itu adalah Edy Paryono, pelatih yang bersama Tugiyo meraih Gelar Juara. Karier Tim NasionalMusim 1998-1999 melambungkan nama Tugiyo. Bernard Schumm yang waktu itu menangani Tim Nasional tertarik untuk memanggilnya ke Timnas Indonesia. Tetapi pada saat berlatih bersama Timnas Tugiyo mengalami cedera parah dan menggagalkan impian Tugiyo memperkuat Timnas Senior. Sebelumnya di level junior, ia sudah beberapa kali mengenakan seragam Merah Putih. Cedera parahDi tengah kariernya sedang menanjak, Tugiyo mendapat cedera lutut parah saat berlatih bersama Timnas Indonesia. Cedera itu memaksanya absen bermain cukup lama. Dokter menyuruh Tugiyo untuk istirahat total dari lapangan hijau sampai benar-benar sembuh. Tapi Tugiyo merasa sangat ingin bermain saat merasakan lututnya sudah tidak berasa sakit. Hal itulah yang menyebabkan cederanya tidak pernah benar-benar sembuh. Cedera itu otomatis mengurangi kecepatan dan ketajaman Tugiyo sebagai seorang Striker. KeluargaTugiyo lahir pada tahun 1977 di keluarga kurang mampu di Purwodadi, Jawa Tengah. Keadaan membuat Tugiyo menjadi pekerja keras. Tugiyo berlatih sepak bola bersama teman-temannya di lapangan kampung. Bakat alam membuatnya menjadi pemain Sepak bola yang mempunyai kecepatan dan ketajaman hingga mencapai puncaknya meraih gelar Juara Indonesia bersama PSIS Semarang pada Tahun 1999. Pada tahun 2000, Tugiyo menikah dengan gadis bernama Fitri Panca Purna Setiawati. Saat ini mereka sudah dikaruniai dua orang anak yang bernama Scudetto Rafa Majalintama (lahir tahun 2002) dan Ayesa Safira Kusuma Tirta (lahir tahun 2005). Karier KepelatihanTugiyo tidak bisa lepas dari dunia yang membesarkan namanya dan mencoba jalur pelatih sepak bola. Tugiyo mengikuti Kursus kepelatihan dan saat ini telah mengantongi Sertifikat Kepelatihan Nasional. Sekarang Tugiyo menjadi pelatih Akademi PFA di kota Salatiga. Sebelumnya ia juga sempat menangani beberapa SSB dan tim junior. PrestasiKlub
Tim Nasional
Referensi
|