Tractatus Logico-Philosophicus

Tractatus Logico-Philosophicus
Halaman kulit dari cetakan berbahasa Inggris pertama, 1922.
PengarangLudwig Wittgenstein
Judul asliLogisch-Philosphische Abhandlung
SubjekLogika, filsafat bahasa ideal
Diterbitkan1921
Halaman75

Tractatus Logico-Philosophicus (TLP) adalah salah satu karya Ludwig Wittgenstein sekaligus satu-satunya karya panjang yang dimilikinya. Karya tersebut berpusat pada pembahasan mengenai teori logika dan metode filosofis Wittgenstein atas relasi bahasa dan realitas. Dengan mengidentifikasi relasi bahasa dan realitas, menurutnya, dapat disimpulkan suatu batas ilmu pengetahuan[1] dan batas-batas yang dimiliki bahasa untuk menyatakan realitas.[2]

Buku ini ditulis sebagai catatan-catatan lepas dan risalah semasa ia menjadi tentara Perang Dunia I. Semasa cuti militer pada 1918, buku ini dirampungkan[3] dan dicetak pada 1921 dalam bahasa Jerman dengan judul Logisch-Philosophische Abhandlung. Dengan gaya kefilsafatan yang analitis, buku ini sangat terkenal terutama pada kalangan positivis logis di Lingkaran Wina.

Buku ini ditulis dalam gaya kepenulisan yang ringkas dan ketat. Buku ini tidak ditulis dengan rajutan argumen, melainkan sebagai tatanan proposisi-proposisi deklaratif yang dimaksudkan untuk bersifat terbuktikan atas dirinya sendiri (self-evident). Proposisi-proposisi disusun secara umum dalam susunan hierarkis, dengan tujuh proposisi dasar yang diikuti proposisi penjelas. Secara keseluruhan, TLP mengandung 526 proposisi.

Struktur

Meski proposisi-proposisi yang dikandung buku ini disebut sebagai "traktat", akan tetapi Wittgenstein tidak berniat untuk mengutarakan doktrin atau menawarkan kebaruan pada pembaca.[4] Kualitas nirdogmatis yang Wittgenstein terapkan dalam TLP secara umum menjelaskan sifat umum keseluruhan proposisi yang terkandung di dalamnya. Tiap-tiap pernyataan diktum ditulis dengan menghindari atau tanpa kecenderungan, argumen, maupun contoh. Makna atas buku ini, menurutnya, "… dicapai hanya pada pembaca yang berpekerti",[5] sehingga diskusi yang mengitari setiap diktum dinilai bukan hal yang esensial.

Sistem penomoran

TLP terdiri dari tujuh proposisi dasar utama yang diurut dari proposisi umum hingga proposisi penjelas. Penomoran tiap proposisi mematuhi kaidah hierarki yang secara teknis dapat menjelaskan induk proposisi dan ranting penjelas proposisi induk. Secara umum, struktur penomoran proposisi terdiri dari dua sisi: menjelaskan tingkat seberapa primer dan umum sebuah proposisi, dan ekspresi hierarkis yang menunjukkan hubungan penjelas–yang-dijelaskan (induk–ranting).[6][7] Sehingga, proposisi x dapat diikuti penjelas x.0, x.1, x.2 … x.n₁. Proposisi ranting pun dapat memiliki subproposisi dan sub-subproposisi yang tak terhingga, sehingga x.n₁ dapat diikuti oleh x.n₁1, x.n₁2, … x.n₁n₂ dan seterusnya.

Sistem penomoran tersebut secara umum mengadopsi struktur logika matematis yang mengekspresikan derajat korelatif dengan struktur numerik yang mendahuluinya.[6] Sehingga, interpretasi yang mungkin terjadi adalah, misalnya, proposisi 1.001 memiliki relasi yang lebih dekat pada proposisi 1 ketimbang proposisi 1.01—1.001 dapat dipahami sebagai penjelas konseptual atas terma yang dikandung 1, sedangkan 1.01 menerangkan implikasi langsung atas 1, pun 1.1 adalah penjelas bidang cakupan pengertian yang diterangkan 1, dan seterusnya.

Struktur pembahasan

TLP disusun sedemikian terstruktur sehingga dapat mewakili ide pokoknya. TLP dibangun oleh tujuh proposisi dasar sebagai berikut:

Wittgenstein mengawali TLP dengan menegakkan landasan-landasan ontologis atas realitas.
1. Realitas dunia.
2. Realitas dan hakikat atas makna.
Dalam bagian selanjutnya, TLP merangkai landasan-landasan ontologis untuk menggambarkan "teori gambar" (Bildtheorie) atas dunia.
3. Rangkaian atas nosi "teori gambar" (Bildtheorie).
4. Mengenai filsafat bahasa dan desain filsafat Wittgenstein.
5–6. "Teori" dan redefinisi atas logika dan hakikatnya.
Hingga proposisi 7 yang menutup rangkaian teori dan diktum sebagai "yang takterjelaskan."

Tema bahasan

Meski TLP berpusat pada pembicaraan mengenai representasi simbolis,[8] TLP diawali dengan pembahasan mengenai landasan-landasan ontologis. Hal tersebut didasari dengan pengertian bahwa representasi, dan bahasa sebagai agen pewakilnya, bersifat isomorfis dengan realitas.

Realitas dan fakta

Gagasan mengenai fakta adalah salah satu gagasan terpenting dalam TLP dan pula melandasi keseluruhan pemahaman Wittgenstein atas realitas. Hal tersebut dinyatakan dalam

1.1 Die Welt ist die Gesamtheit der Tatsachen, nicht der Dinge. 1.1 Realitas adalah kesatuan atas fakta, bukan kesatuan atas objek.
2 Was der Fall ist, die Tatsache, ist das Bestehen von Sachverhalten. 2 Apa yang ada—fakta—menggambarkan adanya fakta atomis.
2.01 Der Sachverhalt ist eine Verbindung von Gegenständen. 2.01 Fakta atomis tersusun atas relasi objek-objek (entitas, hal).
2.06 Das Bestehen und Nichtbestehen von Sachverhalten ist die Wirklichkeit. 2.06 Keberadaan dan ketiadaan fakta atomis adalah realitas.
2.032 Die Art und Weise, wie die Gegenstände im Sachverhalt zusammenhängen ist die Struktur des Sachverhaltes. 2.032 Cara objek-objek berelasi dalam sebuah fakta atomis menggambarkan struktur fakta atomis.
2.033 Die Form ist die Möglichkeit der Struktur. 2.033 Sebuah bentuk adalah kemungkinan dari struktur.

Proposisi tersebut mengilustrasikan pandangan atomistik yang kental dalam filsafat Wittgenstein. TLP menyatakan bahwa realitas tak tersusun atas objek-objek (seperti pandangan atomistik tradisional), melainkan hadir dalam relasi atas objek (Anordnung) dalam bentuk fakta. Fakta Wittgensteinian adalah keberadaannya fakta atomis yang hadir karena keberadaan kombinasi atas objek-objek. Sehingga, satu objek dapat berelasi dengan objek lain dan membentuk fakta yang berbeda. Misalnya, sebuah perhiasan dapat berada di toko perhiasan, dikenakan pada seseorang, dan sebagai objek lelang. Dari ketiga kasus tersebut, perhiasan tersebut dikenai oleh tiga kasus yang berbeda dengan cara yang berbeda pula. Sehingga dapat dipahami bahwa satu objek dapat membentuk fakta yang berbeda-beda.

Contoh perhiasan tersebut adalah sebuah ilustrasi mengenai "objek" Wittgensteinian, hal yang tak secara eksplisit dijelaskan dalam TLP. Fakta-fakta yang berbeda tersebut tak dapat hadir bersamaan, melainkan satu persatu muncul dan menggugurkan yang lain.[9] Wittgenstein hanya memaparkan bahwa objek mestilah sederhana dan atomis (tidak tersusun dari objek dengan ordo yang lebih rendah),[10] akan tetapi objek-objek dapat bergabung dan membentuk fakta baru dengan caranya sendiri. Objek-objek bergabung berdasarkan sifat yang dikandung masing-masing objek, sehingga sifat objek menentukan semesta kombinasi yang dapat terjadi.[11] Sehingga, fakta atomis dapat berbentuk eksisten ataupun dalam bentuk kebolehjadian. Jadi, totalitas atas eksisten dan praeksistensi membentuk realitas, selayaknya Wittgenstein sebut sebagai "realitas yang tersusun atas keberadaan dan ketiadaan fakta."[12]

Proposisi dan teori gambar

Diawali dengan pembahasan mengenai dimensi metafisis TLP, Wittgenstein meneruskan pembahasannya mengenai ranah bahasa dan makna. Pikiran dan proposisi, menurut Wittgenstein, dapat dimengerti sebagai gambar.[13] Gambar tersebut terdiri atas elemen-elemen representasi objek, dan kombinasi elemen-elemen representasi objek dalam gambar tersebut mewakili kombinasi objek dalam fakta atomis. Dari pengertian tersebut, gambar yang dimaksud Wittgenstein menyerupai sebuah kolase atau mosaik yang membentuk suatu ide (gambar) yang lebih besar. Struktur gambar tersebut bersifat isomorfis dengan struktur fakta atomis yang mendirikannya. Wittgenstein juga menekankan bahwa melalui "proposisi" linguistik kolase tersebut dapat dipahami.[14]

Dalam bentuk ujaran atau tulisan, proposisi memproyeksikan kemungkinan fakta atomis[15] dalam budi. Mengingat fakta TLP dipahami sebagai "keberadaannya jaring-jaring objek", pemikiran dalam budi dapat dimengerti sebagai gumpalan proposisi dalam bentuk proposisi linguistik. Selayaknya fakta sederhana yang didirikan oleh jaring-jaring koneksi antar objek, proposisi linguistik terdiri pula atas objek-objek yang Wittgenstein sebut sebagai "nama".[16] Proposisi linguistik (kalimat) dikonstruksi mirip seperti konfigurasi bagaimana objek-objek bertaut dalam fakta.[17] Dalam proposisi-proposisi yang diwujudkan dalam bahasa, nama dimengerti sebagai objek metafisis dengan objek dapat dimengerti sebagai "makna".[18]

Bahasa sebagai gambar

Di dalam TLP, bahasa ditujukan sebagai representasi atas realitas, dan dengan bahasa, potongan-potongan realitas berdiri sebagai gambar. Sehingga, terdapat batasan yang kentara antara realitas dan bahasa. Apa yang dikenai pada objek dan fakta pula mengenai pewakilnya (nama). Gambar adalah struktur atomis paling sederhana atas bahasa yang di dalamnya memuat struktur dalam bentuk sintaksis. Sehingga, beda komposisi objek yang berlaku dalam proposisi akan berbeda pula fakta yang ada, dan berbeda pula komposisi atas nama akan menghasilkan proposisi yang berbeda pula.

Referensi

  1. ^ TLP 4.113 "Die Philosophie begrenzt das bestreitbare Gebiet der Naturwissenschaft."
  2. ^ TLP §Vorwort "Das Buch will also dem Denken eine Grenze ziehen, oder vielmehr—nicht dem Denken, sondern dem Ausdruck der Gedanken: Denn um dem Denken eine Grenze zu ziehen, müssten wir beide Seiten dieser Grenze denken können (wir müssten also denken können, was sich nicht denken lässt)."
  3. ^ Monk, Ray (1990). Ludwig Wittgenstein, the Duty of Genius. Jonathan Cape. hlm. 154. 
  4. ^ TLP §Vorwort "Dieses Buch wird vielleicht nur der verstehen, der die Gedanken, die darin ausgedrückt sind—oder doch ähnliche Gedanken—schon selbst einmal gedacht hat. Es ist also kein Lehrbuch."
  5. ^ TLP §Vorwort " Sein Zweck wäre erreicht, wenn es Einem, der es mit Verständnis liest Vergnügen bereitete."
  6. ^ a b Wittgenstein, L. (1922). Ogden, C.K., ed. Tractatus Logico-Philosophicus. Routledge & Kegan Paul. The decimal figures as numbers of the separate propositions indicate the logical importance of the propositions, the emphasis laid upon them in my exposition. The propositions n.1, n.2, n.3, etc., are comments on proposition No. n; the propositions n.m1, n.m2, etc., are comments on the proposition No. n.m; and so on. 
  7. ^ Lihat pula ISO 2145 yang tampak mengadopsi pola yang hampir sama dengan sistem penomoran pada TLP.
  8. ^ TLP §Vorwort
  9. ^ Bandingkan TLP 2.014 dan 2.0141 "Die Gegenstände enthalten die Möglichkeit aller Sachlagen. Die Möglichkeit seines Vorkommens in Sachverhalten, ist die Form des Gegenstandes."
  10. ^ Bandingkan TLP 2.02 dan 2.021 "Der Gegenstand ist einfach. Jede Aussage über Komplexe lässt sich in eine Aussage über deren Bestandteile und in diejenigen Sätze zerlegen, welche die Komplexe vollständig beschreiben."
  11. ^ Biletzki; Matar (2018), Zalta, Edward N., ed., Ludwig Wittgenstein § Early Wittgenstein, Metaphysics Research Lab, Stanford University, Objects combine with one another according to their logical, internal properties. That is to say, an object’s internal properties determine the possibilities of its combination with other objects; this is its logical form. 
  12. ^ TLP 2.063 "Die gesamte Wirklichkeit ist die Welt."
  13. ^ TLP 2.1 dan 2.12 "Wir machen uns Bilder der Tatsachen. Das Bild ist ein Modell der Wirklichkeit." Bandingkan pula TLP 3 "Das logische Bild der Tatsachen ist der Gedanke.
  14. ^ TLP 3.1 "Im Satz drückt sich der Gedanke sinnlich wahrnehmbar aus."
  15. ^ TLP 3.11 "Wir benützen das sinnlich wahrnehmbare Zeichen (Laut- oder Schriftzeichen etc.) des Satzes als Projektion der möglichen Sachlage."
  16. ^ TLP 3.202 "Die im Satze angewandten einfachen Zeichen heißen Namen."
  17. ^ TLP 3.21 "Der Konfiguration der einfachen Zeichen im Satzzeichen entspricht die Konfiguration der Gegenstände in der Sachlage."
  18. ^ TLP 3.203 "Der Name bedeutet den Gegenstand. Der Gegenstand ist seine Bedeutung. …"

Bacaan lebih lanjut